Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Pemerhati Kebijakan Publik Syafril Sjofyan menilai ada unsur kesengajaan di kasus mark up impor beras dengan kerugian Rp 8,5 triliun dan demurrage atau denda senilai Rp 294,5 miliar.
Kecurigaan Syafril itu karena ia menilai Bulog telah memiliki sistem dan mekanisme impor beras yang berjalan sejak lama.
"Mekanismenya (impor beras) sudah lama sejarah panjang Bulog diterapkan, besar dugaan (demurrage atau denda biaya impor beras) keteledoran yang disengaja. Mekanismenya sudah tahunan loh," ujarnya, Sabtu (3/8/2024).
Syafril heran Bulog masih melakukan kesalahan. Bagi Syafril, hal tersebut sangat janggal dan meninggalkan pertanyaan besar.
"Bulog ini badan yang sudah lama. Cara menilai Bulog itu gampang. Karena mekanisme ini sudah berjalan lama. Jadi kalau ada keteledoran, itu ada dua, sengaja atau tidak sengaja," papar Syafril.
Syafril meminta ke depan adanya monitoring ketat dari semua program Bulog-Bapanas pasca mencuatnya kasus demurrage Rp 294,5 miliar. Syafril berharap tidak ada lagi permainan dalam setiap program Bulog dan Bapanas.
"Memastikan administrasi distribusi beras memang sesuai. Jangan ada permainan dalam program Bulog-Bapanas yang mana saja. Baik pengadaan maupun penyaluran beras," tandasnya.
Sebelumnya, dari dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor hingga menyebabkan denda sebesar Rp 294,5 miliar
Tim Riviu menyebutkan ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
Perincian denda Rp 294,5 miliar itu yakni wilayah Sumut sebesar Rp 22 miliar, DKI Jakarta Rp 94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.
Diketahui, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi hingga Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi dilaporkan ke KPK. Keduanya dilaporkan oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto.
Hari menjelaskan ada dua pelaporan yang dibuat. Pertama berkaitan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa mark up impor beras dan kedua terkait masalah tertahannya beras di Tanjung Priok atau demurrage.
"Ada dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Bulog. Karena menurut kajian kami dan hasil investigasi, ada dugaan mark up yang dilakukan oleh dua lembaga tersebut terkait masalah impor beras. Karena itu, kami coba memasukkan laporan pada hari ini dan ada dua hal indikasi korupsi," jelas Hari.
(cw1/nusantaraterkini.co)