Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Marak Kasus Penipuan, Program Makan Bergizi Gratis Bisa jadi Skandal Korupsi

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Ilustrasi siswa menunjukkan makan bergizi gratis (Foto: dok kompasiana)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Maraknya kasus penipuan atas nama Program Makan Bergizi Gratis (PMBG) yang dialami oleh pelaku usaha di wilayah Jawa Timur memicu keprihatinan banyak kalangan.

Center of Economic and Law Studies (Celios) mewanti-wanti program andalan Presiden Prabowo Subianto, yakni program makan bergizi gratis berpotensi menjadi skandal korupsi terbesar.

Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menyebut ini bakal terjadi andai Prabowo kukuh dengan skema penyaluran makan gratis yang bersifat sentralistis. Apalagi, skema tersebut melibatkan banyak pihak yang berpotensi membuat anggaran bocor lebih besar.

"Justru menjadi bancakan baru, potensi korupsi, bahkan bisa menjadi skandal korupsi yang sangat besar, seperti yang terjadi di Tiongkok berkaitan dengan makan siang untuk anak sekolah," ungkapnya, Selasa (31/12/2024).

"Kami simulasikan beberapa aspek potensi inefisiensi dan kita melihat ada potensi korupsi sebesar Rp8,52 triliun pada tahun depan (2025) dari total anggaran Rp71 triliun, apabila skema sentralistis itu dilaksanakan oleh pemerintah," jelasnya.

Menurut Wahyudi, pendanaan program makan bergizi gratis seharusnya ditransfer langsung dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke sekolah-sekolah di daerah. Ia menekankan penyaluran anggaran makan bergizi gratis yang kemudian langsung dikelola sekolah bakal lebih efisien.

Wahyudi juga membandingkan empat aspek utama dari skema sentralisasi dan desentralisasi makan gratis. Pertama, total risiko korupsi yang lebih rendah jika disalurkan langsung ke sekolah, yakni sebesar Rp1,77 triliun di 2025.

Kedua, persentase risiko korupsi yang bisa mencapai 12 persen andai pemerintah tetap melaksanakan program ini secara terpusat. Sedangkan skema desentralisasi memiliki potensi korupsi 2,5 persen.

"Menurut kami, desentralistik itu way better, jauh lebih baik dibandingkan sentralistik. Total risiko korupsinya jauh lebih kecil," tegasnya.

Aspek ketiga adalah fokus distribusi, di mana skema terpusat diklaim bakal lebih mengutamakan vendor besar dan dapur umum alias satuan unit pelayanan. Sementara itu, cara desentralisasi bisa melibatkan sekolah, UMKM, dan pihak-pihak lokal.

Keempat, Wahyudi membandingkan efisiensi pengawasan makan gratis dari dua skema tersebut. Ia menegaskan efisiensi pengawasan skema sentralistik lebih rendah ketimbang desentralistik.

Oknum Cari Keuntungan

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Zainul Munasichin Zainul mengatakan, pelaksanaan PMBG ini sudah disiapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dari hulu ke hilir. Mulai dari proses memasak, pengemasan hingga transportasi menuju ke sekolah semuah ditangani oleh BGN.

“Jadi tidak dibenarkan ada pungutan atas nama apapun pada pelaksanaan ini,” katanya.

Dia mengaku menerima beberapa aduan masyarakat yang menyampaikan ada oknum yang meminta dana jika ada yang ingin terlibat dalam pelaksanaan MBG ini. Termasuk adanya pungutan liar jika ada masyarakat yang ingin terlibat dalam 5.000 dapur makan yang diharapkan akan dilakukan pada tahun 2025.

"Ini tidak benar. Semua gratis. Jangan mudah percaya,” tegasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan ada banyak oknum yang mencari keuntungan dari pelaksanaan PMBG. Apalagi anggaran dari negara untuk PMBG ini tergolong besar yakni mencapai Rp70 triliun per tahun.

"Pada program pemerintah, selalu ada moral hazard atau orang-orang yang selalu mencari keuntungan,” katanya.

Menurutnya ada beberapa celah yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan dari PMBG. Di antaranya proses penyediaan bahan baku makanan untuk PMBG yang disepakati dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Koperasi melalui proses e-Katalog.

“Masalahnya tidak semua BUMDes dan Koperasi mempunyai kemampuan mengakses dan memenuhi syarat untuk lelang online sehingga membuka ruang bagi korporasi untuk masuk. Ini yang harus diwaspadai,” katanya.

Zainul menegaskan PMBG harus menjadi katalisator bangkitnya perekonomian masyarakat. Maka peran BUMDes dan Koperasi dalam penyediaan bahan baku tidak boleh digeser oleh pihak korporasi.

“Jadi memang BUMDes dan Koperasi harus mampu meningkatkan kemampuan dalam mengikuti lelang online. Selain itu mereka juga harus mampu bekerja sama dengan petani, peternak, hingga nelayan lokal untuk menyediakan bahan baku PMBG yang bermutu,” pungkasnya.

Untuk diketahui sejumlah pengusaha katerin di Jawa Timur mengaku tertipu puluhan juta rupiah karena dijanjikan terlibat dalam Program Makan Bergizi Gratis. Mereka tertarik terlibat dalam penyediaan PMBG bagi anak-anak sekolah di wilayah masing-masing. Selain itu muncul dugaan PMBG digunakan sebagai ajang pungutan liar (Pungli) oleh oknum penyelenggara sekolah dengan dalih pembelian peralatan makan.

(cw1/Nusantaraterkini.co)