Nusantaraterkini.co, JAKARTA - DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) secara resmi telah memutuskan untuk membatalkan pembahasan RUU TNI-Polri. Pembahasan itu akan dilanjutkan untuk DPR periode berikutnya.
Sebab, jika pembahasan UU ini masih terus dijalankan sampai DPR periode ini berakhir bisa menimbulkan kemarahan dan sensitifitas di masyarakat.
Peneliti Formappi Lucius Karus menilai sikap diambil Baleg atas beberapa RUU dianggap sensitif di masyarakat dengan membatalkan pembahasan sudah sangat tepat.
Lucius berpandangan, jika DPR hendaknya harus belajar dari pengalaman revisi UU Pilkada akhirnya bisa menimbulkan amarah masyarakat karena prosesnya kilat dan untuk kepentingan tertentu saja.
"Nah ini baru mantap sih Balegnya. Saya kira mereka sudah terlanjur takut dengan resiko akan ditekan publik lagi. Setelah aksi menolak revisi UU Pilkada, sesungguhnya wibawa dan kekuasaan yang selama ini dianggap sangat powerful oleh DPR dan Presiden, menjadi lesu seketika," katanya kepada Nusantaraterkini.co, Selasa (27/8/2024).
Lucius melanjutkan, massa rakyat yang mulai sadar dengan permainan politik elit untuk menekan DPR jika ditemukan upaya-upaya untuk merusak demokrasi bangsa.
"Saya kira benar bahwa ada pengaruh Presiden sebagai koordinator koalisi pendukung pemerintah. Dan upaya revisi UU Pilkada menjadi bukti bahwa keinginan revisi itu datang dari Presiden dan DPR hanya operatornya saja," ujarnya.
Lucius pun menyinggung soal Revisi UU TNI dan Polri juga nampak sama dengan motif revisi UU Pilkada. DPR sebagai operator dari Presiden yang berkeinginan merubah dan membelokkan arah reformasi ke belakang.
Namun keinginan Presiden sekarang bisa menjadi bumerang untuk Presiden yang akan datang. Dan nampaknya itulah yang menjelaskan mengapa revisi UU TNI dan Polri dibatalkan.
Lebih lanjut Lucius menduga Presiden mendatang ingin agar kekuasaannya tak dirusak sejak awal dengan modal UU yang dibikin rezim sekarang yang bisa merusak reputasinya. Karena itu bisa jadi Prabowo yang sudah siap dilantik meminta parpol di parlemen untuk membatalkan RUU-RUU yang ditolak publik.
"Prabowo jelas mengharapkan ada legitimasi yang kuat dari publik menjelang masa kekuasaannya. Hanya dengan legitimasi itu ia akan disambut sebagai Presiden RI pada 20 Oktober mendatang. Jadi saya menganggap keputusan Baleg membatalkan revisi UU TNI dan UU Polri merupakan tanda mulainya Prabowo berkuasa sekaligus awal dari lumpuhnya Jokowi," tegasnya.
Jangan Pancing Kemarahan
Sementara itu, Fraksi Partai Golkar meminta kepada Pimpinan DPR RI agar tidak membahas RUU yang bisa memancing kegaduhan dan kemarahan di masyarakat.
"Dalam rapat pelno Baleg. Kami mengingatkan kepada pimpinan mengingat waktu yang tinggal satu bulan hendaknya DPR tetap menjaga sensitifitas masyarakat. Jangan kita paksakan untuk membahas UU yang sensitif dan bisa mengulang kemarahan masyarakat seperti Revisi UU TNI/Polri yang akhir-akhir ini banyak disorot masyarakat terkait pasal-pasal akan dibahas," kata Firman.
Selain Revisi UU TNI/Polri, Firman yang juga politikus Partai Golkar mengatakan, revisi RUU Wantimpres yang akan merubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) juga tidak luput dari perhatian masyarakat yang dikesankan seolah-olah kembali ke zaman orde baru (Orba).
Terlebih, sudah ada pandangan dari berbagi pendapat elemen masyarakat antara lain akademisi serta pengamat dan masyarakat luas. Perubahan DPA hanya untuk mengakomodir mantan Presiden yang akan selesai masa jabatan untuk menduduk posisi di DPA.
Oleh karena itu, Firman meminta kepada DPR hendaknya perlu mengkaji ulang lebih dalam untuk merubah nomenklatur Wantimpres menjadi DPA.
"Bilamana DPR bersama Pemerintah tetap akan mempertahankan nomenklatur judul UU, dari Wantimpres ke DPA. Ini akan mengulang dan memicu kemarahan masyarakat kembali seperti yang terjadi di revisi UU Pillkada," tegasnya.
Karena itu Firman mendesak di sisa masa jabatan anggota DPR tinggal satu bulan, agar tidak membahas revisi UU yang membawa resiko serta sesintif di masyarakat.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memutuskan untuk membatalkan pembahasan RUU TNI-Polri. Pembahasan itu akan dilanjutkan untuk DPR periode berikutnya.
Ketua Baleg DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan masih melihat urgensi pembahasan RUU TNI-Polri untuk dibahas DPR periode berikutnya. Termasuk dengan peralihan pembahasan ke DPR periode selanjutnya.
"Nanti kita lihat urgensinya, untuk di bahas di periode berikutnya. Ini kan kalau kita melihat kan nanti periode berikutnya yang akan, ini terkait dengan masalah carry over juga kan," tuturnya.
Namun dirinya belum menjelaskan lebih lanjut alasan pembahasan RUU tersebut dibatalkan. Dirinya hanya memastikan tidak akan ada pembahasan RUU tersebut dalam rapat ke depannya.
"Jadi baleg memutuskan untuk tidak membahas dulu, ya. Dan menunda atau membatalkan pembahasan TNI-Polri," sebutnya.
(cw1/nusantaraterkini.co)