Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Toba dan Kartu Hijau: Momentum Menata Ulang Arah Geopark Kita

Editor:  Feriansyah Nasution
Reporter: Redaksi
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Penggiat Geopark Toba dan Pemerhati Pembangunan Berbasis Komunitas, Wilmar Elisaser Simandjorang. (Foto: Dok.Pribadi Wilmar Simandjorang)

Oleh: Wilmar Elisaser Simandjorang

UNESCO melalui Konferensi Internasional ke-11 UNESCO Global Geoparks di Chile, 6 September 2025, secara resmi merekomendasikan status Kartu Hijau bagi Toba Caldera UNESCO Global Geopark (UGGp).

Status ini diberikan setelah sebelumnya Geopark Toba berada dalam posisi "Kartu Kuning" dan diminta melakukan sejumlah pembenahan strategis.

Baca Juga : Selamat, Toba Caldera UNESCO Global Geopark Menerima Status Green Card

Sebagai salah satu penggiat Geopark Toba yang mengikuti proses ini dari dekat-meskipun tidak hadir langsung dalam sidang di Chile-saya menyambut baik keputusan ini. Namun lebih dari sekadar rasa bangga, capaian ini perlu dimaknai sebagai momentum reflektif, bukan euforia seremonial.

Lebih dari Sekadar Penilaian Administratif

Kartu Hijau dari UNESCO bukan sekadar pengakuan administratif. Ia adalah bentuk kepercayaan bahwa Toba Caldera kini dianggap memiliki tata kelola yang lebih baik, narasi geopark yang lebih utuh, dan komitmen nyata terhadap pelestarian geologi, budaya, dan keberlanjutan ekonomi masyarakat.

Evaluasi menunjukkan bahwa Toba telah memulai proses identifikasi geositus-geositus baru, yang menjadi landasan penting dalam pengembangan geowisata.

Di saat bersamaan, narasi geopark telah berkembang ke arah yang lebih holistik: menggabungkan cerita geologi dengan keanekaragaman hayati dan budaya lokal.

Namun, saya perlu menekankan: banyak pekerjaan rumah yang masih menanti. Evaluator UNESCO dengan tegas menyampaikan sejumlah rekomendasi kritis, mulai dari reformasi manajemen hingga pendekatan edukatif yang lebih inklusif.

Mendesak: Reformasi Struktur dan Edukasi Publik

Salah satu sorotan utama adalah struktur kelembagaan, terutama Dewan Pakar yang dinilai terlalu besar dan tidak efektif secara operasional.

Rekomendasi untuk menyederhanakannya menjadi badan khusus yang lebih lincah bukanlah kritik, melainkan peringatan dini untuk menghindari kebuntuan birokrasi yang bisa menghambat kemajuan.

Dalam bidang edukasi dan promosi, UNESCO mendorong agar interpretasi geopark difokuskan pada peran Danau Toba sebagai supervulkan terbesar di dunia, sekaligus memasukkan isu bahaya alam dan kualitas air dalam materi edukatif.

Ini krusial. Sudah saatnya edukasi geopark tidak hanya bersifat simbolik, tetapi benar-benar menyentuh pemahaman masyarakat, mulai dari anak sekolah hingga pengambil kebijakan lokal.

Geowisata vs Pariwisata Massal

Catatan tajam juga diberikan terhadap pengembangan pariwisata. UNESCO menegaskan bahwa geowisata harus diarahkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, bukan sekadar mengejar angka kunjungan.

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa pariwisata massal yang tidak terkontrol bisa berdampak buruk pada ekosistem dan ketahanan sosial budaya masyarakat.

Saya sepenuhnya sepakat dengan rekomendasi agar setiap proyek berskala besar dikonsultasikan terlebih dahulu dengan komunitas dan otoritas lokal.

Transparansi dan partisipasi adalah kunci agar masyarakat tidak merasa menjadi objek pembangunan, melainkan subjek utama dalam pengelolaan wilayahnya sendiri.

Komunitas Adat, Bukan Sekadar Catatan Tambahan

Satu hal yang patut menjadi bahan renungan adalah temuan bahwa evaluator awalnya tidak mendapat informasi tentang keberadaan komunitas adat Parmalim. Ini menyedihkan, sekaligus membuka mata kita bahwa pendekatan geopark belum sepenuhnya mendekat ke masyarakat adat.

Komunitas Parmalim bukan hanya bagian dari sejarah dan budaya Toba. Mereka adalah penjaga nilai dan kearifan lokal yang harus diakui, dilibatkan, dan dilindungi secara eksplisit dalam kerangka geopark.

Mengintegrasikan pengetahuan tradisional mereka ke dalam praktik geopark adalah bentuk keadilan ekologis sekaligus penguatan identitas lokal.

Menatap ke Depan

Kartu Hijau bukan garis akhir. Ia adalah awal babak baru untuk menata ulang arah Geopark Toba: dari proyek branding menuju model pembangunan berbasis komunitas dan keberlanjutan jangka panjang.

Ini saatnya kita bergerak lebih kompak. Badan Pengelola tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi antara akademisi, komunitas, pelaku wisata, dan pemerintah daerah.

Baca Juga : Musim Kemarau, Air Danau Toba di Pangururan Keruh Lagi

Mari kita buktikan bahwa Geopark bukan sekadar logo atau program, tapi wujud nyata dari cinta kita pada tanah Toba dan generasi mendatang.

Horas!

Penulis adalah Penggiat Geopark Toba, Pemerhati Pembangunan Berbasis Komunitas.

Advertising

Iklan