Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

System Aplikasi 'PARSA' Sering Down, Formappi: DPR Terkesan Hanya Kejar Proyek

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Peneliti Formappi Lucius Karus. (Foto: dok FB Formappi)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Peneliti Formappi Lucius Karus mengaku kecewa dengan aplikasi PARSA (Parliament Smart Assistant), sebuah asisten virtual berbasis kecerdasan buatan (AI) yang belum lama ini diluncurkan oleh Kesekjenan DPR RI untuk bisa melihat apa isi dari website yang ada di dalam portal wakil rakyat itu.

Hal ini disampaikan Lucius terkait dengan seringnya situs website DPR sering down system dan susah diakses oleh publik seperti salah satunya akses bagi publik untuk melihat perkembangan atau update mengenai revisi KUAHP yang baru sedang dikebut oleh Komisi III DPR untuk diselesaikan tahun ini.

"Setelah beberapa kali mencoba berinteraksi dengan PARSA, saya menyimpulkan, satu-satunya informasi yang dimiliki oleh PARSA adalah soal adanya website DPR. Itupun PARSA nampaknya hanya tahu nama websitenya saja, bukan isi atau informasi yang ada di website tersebut," katanya, Senin (21/7/2025).

BACA JUGA: Dugaan Korupsi Chromebook Rp 9,9 T, Kejagung Didukung Periksa Nadiem Makarim dan Nimrod Sitorus

Ia berpendapat, sebagai sebuah media informasi, tak ada yang bisa dibantu oleh PARSA ini.

"Aneh juga, kenapa DPR nekad menampilkan sesuatu yang ujung-ujungnya hanya memantik kritik? Saya menduga, ada semacam obsesi dari DPR untuk memperlihatkan bahwa mereka lembaga modern. Jargon DPR modern sering sekali diucapkan," ujarnya.

Oleh karena itu mereka asal coba teknologi informasi yang bisa membuktikan bahwa DPR modern itu bukan cuma mimpi.

"Jadi PARSA ini adalah mimpi yang coba diwujudkan DPR agar terlihat modern, walau tak didukung dengan informasi yang cepat dan aktual serta komprehensif. Jadi tools seperti PARSA ini cuma demi pencitraan saja, biar terkesan maju. DPR nampak tak peduli dengan cita-cita untuk memastikan informasi publik tersaji melalui aplikasi-aplikasi tersebut," terangnya.

"Atau jangan-jangan bukan kepentingan menghadirkan informasi yang jadi motivasi DPR membangun PARSA, tetapi justru sekedar mengejar proyek dan cuan saja," sambung Lucius.

Lebih lanjut Lucius menilai, aplikasi informasi tentu saja sebuah kebutuhan, apalagi bagi DPR. Akan tetapi nafsu melahirkan aplikasi saja tidak cukup. DPR punya tugas untuk terlebih dahulu memastikan adanya informasi, sekaligus mendokumentasikan informasi secara cepat, aktual dan tertata.

"Percuma ada aplikasi, tetapi tidak ada informasi. Percuma ada aplikasi tapi kalau DPR tak pernah konsisten mendokumentasikan informasi dan data untuk disajikan secara cepat berbasis daring. Dan saya kira kelemahan utama DPR dari dulu ada pada soal ketersediaan informasi dan pendokumentasian yang lengkap atas informasi-informasi sehingga bisa dipublish," tegasnya.

Ditambahkan Lucius, informasi terkait Laporan Singkat rapat yang seharusnya dengan mudah bisa diupload setiap selesai rapat, justru kebanyakan tak melakukannya di Komisi dan Badan.

BACA JUGA: Laman Web CCTV Pelintas dan Situs Pemko Kota Pematangsiantar Diserang, Ini Penuturan Kadiskominfo

"Jadi jargon doang mau jadi DPR modern tetapi mental kerja DPR masih kuno sekali atau minimal tidak mampu menjawab tuntutan modernisasi terkait informasi yang cepat dan akurat. Bahkan semangat DPR untuk terbuka kepada publik juga patut dipertanyakan atas terbatasnya informasi dan juga lambannya memproses informasi lembaga untuk disampaikan ke publik. Jadi mau berapapun aplikasi dibuat, kalau informasinya tak tersedia, tak dibuat, tak didokumentasikan, tidak dikelola, ya aplikasi-aplikasi seperti Parsa ini akan.mubazir," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan pihaknya terbuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Ia menegaskan seluruh agenda pembahsan RUU KUHAP dapat diakses langsung masyarakat melalui website dpr.go.id.

Habiburokhman mengklaim pasal-pasal dalam naskah RUU KUHAP yang telah dibahas di Komisi III bersama pemerintah merupakan hasil penyerapan aspirasi masyarakat. Proses pembahasannya pun telah dilaksanakan secara terbuka dan disiarkan secara langsung melalui kanal media milik DPR RI.

“Tidak benar jika ada berita yang memberitakan bahwa draft RUU KUHAP itu hilang, saya tegaskan seluruh dokumen KUHAP sangat lengkap bahkan setelah ada rapat kami langsung update,” ungkapnya.

(cw1/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan