Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Revisi UU TNI soal Prajurit Aktif Duduki Jabatan Sipil, Akademisi: Masih Masuk Akal

Editor:  Feriansyah Nasution
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Dosen Studi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti. (Foto: Dok. STHI)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA -Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus bergulir. 

Salah satu pasal yang dibahas mengenai keberadaan anggota TNI Aktif yang bekerja di 15 kementerian/lembaga.

Menanggapi hal itu, Dosen Studi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, berpendapat penambahan lima kementerian/lembaga yang jabatan sipilnya boleh diduduki oleh TNI aktif, seperti wacana pada revisi UU TNI masih masuk akal.

“Sejauh ini sih masih masuk akal,” ucapnya, Kamis (13/3/2025).

Ia kemudian mencontohkan posisi jabatan di Kejaksaan Agung. Menurut Bivitri, meski selama ini dirinya mengkritik mengenai peradilan militer, tapi menurutnya posisi jampidmil memang harus ada.

“Walaupun saya juga kritik ya soal peradilan milier tapi kita masih punya dalam konstitusi kita, sehingga peradilan militer itu artinya mulai dari kejaksaan, makanya ada jampidmil.” kata Bivitri.

”Kejaksaan itu oditur militer biasanya, jadi penuntut umumnya memang harus dari militer, hakimnya juga hakim militer. Jadi itu masih masuk akal ya,” tegasnya.

Kemudian mengenai jabatan sipil yang ada di KKP, ia menduga dibolehkannya TNI aktif menduduki jabatan sipil di KKP itu berkaitan dengan fungsi TNI Angkatan Laut.

“kalau soal yang paling baru itu kan KKP ya. Saya kira KKP, Bakamla, saya duga ada kaitannya dengan angkatan laut, bagaimana fungsi-fungsi angkatan laut.” terangnya.

Meski demikian, ia menyebut perlu kehati-hatian untuk posisi TNI aktif pada penanggulangan terorisme.

Ditimbang Matang

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal MI, menyatakan pentingnya menjaga keseimbangan antara optimalisasi peran TNI dan prinsip supremasi sipil dalam isu perluasan penempatan prajurit TNI di ranah sipil. 

“Penempatan prajurit TNI di ranah sipil harus tetap melalui pembahasan dan pertimbangan yang matang agar masyarakat tidak antipati dengan TNI dan memunculkan gejolak di tengah masyarakat,” ungkap Deng Ical-sapaan akrab Syamsu Rizal.

Dia mengatakan ruang bagi personel aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil harus disertai pembatasan ketat. Hal ini bertujuan mencegah tumpang tindih wewenang dan intervensi militer di ranah pemerintahan.  

“Fungsi TNI sebagai garda depan pertahanan negara. Jangan sampai peran itu tumpang tindih dengan profesionalisme di ranah sipil,” ujarnya. 

Deng Ical menambahkan, penempatan individu dalam satu jabatan harusnya didasarkan prinsip meritokrasi. Selain itu ada analisis kebutuhan spesifik tertentu menjadi bagian dari analisis kerja dan analisis jabatan sehingga keliatan bahwa formasi internal suatu unit kerja memiliki kualifikasi tertentu.  

Analisis inilah yang menjadi dasar dari permintaan untuk disetujui Presiden.

"Jadi bukan orientasi bagi-bagi jabatan atau orientasi 'cuan' tapi tetap pada 'semangat' pengabdian," katanya lagi. 

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun diri dari dinas aktif keprajuritan. 

Prajurit aktif hanya boleh menjabat di 10 Kementerian/Lembaga tertentu yakni pada kantor yang membidani koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen negara, Mahkamah Agung, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertanahan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional dan Narkotika Nasional. 

“Jika mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, memang hanya lembaga dengan fungsi teknis terkait pertahanan dan lainnya yang dapat dipertimbangkan untuk melibatkan personel aktif TNI. Itu pun dengan syarat kompetensi dan transparansi seleksi yang terukur,” tambahnya. 

Deng Ical menegaskan, apabila ada usulan perluasan penempatan prajurit TNI, masukan dari berbagai pihak harus tetap didengar dan dipertimbangkan agar keputusan yang diambil telah mempertimbangkan berbagai hal. 

Saat ini, Komisi I masih mengumpulkan masukan dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga pakar hukum untuk memastikan revisi UU TNI berjalan transparan dan mengakomodir kepentingan publik. 

Deng Ical menambahkan, mekanisme seleksi personel TNI yang ditempatkan di lembaga sipil harus melibatkan tim verifikasi independen guna menghindari praktik nepotisme atau intervensi politik.

“Pembahasan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan bangsa.Bagaimanapun, jangan melupakan esensi reformasi TNI pasca-Orde Baru, di mana netralitas dan profesionalisme militer adalah kunci keberhasilan demokrasi Indonesia. Kami membahas lebih detail dalam rapat Panja RUU TNI di Komisi I,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyebutkan ada 15 kementerian/lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit aktif TNI.

Adapun satu dari tiga hal krusial yang bakal direvisi dalam UU TNI adalah terkait masuknya prajurit aktif TNI ke kementerian/lembaga.

"Sebagaimana yang kita semua tahu, bahwa dalam UU sudah tercantum 15 institusi yang bisa diduduki oleh prajurit aktif TNI yang seperti yang ada di dalam UU 34 yang sekarang sedang berlaku," kata Sjafrie.

Berikut 15 Kementerian/Lembaga yang bisa dijabat prajurit aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan:

1. Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara

2. Pertahanan Negara

3. Sekretaris Militer Presiden

4. Inteligen Negara

5. Sandi Negara

6. Lemhannas

7. DPN

8. SAR Nasional

9. Narkotika Nasional

10. Kelautan dan Perikanan

11. BNPB

12. BNPT

13. Keamanan Laut

14. Kejaksaan Agung

15. Mahkamah Agung

(cw1/nusantaraterkini.co)