Nusantaraterkini.co, SAMOSIR - Status Geopark Kadera Toba yang diperjuangkan lebih dari satu dekade, kini keanggotaanya terancam dicabut karena kelalaian dan ketidak pedulian pemerintah dan pemangku kepentingan.
Sejak Geopark mendapatkan kartu kuning pada tahun 2023, hingga kini statusnya terancam dicabut oleh UNESCO Global Geopark (UGG), belum ada terlihat pembenahan tata kelola secara menyeluruh yang diduga akibat pembalakaan kawasan hutan di Pulau Samosir masih terjadi.
Dugaan pembalakaan kawasan Hutan di Pulau Samosir merupakan sinyal bahaya bagi keberlanjutan ekologis, konservasi, geologi, kearifan lokal dan warisan bumi terancam.
Bencana bukan kehendak alam semesta, bencana terjadi akibat akumulasi pengabaian dan pengerusakan, jika hutan terus di babat tanpa ada pembenahan maka bencana tinggal menunggu waktu.
Baca Juga: DPR Sebut Pencabutan Status Geopark Toba Berdampak Buruk terhadap Pariwisata
Pantauan udara melalui kamera drone pada Jumat (30/5/2025) menunjukkan jelas aktivitas pembalakan di kawasan perbukitan Pulau Samosir, tepatnya di wilayah Kelompok Tani Hutan (KTH) Dosroha, Desa Simbolon Purba, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir.
Diduga kuat, aktivitas ini berlangsung di atas lahan Hutan Lindung seluas kurang lebih 469 hektar yang dikelola oleh KTH Dosroha di bawah skema Hutan Kemasyarakatan (HKM), yang telah disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), wilayah kerja KPH 13 Dolok Sanggul.
Namun di balik izin yang diberikan atas nama pemberdayaan masyarakat, realitas di lapangan memperlihatkan wajah lain eksploitasi berkedok legalitas yang menghancurkan ekologis.
Menurut sumber terpercaya, kegiatan penebangan di lokasi tersebut bukan hanya sporadis, melainkan berlangsung secara masif dan sistematis. Hutan yang seharusnya menjadi benteng ekologis Danau Toba kini malah terancam gundul.
Keadaan Geopark Kaldera Toba menjadi perhatian dari Komisi VII DPR RI. Anggota DPR, Bane Raja Manalu, beberapa waktu lalu memperingatkan bahwa status Geopark Kaldera Toba di UNESCO sedang berada dalam ancaman pencabutan.
Menurutnya, sejak September 2023, UNESCO telah mengeluarkan “kartu kuning” dan memberi waktu dua tahun untuk pembenahan tata kelola.
“Jangan sampai status Toba di UNESCO Global Geopark dicabut. Nanti menyesal,” ujar Bane dalam keterangannya, Rabu (14/5/2025).
Namun peringatan itu seakan akan berlalu begitu saja, bukannya melakukan perbaikan tata kelola dan pengetatan pengawasan, kondisi lingkungan di sekitar Danau Toba sedang tidak baik-baik saja pembalakan liar terus terjadi.
Baca Juga: Status UNESCO Global Geopark Danau Toba Terancam Dicabut, Pemerintah Didesak Bergerak Cepat
Status geopark tidak akan dapat dipertahankan, jika hutan yang menopang keberlanjutannya justru ditebangi dengan alasan pemberdayaan.
Pembangunan tidak harus mengorbankan keberlanjutan, Geopark Kaldera Toba bukan hanya sebatas objek wisata melainkan ekologis yang harus di lindungi dan dilestarikan sebagai warisan bumi.
Kepala UPT KPH XIII Doloksanggul, Esra Sardina Sinaga, dikonfirmasi terkait ancaman pencabutan status Danau Toba sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark malah terkesan buang badan.
Pertanyaan yang diajukan menyangkut bagaimana KPH XIII menanggapi fakta bahwa kerusakan hutan masih terus berlangsung, sementara lembaga dinilai tidak mengambil sikap tegas.
"Kami tidak bisa mengukur kenapa ancaman penurunan status Danau Toba dari Global Geopark. Banyak parameter yang dijadikan ukuran. Kerusakan hutan yang bagaimana tentu dianalisa secara keseluruhan untuk memperoleh kesimpulan. Jadi kami tidak bisa menjawab ukuran yang saudara maksudkan," ujarnya.
Sementara ketika ditanya apakah KPH XIII merasa bertanggung jawab atas situasi ini, atau justru menilai hal tersebut di luar tanggung jawab lembaga, Sardina menjawab kalau ada perbuatan pengrusakan hutan akan ditindak lanjuti.
(JAS/Nusantaraterkini.co)