Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Larangan Hijab Paskibraka, BPIP Dinilai Tak Paham Pancasila dan Konstitusi

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Ilustrasi pengukuhan Paskibraka. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena mengecam kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang melarang penggunaan jilbab bagi petugas Paskibraka wanita.

"Penjelasan Kepala BPIP yang menyatakan petugas Paskibraka dengan sukarela melepas jilbab, adalah pernyataan 'konyol' dan semakin meresahkan," katanya, Kamis (15/8/2024).

Sebab, menurut  informasi dari yang bersangkutan (petugas Paskibraka), untuk menjadi petugas Paskibraka dari awalnya harus mengisi formulir surat penyataan di atas materai yang didasarkan pada peraturan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) No. 3/2022, serta diperkuat Surat Keputusan Kepala BPIP No. 35/2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang intinya, menegaskan pentingnya keseragaman.

Ditegaskan Idris, kecaman atas kebijakan tersebut akan terus bermunculan karena BPIP yang diharapkan mampu mengawal Pancasila sebagai ideologi yang mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk dan beraneka ragam, justru tidak mampu memahami esensi Pancasila yang sesungguhnya.

Padahal, lanjut Idris, pada Pelaksanaan HUT RI pada tanggal 17 Agustus di era Presiden Joko Widodo, justru dimulainya tradisi baru menggunakan pakaian adat untuk menggambarkan kemajemukan bangsa Indonesia.

"Hal itu sesuai dengan semboyan Negara Republik Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya biar berbeda-beda tapi tetap satu jua," ujarnya.

Lebih jauh, Idris Laena melihat ternyata, kebijakan Kepala BPIP yang menimbulkan polemik adalah yang kali keduanya, setelah sebelumnya yang bersangkutan membuat pernyataan menggemparkan, dengan menyatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama.

Menurut Idris Laena, yang juga Ketua Umum Satkar Ulama Indonesia dan juga Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, sudah saatnya Pemerintah mengevaluasi Kepala BPIP.

Sementara itu, DPD RI menyayangkan polemik Paskibraka putri yang melepas jilbab saat pengukuhan oleh Presiden Jokowi yang menyebabkan kegaduhan di masyarakat. Adanya aturan mengenai larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dinilai sebagai sebuah kesalahan yang fatal.

"Kepala BPIP menjelaskan lepas jilbab dilakukan secara sukarela, tetapi dia juga mengatakan di awal seleksi, para Paskibraka ini membuat pernyataan yang ditandatangani di atas materai 10 ribu perihal Pernyataan Kesediaan Mematuhi Peraturan Pembentukan Dan Pelaksanaan Tugas Paskibraka Tahun 2024. Dua pernyataan ini kan kontradiktif, kalau sukarela, kenapa ada aturannya?," sesal Wakil Ketua Komite III DPD Mirati Dewaningsih.

Dia juga menyesalkan pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang mengatakan bahwa lepas jilbab merupakan bagian dari menghormati Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang diwujudkan dalam nilai-nilai keseragaman Paskibraka. Padahal menurut Mirati, jika ingin menghormati Pancasila dan ke-Bhinneka-an, harusnya keberagaman menjadi unsur yang harus dijunjung tinggi.

"Aturan yang tertuang dalam Keputusan BPIP No. 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka yang ditandatangani Kepala BPIP, membuktikan bahwa dirinya tidak paham Pancasila dan Konstitusi," tegasnya.

Mirati menjelaskan, konstitusi telah menjamin setiap warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan melakukan syariat dalam berpakaian, termasuk menggunakan jilbab bagi kaum muslim. Adanya aturan BPIP yang memaksa Paskibraka pustri untuk melepas jilbabnya justru bertentangan dengan Konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945. Terlebih pakaian jilbab tidak menghambat Paskibraka putri dalam melaksanakan tugasnya sebagai Paskibraka.

"Indonesia merupakan negara yang terdiri dari suku dan agama yang beragam, seharusnya nilai-nilai tersebut tetap dijaga sebagai upaya dalam menjaga kebhinekaan dalam rangka kesatuan dalam perbedaan. Sangat mengherankan bila hal tersebut dilakukan oleh seorang pejabat negara yang mengepalai lembaga seperti BPIP ini," ucap Mirati.

(cw1/Nusantaraterkini.co)