Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Tunjangan Rumah Dihapus dan Dapat Take Home Pay Rp 65 Juta Per Bulan, Ini Respons Formappi

Editor:  Feriansyah Nasution
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Peneliti Formappi Lucius Karus. (Foto: Istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA -  Setelah dihujani kecaman dan aksi unjuk rasa berujung kerusuhan, pimpinan DPR RI, pada Jumat (5/9/2025) mengumumkan pencabutan tunjangan perumahan bagi anggota dewan dan akan melakukan moratorium kunjungan luar negeri. Kini, pendapatan anggota dewan turun dari sebelumnya di atas Rp 100 juta per bulan menjadi sekira Rp 65 juta per bulan.

Namun, pendapatan tersebut terbilang masih cukup besar. Gaji DPR sebesar Rp 65 juta per bulan adalah 12 kali lipat dari upah minimum regional (UMR) tertinggi di Indonesia, yakni di Jakarta yang sebesar Rp 5,39 juta per bulan.

Baca Juga : Prabowo Pastikan Aspirasi Rakyat Didengar: DPR  akan Cabut Tunjangan dan Moratorium Kunjungan Luar Negeri

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mempertanyakan jika melihat total take home pay bulanan anggota yang masih di level 65 juta per bulan, nampaknya tak penyesuaian signifikan pada tunjangan-tunjangan lain DPR. Jadi hanya tunjangan perumahan saja yang benar-benar dengan berani dihapus oleh DPR.

"Pertanyaannya, mengapa DPR bisa berani menghapus tunjangan perumahan tetapi tak berani menghapus beberapa tunjangan lain yang juga nampak berlebihan? Misalnya tunjangan komunikasi intensif 20.033.000 per bulan. Kan banyak tuh yang nanya, eksekusi tunjangan komunikasi intensif dengan masyarakat itu apa? Beli pulsa, beli paket, atau apa? Seintensif apa komunikasi anggota DPR dengan dukungan tunjungan sebesar itu?," kata Peneliti Formappi Lucius Karus, Senin (8/9/2025).

Lalu Lucius juga mempertanyakan lagi soal ada tunjangan jabatan dan tunjangan kehormatan anggota DPR RI? "Ini kan dua tunjangan yang maknanya sama. Dua-duanya mau menghormati jabatan anggota DPR? Kenapa mesti dibikin menjadi dua jenis tunjangan? Apalagi nominal untuk masing-masingnya cukup besar: 9.700.000 itu tunjangan jabatan, sementara 7.187.000 untuk tunjangan kehormatan anggota DPR RI?," tuturnya.

Apalagi,tunjangan terkait peningkatann fungsi dan honorarium kegiatan pengikatan fungsi dewan juga nampak sama tujuannya, tetapi dibikin seolah-olah menjadi hal yang berbeda. Karena bisa terlihat kalau jenis atau item tunjangan ini menjadi semacam strategi untuk bisa menambah pundi-pundi saja.

Terlebih, jenis tunjangan harus benar-benar dievaluasi manfaatnya. Kalau DPR dibilang tak cukup aspiratif, kan mestinya tunjangan komunkasi intensif itu jadi tidak bermakna. Begitu juga tunjangan kehormatan dan tunjangan untuk anggota DPR RI, ini kan dua jenis tunjangan yang sama-sama mau mengapresiasi jabatan atau fungsi seorang wakil rakyat.

"Jadi evaluasi menyeluruh pada jenis tunjangan ini diperlukan untuk melihat efektifitas tunjangan-tunjangan itu diberikan kepada anggota," terangnya.

Dan yang paling penting adalah selain yang tercantum sebagai take home pay ini, DPR masih memiliki tunjangan reses, tunjangan aspirasi, rumah aspirasi, dan lain-lain. Tunjangan-tunjangan terkait reses dan aspirasi ini memang tak diberikan setiap bulan tetapi setiap kali reses dan kunjungan ke dapil.

Dan harus diketahui pula bahwa jumlah kunjungan seorang anggota ke daerah pemilihan itu totalnya 12 kali kunjungan yang dibagi dalam 3 kluster: kunjungan pada masa reses (5 kali), kunjungan pada masa sidang dan atau masa reses (1 kali setahun selama 5 hari), kunjungan diluar masa reses dan diluar masa sidang (6 kali setahun).

Kalau ditotal jumlahnya menjadi 12 kali. Itu artinya tunjangan reses dan kunker ke dapil sama saja dengan tunjangan-tunjangan bulanan lain itu.

"DPR nampaknya hanya mau mengakali supaya tidak terlihat menjadi bagian dari take home pay, sehingga tunjangan kunker ini dibikin jadi semacam tunjangan per kunjungan saja," ujarnya.

Ia menjelaskan, kunjungan ke dapil di atas ini belum termasuk kunker komisi, kunker keluar negeri. Jadi dari kegiatan kunker dengan ragam jenisnya itu, pundi-pundi pendapatan anggota bisa jadi masih cukup banyak. "Mestinya pimpinan DPR sekaligus menjelaskan soal varian kunker-kunker ini beserta klasifikasi tunjangannya masing-masing," tegasnya.

Lebih lanjut soal moratorium kunjungan keluar negeri tidak seberapa jika dibandingkan dengan kunjungan-kunjungan anggota ke dapil dengan jumlah keseluruhan menjadi 12 kali kunjungan.

Yang juga tidak kalah penting penyesuaian tunjangan dari anggota DPR kemarin itu baru semacam hasil kesepakatan saja. Padahal tunjangan-tunjangan itu punya dasar hukum. Sebagian dasar hukum tunjangan itu nampak sudah sangat lama tak direvisi oleh DPR.

Oleh karena itu, Lucius menegaskan, tugas mendasar yang jauh lebih penting adalah menata kembali aturan-aturan terkait gaji dan tunjangan pejabat (DPR dan eksekutif). Ada UU terkait gaji pejabat yang tak direvisi sejak tahun 1980. Berikutnya beberapa aturan turunan terkait tunjangan yang sudah diatur dalam peraturan pemerintah sejak tahun 1990-an.

"Ini kan banyak sekali peraturan turunan yang usianya sudah lama. Dan seharusnya momentum evaluasi yang dilakukan DPR, juga menyasar hal yang lebih mendasar yaitu terkait dengan aturan-aturan yang sudah sangat lama tidak direvisi," tandasnya.

Baca Juga : Pertemuan Pimpinan DPR, Puan Sebut Semua Sepakat Hentikan Tunjangan Perumahan dan Moratorium Kunker Luar Negeri

Diketahui, DPR  mengumumkan penghentian tunjangan perumahan anggota Dewan. Tunjangan anggota DPR lainnya juga akan dipangkas.

"DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR RI terhitung sejak 31 Agustus 2025," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

Tunjangan legislator Senayan yang akan dipangkas antara lain tunjangan listrik, tunjangan telepon, komunikasi intensif, dan transportasi. Berapa gaji yang dibawa pulang anggota DPR setelah dipangkas?

Dasco mengatakan akan transparan terkait gaji anggota DPR. Dokumen gaji dan tunjangan anggota dewan akan segera dibagikan.

"Adapun sebagai bentuk transparansi apa yang kemudian sudah dilakukan evaluasi dengan total yang akan diterima oleh anggota DPR berupa Komponen-komponen tunjangan, serta Hal-hal lain. Ini kami akan lampirkan dan nanti akan dibagikan kepada awak media," ujarnya.

Berdasarkan dokumen yang diterima. Berikut rincian take home pay (THP) anggota DPR setelah ada pemangkasan.

Gaji pokok dan tunjangan jabatan (Melekat)

1. Gaji Pokok: Rp 4.200.000
2. Tunjangan suami/istri pejabat negara: Rp 420.000
3. Tunjangan anak pejabat negara: Rp 168.000
4. Tunjangan jabatan: Rp 9.700.000
5. Tunjangan beras pejabat negara: Rp 289.680
6. Uang sidang/paket: Rp 2.000.000
Total gaji dan tunjangan (melekat): Rp 16.777.680.

Tunjangan konstitusional

7. Biaya peningkatan komunikasi intensif dengan masyarakat: Rp 20.033.000
8. Tunjangan kehormatan anggota DPR RI: Rp 7.187.000
9. Peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran sebagai pelaksanaan konstitusional dewan: Rp 4.830.000
10. Honorarium kegiatan peningkatan fungsi dewan
a. fungsi legislasi: Rp 8.461.000
b. fungsi pengawasan: Rp 8.461.000
c. fungsi anggaran: Rp 8.461.000
Total tunjangan konstitusional: Rp 57.433.000

Total bruto: Rp 74.210.680
Pajak PPH 15% (total tunjangan konstitusional): Rp 8.614.950
Tak home pay: Rp 65.595.730.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan