Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Peneliti Sebut DPR Masih Ragu Tuntaskan RUU Perampasan Aset

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Ilustrasi RUU Perampasan Aset. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia menyatakan Badan Legislasi (Baleg) DPR masih mengkaji apakah RUU Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) atau tidak.

Baleg akan melihat sejauh mana pengaruh RUU Perampasan Aset terhadap pemberantasan korupsi.

Menanggapi itu, Peneliti Formappi Lucius Karus mengingatkan jika korupsi adalah suatu hal yang menakutkan bagi Indonesia karena kurangnya pemberantasan korupsi ini disebabkan oleh tidak adanya regulasi dan penegakan kuat yang mampu menandinginya.

"Saya kira mayoritas warga masyarakat menganggap bahwa korupsi masih menjadi momok di negara ini. Pemberantasannya terkendala oleh banyak hal termasuk oleh lemahnya regulasi dan penegakannya," katanya kepada Nusantaraerkini.co, Rabu (6/11/2024).

Lucius menuturkan, DPR pun paham dengan situasi ini. Hanya saja semangat antara DPR dan publik dalam memerangi korupsi ini yang berbeda.

Apalagi, keraguan yang ditunjukkan DPR dalam mengusulkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2024-2029 jadi salah satu indikasi betapa perang terhadap korupsi ini masih akan sulit terwujud.

"RUU Perampasan Aset itu salah satu instrumen regulasi yang dibutuhkan untuk memaksimalkan perang terhadap korupsi. Dan mengherankan jika untuk satu kebutuhan yang nyata begitu, DPR justru masih ragu," ujarnya.

"Itu artinya di jantung pemberantasan korupsi itu, justru benih korupsi itu ingin dipelihara. Itulah kenapa mereka atau DPR nampak ragu-ragu atau tidak berani mengusulkan RUU Pemberantasan Aset," sambungnya.

Lebih lanjut Lucius menilai,Parpol dan politisi yang sangat mungkin memilikki Aset ilegal atau punya rencana untuk mendapatkan Aset bermasalah. Karena itu mereka tak ingin diganggu sendiri oleh RUU yang akan membongkar apa yang mereka telah dan akan lakukan.

"Jadi ya hanya dorongan publik yang nampaknya bisa membuka jalan RUU Perampasan Aset ini dibahas. Itupun dorongan yang harus dilakukan tak bisa dengan cara yang halus-halus saja seperti omong di media atau medsos," tegasnya.

"DPR seperti sekarang nampaknya selalu perlu ditopang aksi besar-besaran untuk mengubah sikap mereka," tandasnya.

Pengamat hukum sekaligus pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho meminta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2024-2029 yang baru dilantik segera menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset menjadi UU.

Menurut dia, UU Perampasan Aset merupakan kebutuhan instrumen hukum yang krusial bagi pemberantasan korupsi di Indonesia sehingga pengesahannya pun akan menjadi sinyal positif bagi internasional mengenai keseriusan Indonesia dalam memberantas korupsi dan mengembalikan aset yang telah dirampas.

"Ini darurat sekali melihat perilaku korupsi di negara ini yang makin merajalela dan menjadi-jadi," ujar Hardjuno.

Dengan demikian, dia berharap Pemerintah dan DPR segera memasukkan RUU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

Hardjuno berpendapat bahwa UU Perampasan Aset nantinya akan menjadi sebuah solusi dalam menyelamatkan keuangan negara karena bukan hanya mengatur terkait dengan penegakan hukum, melainkan juga pemulihan aset negara yang hilang akibat korupsi.

Selain itu, dengan memprioritaskan pengesahan RUU Perampasan Aset, lanjut dia, anggota DPR yang baru bisa lebih mendapat kepercayaan besar dari masyarakat.

Ia menilai sinergitas kooperatif antara Pemerintah dan DPR RI sangat penting guna menciptakan proses legislasi yang didasarkan pada kepentingan bangsa dalam menyongsong upaya pemberantasan tindak pidana korupsi serta menciptakan rasa keadilan dalam masyarakat.

RUU Perampasan Aset, menurut Hardjuno, menjadi angin pembaharuan bagi mekanisme penegakan hukum tindak korupsi. Apalagi, Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan serius dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya.

"Pengesahan RUU ini merupakan langkah moral dan hukum. Korupsi telah merugikan rakyat, dan negara harus memiliki instrumen hukum yang kuat untuk memulihkan aset yang telah dirampas," ungkap dia.

Tunggu Undangan DPR

Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menilai RUU Perampasan Aset merupakan upaya untuk memperkuat langkah pemberantasan korupsi di Indonesia, yang diinisiasi oleh pemerintahan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo.

"Pemerintahan Pak Prabowo ini meneruskan apa yang telah dirintis, dilakukan, maupun belum terselesaikan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang lalu," ucap dia.

Ia menjelaskan dalam RUU tersebut, perampasan terhadap aset dilakukan dari tindak pidana yang lebih luas, bukan hanya dari hasil kejahatan korupsi.

Selain itu, kata dia, dalam RUU terdapat aturan bahwa perampasan aset bisa dilakukan dari dugaan hasil kejahatan yang belum diputus di pengadilan pidana, sehingga berbeda dengan aturan perampasan aset yang dikenal dalam hukum pidana konvensional.

Berbagai aturan baru tersebut, menurut dia, berpotensi menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan.

Namun, dirinya mempersilakan seluruh pihak, baik ahli maupun tokoh masyarakat, untuk mengkritisi maupun memberi masukan untuk RUU itu saat dibahas di DPR.

"Dengan begitu pada akhirnya kami dapat menciptakan satu UU yang dianggap baik dan memberikan kontribusi penting dalam memberantas kejahatan pada umumnya, maupun kejahatan korupsi pada khususnya," ungkap dia.

Apabila nantinya RUU Perampasan Aset dibahas di DPR, Yusril mengatakan, pemerintah akan membentuk tim yang akan diketuai oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebagai wakil dari pemerintah.

Pada masa pemerintahan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo, ia menjelaskan, RUU tersebut sudah disampaikan kepada DPR melalui surat presiden dan direncanakan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Tetapi hingga pergantian kepemimpinan, pemerintah masih menunggu DPR mulai membahas RUU tersebut.

"Tidak ada keinginan sedikit pun oleh pemerintah sekarang ini untuk menarik kembali RUU yang sudah disampaikan oleh Pak Jokowi. Tetapi kami hanya menunggu kapan DPR akan membahas RUU ini," ujar dia.

(cw1/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan