Nusantaraterkini.co - Pemerintah sepertinya masih belum sepakat mengenai kembali aktifnya layanan transaksi bisnisnya TikTok, yakni TikTok Shop, yang telah bekerja sama dengan Tokopedia sejak akhir tahun lalu.
Dilansir dari Kompas.com, TikTok diduga telah melanggar Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Dalam beleid, menjelaskan bahwa media sosial tidak boleh berperan secara bersamaan sebagai e-commerce dan tidak diperbolehkan melakukan transaksi. Artinya, peraturan tersebut, mengharuskan TikTok untuk memperolah izin resmi perusahaan sebagai perusahaan e-commerce apabila ingin tetap menjalankan operasi komersialnya, yakni TikTok Shop.
Hingga di akhir tahun lalu, manajemen TikTok bekerja sama dengan Tokopedia untuk mengaktifkan kembali TikTok Shop-nya. Manajemen mengeklaim, nantinya ketika pelanggan berbelanja atau check out di TikTok Shop, proses transaksi pembayarannya akan dialihkan ke Tokopedia.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memberikan masa transisi kepada TikTok untuk mengalihkan seluruh transaksinya ke Tokopedia, guna memenuhi Permendag Nomor 31 tersebut. Masa transisi akan berlangsung hingga April mendatang.
Pendapat Kemendag
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengungkapkan, 87 persen TikTok Shop sudah mematuhi Permendag 31 Tahun 2023 tentang PPMSE.
Sebab, proses pembayaran TikTok Shop akan ditanggungjawabi secara langsung oleh Tokopedia. Hanya saja, dalam pembayaran transaksinya, menggunakan metode back end enginer.
Back end merupakan bagian dari situs web yang tidak terlihat oleh pelanggan. Artinya, pembayaran di TikTok Shop akan tetap dilakukan melalui aplikasi yang sama, tetapi di bawah tanggung jawab Tokopedia.
“Sekarang untuk pemisahan antara TikTok Shop dan Tokopedia pembayaran sudah langsung di Tokopedia dan ini back end,”ujar Isy di Jakarta, Senin (4/3/2024).
“Sekitar dua minggu yang lalu saya bilang masih kurang 25 persen untuk sesuai Permendag 31, nah sekarang tinggal 13 persen,” sambungnya.
Ia juga menilai sah-sah saja jika dalam proses transaksinya, tampilan utamanya atau front end engineer-nya masih di aplikasi yang sama, yakni TikTok Shop. Pasalnya, proses back end-nya sendiri hanya terjadi di Tokopedia.
“Boleh-boleh saja karena memang back end-nya itu tetap di Tokopedia, tetap pisah kan. Yah, memang dilihat kasat mata masih di aplikasi yang sama, itu karena janjinya mereka tidak mau mengganggu pengguna ketika bayar engggak mau jump out,” jelas Isy.
Pendapat Kemenkop
Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan pendapat Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Teten mengatakan, di dalam Permendag 31 jelas tidak memuat ketentuan yang memperbolehkan masa transisi.
Selain itu, hingga per hari Rabu, (6/3/2024), TikTok sebagai media sosial dan Tiktok sebagai e-commerce belum dipisahkan sehingga sama sekali belum patuh pada regulasi.
“Di dalam Permendag 31 Tahun 2023, mengatur pemisahan. Enggak boleh ada penyatuan antara media sosial dan transaksinya atau e-commerce-nya. Karena dalam bersamaan mulai mengajukan juga media sosial lain untuk boleh usaha, bertransaksi,” ujar Teten, dikutip dari Kompas.com.
“Hari ini Tiktok masih seperti itu. Ini kita engak melanggar apa-apa, tapi ini TikTok-nya. Kita anggap saja ada dua peristiwa, TikTok yang berinvestasi di Tokopedia dan ada TikTok yang masih berjualan dan melanggar Permendag 31,” sambung Teten.
Teten juga menilai, proses transisi yang melanggar Permendag ini dilakukan dengan sengaja oleh TikTok. Sebab, tidak ada perbedaan mendasar yang dilakukan Tiktok mulai sebelum hingga sesudah Permendag Nomor 31 diundangkan, tak ada perbedaan mendasar yang dilakukan TikTok.
“Sama saja, kalau kita belanja di TikTok, itu transaksinya di TikTok, datangnya dari TikTok dan dia tetap melanggar. Jadi saya enggak melihat ada komitmen dari TikTok per hari ini untuk memperbaiki hal itu,” tegas Teten.
(Ann/Nusantaraterkini.co)
Sumber: Kompas.com