Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pencabutan Moratorium Pengiriman PMI ke Arab Saudi, Komisi IX Minta Dilakukan Evaluasi Menyeluruh

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Redaksi
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Anggota Komisi IX DPR PKS Netty Prasetiyani. (Foto: dok FPKS)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Pencabutan moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi dengan kuota 600 ribu pekerja mendapat sorotan dari Anggota Komisi IX DPR PKS Netty Prasetiyani.

"Kebijakan ini harus diawali dengan evaluasi menyeluruh terkait kesiapan sistem perlindungan bagi PMI. Saat ini, masih banyak permasalahan yang belum terselesaikan dalam mekanisme penempatan pekerja migran, termasuk belum adanya evaluasi terhadap Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK)," ucapnya, Kamis (27/3/2025).

Selain itu, hingga saat ini belum pernah ada rapat resmi antara DPR dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) untuk membahas kesiapan dan mitigasi risiko dari pencabutan moratorium ini.

"Kita harus memastikan pekerja mendapatkan hak-hak mereka secara penuh dan bekerja dalam kondisi yang aman serta layak. Jangan sampai pencabutan moratorium ini justru membuka kembali celah eksploitasi, keterlambatan gaji, hingga kasus kekerasan yang pernah terjadi sebelumnya," tegasnya.

Baca Juga: Komisi IX Dorong Rencana Pencabutan Moratorium PMI ke Saudi Dikaji Ulang

Terlebih, lanjut dia, banyak PMI yang mengalami berbagai bentuk kekerasan di Arab Saudi pada masa lalu, seperti penyiksaan fisik dan psikologis, pemerkosaan, kekerasan seksual, berganti majikan, bekerja pada lebih dari satu keluarga dan sebagainya.

"Pemerintah harus memastikan adanya perjanjian bilateral yang kuat dengan Arab Saudi, sistem pengawasan yang ketat, serta mekanisme penanganan masalah yang cepat dan efektif," jelasnya.

Ia menekankan, jangan sampai kejadian lama terulang kembali. Jika ada potensi risiko tinggi bagi pekerja, maka tidak perlu buru-buru mencabut moratorium hingga sistem perlindungan benar-benar siap.

Tak Boleh Gegabah

Terpisah, Koordinator Bantuan Hukum Migrant CARE Nurharsono mengatakan, keputusan ini harus didasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola perlindungan pekerja. Tujuannya agar PMI tidak kembali terjerumus dalam eksploitasi dan praktik perbudakan modern.

Baca Juga: RUU P2MI Diharapkan Perketat Regulasi-Sanksi Agen TKI Ilegal

"Jika hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi tanpa memperbaiki sistem perlindungan, pencabutan moratorium justru berisiko membuka kembali pintu bagi pelanggaran hak asasi pekerja migran Indonesia," katanya.

Nurharsono mengungkapkan, fakta di lapangan menunjukkan meskipun moratorium telah berlangsung hampir satu dekade, praktik penempatan ilegal masih marak terjadi. Namun, akar permasalahannya bukan pada moratorium itu sendiri, melainkan lemahnya pengawasan, penegakan hukum, dan diplomasi Indonesia dalam melindungi pekerja migran.

Bahkan, ada dugaan pembiaran terhadap jalur ilegal karena adanya pihak-pihak yang diuntungkan dari praktik tersebut. Karena itu, Nurharsono menegaskan pencabutan moratorium tidak boleh dilakukan secara gegabah. Pemerintah harus memastikan adanya sistem perlindungan yang kuat sebelum kembali mengirimkan PMI ke Arab Saudi.

Reformasi perlindungan harus dimulai dari evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola penempatan pekerja, penghapusan sistem kafala, serta kesepakatan bilateral antara Indonesia dan Arab Saudi yang mengatur hak-hak pekerja secara jelas, termasuk upah layak, hak cuti, jaminan sosial, dan perlindungan hukum.

"Selain itu, sistem penempatan harus diformalkan melalui skema Government to Government (G to G) agar lebih terkontrol dan diawasi dengan ketat," paparnya.

Jika pemerintah tetap memprioritaskan kepentingan ekonomi tanpa menjamin perlindungan pekerja, pencabutan moratorium ini justru bisa membuka kembali pintu bagi eksploitasi PMI di luar negeri.

"Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, kebijakan ini justru bisa menciptakan tragedi baru bagi para pekerja migran Indonesia," pesannya.

Untuk diketahui, Pemerintah berencana mencabut moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Pemerintah mengklaim kebijakan ini dapat menghasilkan remitansi sekitar Rp 31 triliun.

Direncanakan, moratorium yang telah berlaku selama 10 tahun ini akan dibuka dengan target pengiriman 600 ribu PMI. Sebanyak 400 ribu di antaranya pekerja informal, termasuk pekerja rumah tangga, sementara 200 ribu lainnya merupakan pekerja formal.

(cw1/nusantaraterkini.co)