Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung membutuhkan anggaran yang memadai untuk menjalankan peran dan fungsinya secara optimal di tengah-tengah masyarakat.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama Kapolri dan Jaksa Agung, di Gedung DPR RI, Senin (7/7/2025).
Baca Juga: Soal Penggeledahan Kantor Dinas PUPR Madina, Begini Respons Bupati Saipullah Nasution
Asisten Utama Kapolri bidang Perencanaan dan Anggaran (Astamarena) Polri, Irjen Wahyu Hadiningrat, mengatakan kebutuhan anggaran Polri tahun 2026 sebesar Rp173,4 triliun. Tapi pagu indikatif anggaran Polri tahun 2025 hanya 109,6 triliun. Polri membutuhkan tambahan anggaran tahun 2026 sebesar Rp63,7 triliun.
Wahyu menjelaskan realisasi anggaran Polri 2024 sebesar Rp136,5 triliun atau 90 persen dari pagu anggaran Rp140 triliun. Alokasi anggaran tahun 2025 mencapai Rp126,6 triliun, dengan tambahan Rp15,5 triliun sehingga totalnya menjadi Rp142,1 triliun. Untuk tahun anggaran 2026 Polri telah mengusulkan sebesar Rp109,6 triliun, berkurang 16,9 triliun dari pagu alokasi anggaran 2025 sebesar Rp126,6 triliun.
Anggaran Polri tahun 2026 dibutuhkan antara lain untuk menjalankan program profesionalisme SDM Polri Rp1,9 triliun, penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Rp3,5 triliun, modernisasi almatsus dan sarana prasarana polri Rp17,7 triliun. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat Rp14,7 triliun dan dukungan manajemen Rp71,6 triliun.
Menurut Wahyu, dukungan anggaran salah satu faktor penting dalam pemenuhan alokasi kebutuhan operasional dan sumber daya untuk mengoptimalkan perencanaan dan tujuan yang disusun organisasi.
“Tapi pagu indikatif Polri tahun 2026 di bawah anggaran yang diusulkan Polri sehingga dikhawatirkan dapat berdampak terhadap keterbatasan pelaksanaan program dan kegiatan mencapai sasaran prioritas Polri tahun anggaran 2026,” katanya dalam rapat kerja di Komisi III DPR, mengutip hukumonline.com.
Dibandingkan anggaran Polri 2025, belanja operasional pada pagu indikatif tahun anggaran 2026 terjadi penurunan sekitar Rp3,5 triliun atau dari Rp12,2 triliun turun jadi Rp8,7 triliun. Kondisi yang diterima Polri berdampak pada penurunan anggaran listrik, perlengkapan perorangan, bahan bakar minyak dan pelumas berkurang 71,21 persen.
Setidaknya ada 6 pertimbangan Polri menyusun usulan kebutuhan anggaran tahun 2026. Pertama, perkembangan lingkungan strategis global, regional, nasional, termasuk perkembangan teknologi informasi dan siber yang berdampak pada situasi keamanan dalam negeri.
Kedua, peningkatan kegiatan harkamtibmas dan penegakan hukum dalam rangka mendukung program asta cita. Ketiga, peningkatan kualitas pelaksanaan tugas melalui pengembangan almatsus fasilitas konstruksi Polri, dan pelayanan publik kepolisian.
Keempat, tingginya kejahatan konvensional dan transnasional serta pelanggaran hukum di wilayah laut dan perbatasan NKRI terutama jalur rawan TPPO/penyelundupan, tindak pidana narkotika, pos lintas batas negara dan lokasi prioritas.
Kelima, peningkatan kualitas sumber daya manusia Polri melalui pendidikan dan latihan dalam meningkatkan kemampuan agar semakin adaptif, cerdas, dan berintegritas. Keenam, pengembangan pembangunan Polda Papua Tengah dan Papua Barat Daya serta satuan kerja baru di lingkungan Polri.
Baca Juga: PSK di IKN Gunakan Warung Kopi Sebagai Lokasi Prostitusi
Sementara, dalam rapat yang sama, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), R.Narendra Jatna, memaparkan rencana strategis Kejaksaan 2025-2029. Antara lain meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan melalui penegakan hukum berkeadilan dan humanis.
Pagu indikatif Kejaksaan Agung tahun anggaran 2026 sebesar Rp8,9 triliun, mengalami penurunan Rp15,3 triliun dibandingkan pagu anggaran 2025 sebesar Rp24,2 triliun. Narendra mengingatkan penurunan anggaran secara signifikan ini harus menjadi perhatian serius mengingat beban kerja penegakan hukum, operasional, dan target yang meningkat.
“Dikhawatirkan akan mempengaruhi tugas dan fungsi kejaksaan secara optimal tahun 2026,” ujarnya.
Pagu anggaran indikatif dinilai belum memenuhi kebutuhan riil Kejaksaan Agung RI yang telah diajukan sebesar Rp27,4 triliun. Terjadi defisit Rp18,3 triliun atau 67,4 persen. Program penegakan hukum Rp1,84 triliun dari kebutuhan Rp2,1 triliun. Penurunan drastis ini berdampak signifikan terhadap kejaksaan. Hal ini bertolak belakang dengan peran kejaksaan untuk sistem penuntutan dan Advocaat Generaal sebagaimana tertulis dalam RPJMN.
Selain itu penuntutan perkara pidana umum dan khusus juga berpotensi terhambat akibat pengurangan anggaran. Dapat menggerus kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, menghambat pencapaian asta cita ketujuh tentang pemberantasan korupsi.
“Jika ini tidak ditangani akan berpotensi menghambat penegakan hukum dan kerja kejaksaan tahun 2026,” imbuhnya.
(*/fer/nusantaraterkini.co)