Nusantaraterkini.co, LANGSA - Menanggapi pemberitaan sebelumnya terkait pemberhentian Dr. Muslem, M.A dari jabatannya sebagai Ketua Program Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI) IAIN Langsa, Tim Kuasa Hukum Dr. Muslem menyampaikan klarifikasi guna meluruskan informasi.
Dia mengatakan, pernyataan Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD), Dr. T. Wildan, M.A, yang menyebutkan bahwa klien mereka telah dipanggil dan dibina sebanyak tiga kali adalah tidak benar dan tidak berdasar.
"Kami tegaskan, tidak pernah ada pemanggilan resmi, tidak pernah ada surat peringatan tertulis sebelum diberikan hukuman disiplin dan diberhentikan dari jabatan,” ujar Ketua Tim Kuasa Hukum Dr. Muslem, Zaid, Minggu (6/4/2025) malam.
Tim kuasa hukum menilai bahwa narasi yang dibangun seolah-olah proses pemberhentian dilakukan secara kolektif, musyawarah, dan prosedural merupakan bentuk pengaburan fakta yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam institusi pendidikan.
“Langkah pemberhentian ini dilakukan secara sepihak, tanpa proses klarifikasi, pembelaan diri, atau evaluasi kinerja yang semestinya dilalui oleh pejabat akademik,” tambahnya.
Terkait tudingan kelalaian dalam penyusunan borang akreditasi, tim kuasa hukum menegaskan bahwa tugas dan tanggung jawab Ketua Program Studi telah diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan dan Statuta IAIN Langsa.
Proses penyusunan borang adalah kerja kolektif yang melibatkan berbagai unsur struktural, dan tidak dapat semata-mata dibebankan kepada klien mereka.
“Fakultas justru menunjukkan kelemahan dalam sistem pendukung dan supervisi internal,” terangnya.
Ketiadaan dokumen resmi seperti berita acara pemanggilan, atau laporan evaluasi kinerja yang diserahkan ke klein mereka, kata Zaid, menunjukkan bahwa tindakan pemberhentian tersebut cacat secara prosedural dan bertentangan dengan prinsip tata kelola yang baik.
“Kami mendesak agar pihak dekanat tidak lagi menyampaikan pernyataan publik tanpa bukti administratif yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Klarifikasi ini kami sampaikan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak dan nama baik klien kami, sekaligus menegaskan bahwa segala tindakan administratif di lingkungan akademik harus tunduk pada prinsip keadilan, akuntabilitas, dan etika kelembagaan,” jelasnya.
Zaid menambahkan, masih banyak fakta hukum yang belum diungkap ke publik, yang nanti akan disampaikan di ruang sidang.
"Biarkan hukum yang memutuskan benar atau keliru tindakan yang telah dilakukan. Mari kita hormati upaya hukum," pungkasnya.
(zie/Nusantaraterkini.co)