Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pemerintah Didesak Pangkas Birokrasi Industri Sawit, APPKSI: Penyumbang Devisa Terbesar Harus Dilindungi

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Redaksi
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Ilustrasi. (Foto: istockphoto)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Pemerintah Indonesia diminta memangkas jalur birokrasi yang menyulitkan perusahaan perkebunan sawit dan petani sawit, serta menggunakan dana pemasukan dari industri sawit untuk hal-hal yang bermanfaat.

Permintaan ini disampaikan Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) yang menilai pemerintah terkesan hanya mau mendapatkan pemasukan dari industri sawit.

Pemerintah pun terkesan abai memberikan pelayanan yang mudah dan kerap mempersulit stakeholder industri sawit seperti perusahaan perkebunan dan petani sawit plasma dan mandiri.

Padahal, menurut Anggota Dewan Penasihat APKKSI, Teguh Santosa, pendapatan yang diperoleh negara dari industri sawit cukup besar.

"Industri penyumbang devisa terbesar harus dilindungi, jangan malah dipersulit. Kasihan mereka sudah kerja keras," kata Teguh dikutip dari RMOL, Minggu (7/7/2024).

Teguh membandingkan sikap pemerintah Indonesia dengan negara tetangga Malaysia dalam memperlakukan industri sawit.

Menurutnya, Malaysia sangat memperhatikan kepentingan stakeholder industri sawit melalui Malaysian Palm Oil Board (MPOB), dan kementerian yang memiliki tanggung jawab terhadap industri sawit.

"Patut dicatat, MPOB berhasil dalam melindungi keberlangsungan industri sawit di Malaysia, mulai dari pengembangan dan penelitian bibit sawit, serta penyakit-penyakit pada pohon sawit, hingga memotong mata rantai birokrasi industri sawit yang lebih mudah bagi perusahaan perkebunan sawit dan petani sawit di Malaysia," jelasnya.

Selain itu, lanjut Teguh, hasil pemasukan dari industri sawit di Malaysia juga benar-benar dirasakan masyarakat Malaysia dan stake holder sawit. Seperti pembangunan infrastruktur jalan di areal perkebunan sawit, serta sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan di areal perkebunan.

Hal tersebut berbeda dengan yang dialami perusahaan sawit dan petani sawit di Indonesia. Di mana, terdapat birokrasi yang sangat panjang dan merugikan perusahaan  perkebunan sawit dan petani. Bahkan, perusahaan sawit dan petani dalam membangun industri sawit harus berurusan dengan 31 institusi kementerian dan lembaga negara.

Apalagi, hal itu juga berbeda dengan usaha industri pertambangan yang sangat mudah birokrasinya.

Padahal, industri pertambangan tidak terlalu besar dampaknya bagi kemajuan ekonomi di sekitar daerah pertambangan, dan di masa depan lingkungan menjadi rusak dan butuh untuk di reboisasi, reklamasi serta diperbaiki dengan biaya yang cukup besar.

"Banyak petani sawit dan perusahaan perkebunan mengeluh akibat birokrasi yang panjang di sektor industri sawit. Banyak petani sawit dan perkebunan sawit seperti di Sumatera Utara juga mengadu pada APPKSI," tutur Teguh.

Oleh karena itu APPKSI meminta pemerintah Indonesia memangkas jalur birokrasi yang menyulitkan perusahaan perkebunan sawit dan petani sawit, serta menggunakan dana pemasukan dari industri sawit untuk pengembangan penelitian sawit, pembangunan infrastruktur dan sarana serta prasarana pendidikan dan kesehatan di area perkebunan sawit.

(zie/Nusantaraterkini.co)