nusantaraterkini.co, NTT - Pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Belu nomor urut 1, Willybrodus Lay dan Vicente Hornai Gonsalves (Paket Sahabat), terancam didiskualifikasi dari kontestasi Pilkada Serentak 2024.
Potensi diskualifikasi ini mencuat setelah adanya rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Belu terkait dugaan pelanggaran administrasi.
Bawaslu Belu mengeluarkan rekomendasi tersebut melalui surat dengan nomor laporan 04/Reg/LP/PB/Kab/19.03/XII/2024 yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu Belu, Agus Bau, pada 15 Desember 2024.
Dalam rekomendasi tersebut, Bawaslu menilai paslon tersebut melakukan pelanggaran administrasi.
Terkait itu, kuasa hukum paslon nomor urut 2, Taolin Agustinus dan Yulianus Tai Bere, yang diwakili oleh Bernard Anin, telah menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Belu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan dengan nomor registrasi 100/PAN.MK/e-AP3/12/2024 tersebut diajukan pada 6 Desember 2024 dan terkait perselisihan hasil pemilihan umum Bupati Belu tahun 2024.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka, SH, MH, menegaskan bahwa dugaan pelanggaran administrasi yang ditemukan oleh Bawaslu dapat berujung pada diskualifikasi. Salah satu poin krusial adalah syarat calon sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016 dan diperkuat dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Pasal 14.
“Salah satu syarat calon adalah terkait mantan narapidana. Tidak ada larangan bagi mantan narapidana untuk maju sebagai calon kepala daerah, tetapi ada mekanisme yang harus dipenuhi, yakni mengumumkan status tersebut secara terbuka kepada masyarakat melalui media,” jelas Mikhael Feka, dikutip Batastimor, Selasa (17/12/2024).
Menurutnya, jika mekanisme tersebut tidak dilalui, maka calon bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Lebih lanjut, Mikhael menyatakan bahwa ketidaksesuaian syarat pada salah satu calon baik bupati maupun wakil bupati dapat berakibat pada gugurnya pasangan calon secara keseluruhan.
“Jika calon bupati tidak memenuhi syarat, maka akan menggugurkan wakilnya. Begitu pula sebaliknya, jika wakil tidak memenuhi syarat, maka akan menggugurkan bupatinya,” tambahnya.
Mikhael Feka menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan Pilkada, terdapat tiga jenis pelanggaran, yakni administrasi, pidana, dan kode etik.
“Jika pelanggaran ini melibatkan penyelenggara, maka juga dapat dikenakan sanksi etik,” tandasnya.
(Dra/nusantaraterkini.co).