nusantaraterkini.co, JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong dijerat tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula pada 2015.
Pria yang kerap disapa Tom Lembong itu langsung ditahan usai diumumkan sebagai tersangka.
Pantauan di lokasi, Tom Lembong tampak mengenakan rompi merah muda saat ditahan oleh Kejagung. Kedua tangannya diborgol. Tom tampak senyum saat hendak dibawa ke mobil tahanan.
Sembari berjalan Tom menjawab pertanyaan yang dilontarkan awak media terkait penetapan tersangka. Alih-alih menjawab, dia hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.
"Saya menyerahkan semua kepada Tuhan Yang Maha Kuasa," kata Tom saat hendak masuk ke mobil tahanan, Selasa (29/10/2024).
Tom akan ditahan di Rutan Kejari Jakarta Selatan untuk 20 hari pertama dalam proses penyidikan.
Dalam kasusnya, Tom dijerat bersama satu orang lainnya yakni TS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI 2015-2016. Pada 2015, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian, telah disimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak butuh impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Thomas Lembong selaku menteri diduga justru mengizinkan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan PT AP. Kemudian gula kristal mentah itu diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, yang boleh mengimpor gula kristal putih adalah BUMN, bukan perusahaan swasta. Izin itu dikeluarkan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Kemudian, TS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama T untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
"Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga adalah impor kristal putih langsung dan yang bisa itu adalah BUMN," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar.
Padahal, 8 perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah jadi kristal putih itu sebenarnya izin produksinya gula kristal rafinasi untuk industri makanan minuman dan farmasi.
Gula yang dijual oleh perusahaan tersebut harganya juga lebih tinggi dari HET saat itu yakni Rp 16 ribu. Seharusnya Rp 13 ribu.
"Dari pengadaan dan penjualan fee dari 8 perusahaan sebesar Rp 105 per kg. Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula tak sesuai UU berlaku negara dirugikan sebesar Rp 400 M," pungkasnya dikutip kumparan.
(Dra/nusantaraterkini.co).