Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pesimis dengan Swasembada Pangan, Ekonom: Paling Masuk Akal Itu Ketahanan Pangan

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Ilustrasi. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Ekonom Sugiyono mengaku pesimistis dengan target swasembada pangan yang ingin dicapai Presiden Prabowo Subianto dalam empat sampai lima tahun ke depan.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan Pemerintah akan menuju swasembada pangan dalam waktu empat sampai lima tahun ke depan.

Menurut Sugiyono, langkah paling masuk akal yang bisa dilakukan pemerintah saat ini bukan swasembada pangan, melainkan ketahanan pangan.

"Saya sampaikan yang paling masuk akal itu ketahanan pangan. Bukan swasembada pangan," katanya, Jumat (8/11/2024).

Menurut dia, konsep swasembada pangan yang pernah dilakukan di masa pemerintahan Soeharto sudah tak lagi relevan, terutama dari segi waktu dan ongkos.

Sugiyono mengatakan pemerintah perlu mendorong ketahanan pangan agar lagi tak ada masyarakat yang kelaparan dan mengalami busung lapar. Ia menuturkan kondisi itu terjadi di wilayah-wilayah pedalaman.

"Jangan sampai masih ada yang kesulitan makan beras beras misalnya. Jangan sampai masih ada yang kelaparan lama, sampai busung lapar. Beberapa tempat masih terjadi itu," katanya.

Sugiyono pun merespons pernyataan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mengaku telah menyediakan luas lahan sekitar setengah juta hektare. Menurut dia, jumlah itu jauh dari kebutuhan untuk swasembada pangan sekalipun menggunakan konsep pertanian modern.

"Menurut saya itu masih kurang untuk bisa swasembada, 3-4 tahun yang akan datang. Walaupun menggunakan konsep modern," ucap dia.

Sugiyono menyebut Indonesia tak memiliki catatan keberhasilan swasembada pangan, termasuk selama masa pemerintahan Soeharto. Dia berpendapat budidaya sawah selama ini hanya mengutamakan produksi, tapi mengabaikan kesejahteraan petani.

"Apalagi di budidaya seperti sawah, itu pada posisi desain kebijakannya adalah lebih mengutamakan produksi dibandingkan kesejahteraan petani. Dan itu terus terjadi Dari zaman Pak Harto sampai sekarang," katanya.

Terlebih, sejumlah wilayah yang ingin dijadikan area persawahan saat ini memiliki kondisi lahan gambut. Menurut dia, lahan gambut tak cocok untuk area persawahan. Sementara, kondisi lahan subur seperti di Jawa kini mulai beralih fungsi menjadi industri.

"Belum ada contoh, walaupun sekarang itu pakai traktor. Nah kalau pakai traktor masalahnya pada tanah yang ini, yang sudah lama kena NPK. Nah dapat kotoran sapinya dari mana? Sedangkan sapi juga sudah jarang," kata Sugiyono.

"Jadi saya kira realistis sajalah," imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR Rokhmin Dahuri menyarankan kepada Kementerian Pertanian untuk memperhatikan penanaman komoditas yang tepat.

Menurut Rokhmin Kementerian Pertanian (Kementan) di bawah Presiden Prabowo harus betul-betul memperhatikan penanaman komoditas yang tepat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) petaninya.

"Fakta dari mulai orde baru zaman Pak Harto sampai Pak Jokowi kan seluruh program food estate kan gagal. Maka kami tadi mengingatkan dan mengimbau Bapak Menteri Pertanian harus benar-benar serius, ikhlas, jangan hanya sifatnya pencitraan. Tapi harus benar-benar dituruti asas-asas ilmu pertaniannya. Pemilihan lokasi jangan sampai lokasi yang harusnya untuk singkong ditanam beras ditanam padi," tuturnya.

(cw1/Nusantaraterkini.co)