Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pakar Sebut Kebijakan Kenaikan Gaji Hakim Tak Cukup Hilangkan Akar Mafia Peradilan yang Sistematik

Editor:  hendra
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Abdul Fickar Hadjar (Foto: dok.Jaksapedia)

nusantaraterkini.co, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto mengatakan akan menaikkan gaji hakim karena peran penting hakim sebagai benteng terakhir keadilan.

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, kebijakan tersebut tidak akan cukup untuk menghilangkan akar permasalahan mafia peradilan yang bersifat sistemik.

“Mafia peradilan itu bersifat sistemik, melekat pada sistem itu sendiri. Hakim itu sangat berkuasa, karena semua pihak yang berperkara menggantungkan nasibnya kepada mereka. Relasi antara hakim dan pihak yang berperkara tidak seimbang, dan dalam praktiknya, ini membuka celah untuk penyalahgunaan kekuasaan,” katanya, Jumat (13/6/2025).

Ia mencontohkan, dalam praktik di lapangan, lama atau cepatnya proses sidang kerap bergantung pada adanya kedekatan antara pihak berperkara dengan hakim.

Menurutnya, fenomena ini menjadi bukti lemahnya sistem pengawasan yang ada pada Komisi Yudisial (KY) sebagai pengawas hakim yang dinilainya masih terlalu formal dan terbatas dalam pendekatan.

“KY itu terlalu formal. Kalau pendekatannya tidak diperluas, akan sulit menemukan hakim yang bermain suap. KY seharusnya bekerja sama dengan pencari keadilan, ikut mengawasi hakim dalam proses peradilan,” ujarnya.

Meski begitu, Fickar mengapresiasi langkah pemerintah dalam menaikkan gaji hakim sebagai bentuk pencegahan.

“Kenaikan gaji itu mungkin bisa sedikit meredam sifat serakah. Tapi manusia itu diberi sedikit habis, diberi banyak pun kadang tidak cukup. Jadi tidak cukup hanya dengan gaji besar, tetap harus ada pengawasan dari masyarakat,” tegasnya.

Ia menambahkan, praktik suap dan jual beli perkara masih banyak terjadi, terutama dalam perkara perdata yang minim sorotan publik.

“Kalau pidana kan begitu viral, baru takut. Tapi kalau perdata? Masih banyak ruang untuk main belakang,” sambungnya.

Oleh sebab itu menurut Fickar, upaya menaikkan gaji harus dibarengi dengan penguatan pengawasan publik dan reformasi sistemik dalam peradilan.

Motivasi Hakim Jaga Integritas

Sedangkan, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila) Sigit Krisbianto menilai kebijakan Presiden Prabowo menaikkan gaji hakim sebagai langkah strategis yang telah melalui kajian mendalam, baik dari sisi kemanfaatan maupun implikasinya bagi dunia peradilan.

Langkah ini tidak hanya dimaknai sebagai bentuk penghargaan terhadap profesi hakim, tetapi juga sebagai dorongan halus agar para penegak hukum itu bekerja secara profesional, berintegritas, dan independen.

“Dengan kenaikan gaji yang cukup besar ini, tentu diharapkan para hakim bisa menghindari praktik korupsi dan tidak mudah diintervensi oleh pihak-pihak tertentu,” kata Sigit Krisbintoro.

Menurutnya, kebijakan tersebut bisa menjadi tekanan sosial sekaligus motivasi bagi para hakim agar menjaga integritas mereka.

Jika masih ada oknum hakim yang melakukan pelanggaran etik, publik dipastikan akan memberikan sorotan tajam.

“Kenaikan gaji ini seharusnya menjadi pemicu bagi hakim untuk memperbaiki kualitas kinerja mereka. Apalagi, dengan tunjangan yang memadai, tak ada lagi alasan untuk tidak independen dan profesional,” tambahnya.

Kebijakan ini juga diyakini sebagai bagian dari upaya reformasi di tubuh lembaga peradilan, yang selama ini kerap menjadi sorotan publik karena isu integritas dan intervensi.

Semoga dengan langkah ini, kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia dapat meningkat, dan para hakim semakin mampu menjalankan tugasnya secara adil dan bijaksana.

Jangan Lagi Korupsi

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengumumkan kenaikan gaji bagi para hakim di seluruh Indonesia. Dia meminta agar tidak ada lagi hakim yang terjerat kasus korupsi.

Menurut Hasbi, kenaikan gaji hakim merupakan bentuk penguatan institusi peradilan agar semakin independen dan profesional. Kebaijakan itu juga menjadi bukti perhatian Presiden Prabowo terhadap para hakim dan penegakkan hukum di Indonesia.

"Sudah saatnya para hakim mendapatkan kesejahteraan yang layak agar bisa menjalankan tugasnya dengan integritas tinggi, tanpa tergoda oleh rayuan uang dan kepentingan," ujar Hasbi.

Namun demikian, Hasbi juga memberikan peringatan keras kepada para hakim agar tidak lagi terlibat dalam praktik-praktik korupsi. Ia menegaskan bahwa kenaikan gaji ini harus diiringi dengan peningkatan moralitas dan komitmen terhadap penegakan hukum yang bersih.

"Kita tidak ingin lagi melihat ada hakim yang duduk di kursi pesakitan karena menyalahgunakan kewenangannya. Kenaikan gaji ini harus menjadi momentum bagi Mahkamah Agung dan seluruh jajaran peradilan untuk bersih-bersih secara total," katanya.

Legislator Dapil Jakarta itu menyinggung beberapa kasus yang mencoreng citra lembaga peradilan, termasuk kasus suap yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2022 terkait jual beli perkara di Mahkamah Agung. Selain itu, juga ada kasus Hakim Yaya Setya Rachman dan Hakim Gazalba Saleh, yang diduga menerima suap untuk memengaruhi putusan perkara.

Ada juga empat hakim yang terjerat kasus suap pengaturan putusan lepas (onslag) dalam perkara korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keempatnya adalah mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta tiga anggota majelis hakim, yaitu Djuyamto sebagai ketua majelis, Agam Syarief Baharuddin sebagai anggota, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc.

“Kasus-kasus itu menjadi catatan kelam. Jangan sampai hal ini terulang lagi. Apalagi sekarang negara sudah menunjukkan niat baik dengan menaikkan gaji mereka,” tegasnya.

Ia menambahkan, DPR melalui Komisi III akan terus melakukan fungsi pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum, termasuk para hakim, demi menjaga marwah keadilan di Indonesia.

"Rakyat menuntut keadilan, bukan permainan hukum. Hakim adalah wakil Tuhan di dunia. Jangan khianati amanah itu," pungkas bekas anggota DPRD Jakarta itu.

Pengakuan Konstitusional

Terpisah, Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait kenaikan gaji hakim. SHI menganggap keputusan Prabowo adalah pengakuan konstitusional atas hak yang selama ini tertunda.

"Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menyambut baik dan menghargai keputusan strategis ini," ujar Juru Bicara SHI, Catur Alfath Satriya.

"Bagi kami, keputusan ini bukan hadiah, melainkan pengakuan konstitusional atas hak yang selama ini tertunda," imbuhnya.

Catur kemudian mengingatkan para hakim meninggalkan praktik korupsi. Dia juga meminta hakim seluruh Indonesia tidak menerima gratifikasi apa pun.

"Bersamaan dengan momentum bersejarah ini, Solidaritas Hakim Indonesia menyerukan kepada seluruh hakim di Indonesia untuk meninggalkan seluruh praktik yang korup, menolak gratifikasi dan intervensi, serta meneguhkan integritas sebagai harga mati. Kami menyadari, marwah lembaga peradilan tidak hanya dibangun oleh negara, tetapi juga dijaga oleh pilihan moral setiap hakim yang mengemban amanah," ucapnya.

SHI juga mendorong agar para hakim menjadi pengawas bagi diri sendiri dan sesama rekannya. SHI berharap keputusan Presiden tidak dinodai dengan praktik-praktik yang mencederai kepercayaan rakyat.

"Kami tetap akan berdiri sebagai hakim yang bersih, berani, dan berpihak pada kebenaran. Hari ini Presiden menjawab. Tapi besok, kami tetap menjaga untuk rakyat, untuk keadilan, untuk Indonesia," ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan gaji hakim. Kenaikan ini demi mewujudkan kesejahteraan hakim.

Kenaikan gaji itu diumumkan Prabowo saat sambutan di acara pengukuhan 1.451 hakim di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat.

"Saya Prabowo Subianto Presiden RI ke-8 hari ini mengumumkan bahwa gaji-gaji hakim akan dinaikkan demi kesejahteraan para hakim," kata Prabowo. 

(cw1/nusantaraterkini.co).