Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Dolar AS Terpuruk Terseret Turunnya Imbal Hasil US Treasury

Editor:  Wiwin
Reporter: Redaksi
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Dolar Amerika Serikat (AS) melemah seiring penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS (Treasury). Setelah serangkaian data ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga lebih lanjut tahun ini.

Nusantaraterkini.co, Jakarta - Pada perdagangan Jumat (16/5/2026) Dolar Amerika Serikat (AS) melemah seiring penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS (Treasury).

BACA: Nilai Tukar Rupiah Menguat 0,34 Bertengger di Level Rp16.570 Per Dolar AS Pagi Ini

Setelah serangkaian data ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga lebih lanjut tahun ini.

Pekan ini dibuka dengan sentimen positif, terutama berkat kesepakatan gencatan senjata dagang sementara antara AS dan China yang sempat mendorong penguatan dolar.

BACA: Kurs Rupiah Melemah 0,16% Bertengger di Level Rp16.5296 Per Dolar AS Siang Ini

Namun, euforia tersebut cepat mereda dan pasar valuta asing kembali bergerak datar.

Pergerakan paling mencolok di pasar valas terjadi terhadap won Korea Selatan.

Dolar jatuh tajam terhadap won selama dua hari berturut-turut setelah muncul kabar bahwa Washington dan Seoul telah membahas pasar dolar/won awal bulan ini. Terakhir, dolar melemah 0,14% ke posisi 1.394,70 won.

"Spekulasi kembali mencuat bahwa Presiden Trump mendukung dolar yang lebih lemah, yang berpotensi menekan pemerintah lain untuk membiarkan mata uang mereka menguat dalam konteks negosiasi perdagangan," ujar George Vessey, Kepala Strategi FX dan Makro di Convera.

"Pelemahan mata uang Asia terhadap dolar selama ini dianggap menguntungkan bagi eksportir kawasan, sebuah posisi yang ingin ditantang oleh pemerintahan AS."

Secara lebih luas, dolar kesulitan bangkit setelah kejatuhan semalam yang dipicu oleh data indeks harga produsen (PPI) AS yang secara mengejutkan turun pada April.

Data tersebut mengikuti laporan inflasi konsumen (CPI) yang juga jinak di awal pekan, semakin memperkuat ekspektasi bahwa The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga setidaknya dua kali pada 2025.

Euro menguat 0,1% menjadi US$1,1197, sementara poundsterling stabil di US$1,3309.

Indeks dolar AS melemah 0,1% ke 100,70, meski masih mencatatkan kenaikan mingguan tipis sebesar 0,3% berkat lonjakan tajam 1,3% pada awal pekan.

Pasar kini memperkirakan sekitar 56 basis poin pemangkasan suku bunga The Fed hingga akhir Desember, naik dari 49 bps sehari sebelumnya.

Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun turun lagi setelah penurunan 7 bps semalam, dan terakhir berada di 4,4413%. Sementara itu, imbal hasil obligasi dua tahun turun 1 bps menjadi 3,9608%.

Dalam pidato penting pada Kamis, Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa pembuat kebijakan perlu meninjau kembali elemen-elemen utama dalam pendekatan mereka terhadap inflasi dan lapangan kerja.

"Powell menyebutkan bahwa FOMC kini akan lebih menitikberatkan pada prospek inflasi ketimbang data ketenagakerjaan dalam pengambilan keputusan suku bunga," kata Kristina Clifton, analis mata uang senior di Commonwealth Bank of Australia.

"Kami memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga tiga kali tahun ini, namun risikonya adalah pemangkasan yang lebih sedikit jika tekanan inflasi kembali meningkat."

Di tempat lain, dolar AS melemah 0,26% terhadap yen ke level 145,30.

Data pada Jumat (16/5) menunjukkan bahwa ekonomi Jepang menyusut untuk pertama kalinya dalam setahun pada kuartal Maret, dan kontraksi ini lebih besar dari perkiraan, menyoroti rapuhnya pemulihan yang kini terancam akibat kebijakan dagang AS.

Dolar Australia sedikit menguat ke $0,6406, sementara dolar Selandia Baru turun tipis 0,02% menjadi $0,5874 dan berada di jalur penurunan mingguan lebih dari 0,5%.

(wiwin/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan