Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Akademisi Sebut Kebijakan Tarif Resiprokal Trump akan Untungkan ASEAN

Editor:  hendra
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Prof. Badri Munir Sukoco (Foto: dok Universitas Airlangga)

nusantaraterkini.co, JAKARTA - Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga Prof. Badri Munir Sukoco berpendapat, dampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat akan menguntungkan ASEAN.

Namun, jelas Badri, negara ASEAN yang lebih banyak diuntungkan pada kondisi saat ini adalah Vietnam.

Dalam hal ini, ujar dia, Indonesia belum mampu bersaing dan produk ekspornya baru seputar minyak, gas, dan CPO.

Baca Juga : Ibu Hamil Meninggal Gegara Tak Ada Dokter Anestesi, Ini Kata Legislator

Hal ini disampaikan Badri Munir terkait dengan Presiden AS Donal Trump menerapkan kebijakan tarif resiprokal sebagai upaya strategis AS dalam menciptakan keseimbangan tarif antarnegara.

Badri menyarankan, Indonesia harus serius memanfaatkan pasar domestik. "Indonesia punya pasar yang luar biasa besar," ujarnya, Jumat (18/4/2025).

Pasar alat kesehatan dan obat-obatan misalnya, tambah dia, harus mampu dipenuhi oleh produk dalam negeri.

Baca Juga : Jaga Kesehatan Anggota, Komisi III Usul Polri Rutin Merotasi Polantas

Menurut Badri, langkah menciptakan enterpreneur muda agar mampu menghasilkan sejumlah produk subtitusi barang-barang impor, merupakan langkah yang strategis.

Diharapkan, tegas Badri, kemandirian dalam menghasilkan produk dapat membuka lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan.

Masyarakat Tak Usah Panik

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Bertu Merlas menilai tambahan bea impor dari AS tidak memberikan dampak signifikan bagi pangsa pasar ekspor Indonesia.

Baca Juga : Bobon Santoso Gelar Mangan Banggal di Parapat, Ribuan Masyarakat Padati Lokasi

“Kalau untuk bea impor ke AS sebenarnya tidak terlalu signifikan dampaknya karena volume ekspor ke Amerika Serikat relatif tidak terlalu besar. Tapi yang kita kuatirkan sebenarnya adalah efek domino dari kebijakan tersebut atau sentimen negatifnya ke negara-negara lain,” ujar Bertu Merlas.

Dia menjelaskan perang tarif Trump membuat negara-negara lain melakukan langkah proteksi yang mengurangi pangsa pasar barang dunia. Situasi ini akan membuat pelambatan ekonomi dunia. Termasuk para investor yang menahan modal mereka dan mengalihkan ke safe haven asset alih-alih menanamkan modal mereka untuk usaha produktif.

“Apabila terjadi perlambatan ekonomi pada negara-negara yang menjadikan Amerika sebagai pangsa pasar maka negara-negara tersebut juga akan kurang membeli bahan baku. Indonesia adalah eksportir bahan baku terbanyak. Jadi kalau mereka kurang membeli bahan baku di Indonesia maka komoditas unggulan Indonesia akan turun. Ini yang berdampak pada Indonesia,” katanya.

Jika dilihat dari dinamikanya, kata Bertu saat ini telah terjadi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara saling membalas bea impor dari barang-barang yang masuk negara masing-masing. 

“Meskipun dalam fase awal perang dagang dua negara berdampak ke situasi dalam negeri masing-masing namun kedepannya bisa memberikan dampak ke negara lain termasuk Indonesia,” katanya.

Bertu mengungkapkan Indonesia harus cerdas dalam menempatkan posisi agar tidak terjebak dalam perang dagang Amerika Serikat dan China. Salah satu yang harus diwaspadai adalah jika China terpaksa stop ekspor mereka ke Amerika Serikat maka dipastikan ada penurunan permintaan bahan baku dari negara tirai bambu ke Indonesia. 

“Jika permintaan pembelian bahan baku menurun maka harga jual akan turun dan berdampak pada harga komoditas bahan baku,” katanya.

Legislator asal Dapil Sumsel II ini mendesak pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi termasuk melakukan deregulasi. Menurutnya Indonesia berpeluang menjadi tujuan investor yang keluar dari negara-negara lain seperti Vietnam, Bangladesh, hingga China. 

“Ada negara-negara yang mempunyai bea impor tinggi yang bisa membuat investor lari. Mereka bisa saja lari ke Indonesia jika kita mempunyai daya tawar lebih termasuk regulasi yang mendukung,” katanya.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunda pemberlakuan tarif selama 90 hari ke depan untuk 75 negara termasuk Indonesia. Langkah ini membuat sejumlah saham gabungan di sejumlah negara Asia mulai rebound.

"Kami menuliskannya dari hati. Saya pikir itu sudah ditulis dengan baik. Itu ditulis sebagai sesuatu yang menurut saya sangat positif bagi dunia dan bagi kami," ucap Trump. 

(cw1/nusantaraterkini.co)