nusantaraterkini.co, MADINA - Lembaga Bantuan Hukum Mandailing Natal (LBH Madina) Yustisia, menyesalkan adanya keterlibatan sejumlah oknum TNI-POLRI dari kesatuan Babinsa Koramil Natal dan Polsek Natal, terkait sengketa tanah di Desa Bintuas Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal pada Hari Jum'at, (14/03/2025) kemarin.
"Kami sangat menyesalkan keterlibatan aparat masuk mengawal alat berat, apalagi dilakukan pada saat masyarakat ingin Ibadah Sholat Jum'at. Kami melihat, alat berat tersebut telah melakukan pemaretan secara ilegal sepanjang 100 meter diatas lahan yang diklaim oleh warga sehingga menyebabkan beberapa batang tanaman sawit warga menjadi rusak". ucap Ali Isnandar, SH. MH, Ketua LBH Madina Yustisia.
Baca Juga : Ketua K.A.I Sumut Tanggapi PETI Madina, Minta Kapolres Madina Tegas
Aksi pemaretan tersebut, kata Ali, nampaknya "sengaja" di rencanakan pada hari Jum'at, karena kebiasaan masyarakat setiap hari Jum'at libur ke ladang. Pada saat masyarakat ingin melakukan sholat Jum'at disitulah mereka diam-diam melakukan penggalian.
"Beruntung ada dua orang perempuan yang sedang mengutip berondolan melihat adanya oknum TNI-POLRI beserta alat berat sedang bekerja dan mengabarkan kepada masyarakat petani. Akibatnya, beberapa warga batal melaksanakan sholat Jum'at dan segera terjun ke lokasi karena mendengar adanya aksi pemaretan tersebut," ungkap Ali mejelaskan kronologis kejadian.
Baca Juga : Kapolres Madina dan Kapolsek Batang Natal Diduga Tahu PETI Beroperasi di Pinggir Jalan
"Di lokasi konflik sempat terjadi aksi saling dorong antara aparat keamanan dan masyarakat, diantara aparat keamanan juga ada yang mengintimidasi warga dengan mengatakan "gak sor kau...gak sor kau, aku orang SP IV ya, ku pijak kau". Kalimat yang bernada ancaman tersebut diucapkan oleh salah seorang oknum Kepolisian atas nama Brigadir Buha P Sihombing kepada salah satu warga Desa Bintuas bernama Topan," lanjut Ali menceritakan kejadian.
Ali menjelaskan, sengketa tanah tersebut berawal dari adanya saling klaim antara warga Desa Bintuas dengan seseorang bernama Rumada Samosir (warga Sidikalang) yang datang mengaku pernah membeli lahan seluas 28 Ha pada tahun 2008 di Desa Bintuas. Ternyata lahan yang dibeli adalah lahan bermasalah, masyarakat yang merasa memiliki mengaku tidak pernah memperjual-belikan lahannya kepada Rumada Samosir, diduga lahan masyarakat tersebut telah dijualkan secara diam-diam oleh oknum mafia tanah atas bantuan oknum Kepala Desa Bintuas.
Baca Juga : Madina Care Nilai Kapolres Madina Mandul dan Tebang Pilih Dalam Pemberantasan PETI
Singkat cerita, lahan sengketa tersebut ingin diparet diam-diam oleh pihak Rumada Samosir dengan alat berat (ekscavator) dan melibatkan bantuan pengamanan sebanyak 2 orang dari Babinsa Koramil Natal dan 5 orang dari Polsek Natal Kec. Natal Kab. Mandailing Natal.
Masyarakat yang keberatan bahkan meninggalkan sholat Jum'at untuk pergi melakukan penolakan atas adanya aktifitas alat berat di lahan mereka, namun sejumlah oknum TNI-POLRI yang ikut mengamankan malah ngotot agar pemaretan tetap dilanjutkan, serta menantang masyarakat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Kondisi saat ini, alat berat (ekscavator) dimaksud sudah keluar dari lokasi pada hari Sabtu, (15/03/25) sekira Pukul 13.00 Wib, namun beberapa batang tanaman sawit warga menjadi rusak akibat adanya aktifitas alat berat tersebut.
Setelah keluarnya alat berat tersebut, aktifitas dilokasi konflik tetap berlanjut hingga Sabtu siang, salah seorang oknum Polsek Natal terpantau oleh warga melakukan pengawalan pembabatan yang dilakukan kelompok Rumada Samosir diatas tanah yang dikuasai warga, bahkan mereka juga mengawal aktifitas pemanenan buah sawit yang masih berstatus sengketa.
"Menurut hemat kami, kehadiran aparat TNI-POLRI tersebut kurang bijaksana, arogan, terkesan menunjukkan adanya sikap keberpihakan kepada salah satu pihak. Terlebih aparat yang hadir tidak ada menunjukkan surat tugasnya kepada masyarakat, tiba-tiba datang ke lokasi tanah sengketa dengan dalih pengamanan, seolah-olah ingin mengeksekusi sendiri atau membiarkan lahan warga dieksekusi secara sepihak, padahal belum ada Putusan dari Pengadilan yang menyatakan siapa yang berhak atas objek sengketa tersebut," lanjutnya.
"Keterlibatan aparat TNI-POLRI tersebut sudah cukup jauh melampaui kewenangannya, tidak profesional, dan malah terkesan menjadi backing salah satu pihak yang bersengketa, mereka bahkan bersedia turun ke lokasi berseragam lengkap untuk menakut-nakuti masyarakat petani," tambah Ali Isnandar.
Lebih lanjut di jelasakan Ali Isnandar, Seharusnya aparat TNI-POLRI menyarankan pihak Rumada Samosir untuk mengajukan gugatan Perdata ke Pengadilan, bukan sebaliknya masyarakat setempat yang diminta menggugat duluan.
"Ini logika hukumnya sudah terbalik, yang menguasai lahan sengketa saat ini adalah masyarakat setempat seharusnya Rumada Samosir yang diarahkan menggugat. Ini ada apa kok masyarakat yang dipaksa menggugat tanahnya sendiri," terangnya.
"Kami menduga ada rencana terselubung atas keterlibatan oknum TNI-POLRI kemarin hingga di lokasi objek sengketa untuk memanfaatkan situasi konflik, kami mengkhawatirkan yang ingin dilakukan oknum TNI-POLRI tersebut jangan-jangan untuk membenturkan kedua belah pihak agar terlibat konflik fisik," pungkasnya.
Sehingga itu, kami meminta kepada Pangdam I/Bukit Barisan, Mayjen TNI Rio Firdianto, Kapolda Sumatera Utara, Irjen. Pol. Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H dan Kapolres Mandaling Natal, AKBP Arie Sofandi Paloh S.H S.I.K untuk memanggil dan memeriksa oknum-oknum TNI-POLRI tersebut dan memberikan sanksi yang tegas, sehingga kedepan mampu menjaga etika jabatan beserta nama baik institusinya dimata masyarakat.
LBH Madina Yustisia juga menghimbau kepada masyarakat Desa Bintuas, untuk mewaspadai adanya aksi perampasan tanah yang dapat menyebabkan hilangnya hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat dan jatuh ke tangan mafia.
Menurut beberapa temuan LBH Madina Yustisia, saat ini cukup banyak motif perampasan tanah yang dilakukan secara terstruktur dengan melibatkan oknum Kepala Desa dan bantuan aparat keamanan.
Dalam menjalankan aksinya, kelompok mafia akan mengutus salah seorang perwakilannya untuk mengklaim lahan yang menjadi target meraka, dengan bermodalkan surat desa dan backup dari aparat keamanan, oknum mafia tidak akan takut untuk membuat kegaduhan dengan masyarakat, kemudian masyarakat yang keberatan di suruh menggugat duluan, disini lah awal mulanya tanah masyarakat akan jatuh ke tangan mafia tersebut apabila si pemilik terpancing mengajukan gugatan lebih dahulu, karena yang namanya mafia sudah pasti memiliki relasi ke pengadilan untuk mengalahkan masyarakat.
Oleh karena itu, LBH Madina mengimbau kepada masyarakat agar tetap tenang dan waspada, jangan mau terpancing, dan jangan sampai ada tindakan pengancaman atau penganiayaan yang dapat merugikan diri sendiri. Jika itu hak masyarakat, maka pertahankan sekuat tenaga.
"LBH Madina Yustisia juga memperingatkan kepada Danramil Natal dan Kapolsek Natal, agar jangan sembarangan memberikan izin dan melakukan pengawalan aktifitas alat berat diatas tanah sengketa dimaksud, sehingga tidak terjadi benturan fisik. Tolong dipelajari dulu konfliknya seperti apa, itu konflik perdata urusannya ke Pengadilan. Jangan mau menjatuhkan marwah institusi, diseret oleh seseorang untuk berhadapan dengan masyarakat setempat hanya demi kepentingan pihak tertentu," tutup Ali.
(Mra/nusantaraterkini.co).