Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Ekonomi Sulit Alasan Warga Beternak Babi di Medan Tembung

Editor:  Feriansyah Nasution
Reporter: Junaidin Zai
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Potret kandang Babi milik warga di Lingkungan VII, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Kamis (28/8/2025). (Foto: Junaidin Zai/Nusantaraterkini.co)

Nusantaraterkini.co, MEDAN – Sejumlah warga di Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, memilih beternak babi meski ada aturan pemerintah kota yang melarang kegiatan tersebut. Alasannya, hasil ternak dianggap mampu menopang kebutuhan ekonomi keluarga di tengah penghasilan yang pas-pasan.

Andik Turnip, warga Lingkungan VII, mengaku beternak babi menjadi salah satu cara bertahan hidup.

Ia sehari-hari bekerja sebagai pemulung, namun harga barang bekas yang dikumpulkannya kian merosot.

“Ekonomi sangat sulit. Tambahan dari ternak babi bisa menutupi kebutuhan kami,” kata Andik saat ditemui, pada Senin (8/9/2025).

Baca Juga : Soal Keluhan Aroma dan Limbah Ternak Babi di Medan Tembung, DPRD Medan Minta Surat Keberatan Warga

Menurut Andik, satu kali panen babi bisa dilakukan setiap enam bulan. Hasil penjualan hewan ternak itu kemudian dipakai untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kalau hanya mengandalkan barang bekas, tidak mencukupi. Ternak babi ini bisa dipanen per semester, lalu kami jual kembali,” ujarnya.

Ia juga menyadari sudah ada imbauan dan aturan larangan beternak babi di Kota Medan sejak beberapa tahun lalu. Namun, kata dia, warga tidak memiliki pilihan lain di tengah kesulitan ekonomi.

“Kalau soal pelarangan, sudah ada sejak lima tahun lalu. Tapi, bagaimana kami bisa hidup kalau tidak ada tambahan penghasilan?” tutur Andik.

Namun, praktik tersebut menimbulkan dilema. Di satu sisi, ia menjadi sumber penghidupan. Di sisi lain, keberadaan kandang babi di kawasan permukiman kerap menimbulkan keluhan warga lain. Limbah dan aroma tidak sedap dari kandang disebut mencemari kenyamanan lingkungan.

“Apalagi kalau musim hujan limbahnya itu kemana-mana, terus aromanya. Kan enggak nyaman kami dibuat (limbah dan aroma) itu,” ucap seorang warga bernama Misniati (55) saat ditemui.

Saban hari warga setempat mencium aroma tidak sedap itu. Terlebih ketika hujan, cairan yang mengalir di saluran-saluran air menjadi lebih gelap pekat karena bercampur limbah dari kandang.

Pemerintah Kecamatan Medan Tembung mengaku sudah menerima laporan dan keluhan warga. Kepala Lingkungan (Kepling), Imam Satria mengaku, mengenai persoalan limbah pihaknya telah memberikan peringatan kepada warga yang beternak.

Para warga yang beternak diberi waktu selama tiga hari untuk menyelesaikan masalah limbah yang saat ini menuai polemik.

“Kami sudah berikan peringatan agar mereka (peternak) mengendalikan limbahnya supaya tidak terjadi lagi hal seperti ini,” kata Imam.

Respons DPRD Medan

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, Rajudin Sagala, menanggapi terkait limbah dan aroma tidak sedap yang dikeluhkan oleh para warga. Rajudin pun meminta kepada warga untuk membuat surat keberatan.

“Buatkan surat keberatan atas nama warga setempat, ditandatangani, lampirkan fotokopi KTP, dan serahkan berkasnya ke DPRD Medan,” katanya kepada Nusantaraterkini.co melalui pesan WhatsApp, Kamis (4/9/2025).

Baca Juga : Limbah Babi di Kecamatan Tembung Dikeluhkan Warga, DPRD Medan Bilang Belum Dapat Data

Penting diketahui, Kota Medan memiliki peraturan tersendiri terkait larangan usaha peternakan hewan berkaki empat (Babi).

Peraturan tersebut diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) Medan Nomor 26 Tahun 2013.

Perwal ini digunakan sebagai dasar untuk menegakkan aturan terkait peternakan babi di wilayah Kota Medan, meskipun ada isu-isu tentang efektivitas pelaksanaannya.

(cw7/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan