Nusantaraterkini.co, MEDAN - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Partai Gerindra terkait Pengisian Calon Anggota DPRD Kota Medan Daerah Pemilihan Kota Medan 3, Selasa (21/5/2024) Pukul 21.26 WIB.
Pada amar putusan Nomor 199-01-02-02/PHPU.DPR-DPRD/XXII/2024, yang dibacakan oleh Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo, dalam pokok permohonan 'menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima'
Hakim konstitusi pada satu di antara dua amarnya dalam eksepsi 'mengabulkan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan Permohonan Pemohon kabur'.
Diketahui yang dimaksud Pihak Terkait dalam perkara PHPU yang diajukan Partai Gerindra ini adalah Partai Kebangkitan Bangsa. Sedangkan sebagai Termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dilihat Nusantaraterkini.co dari kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, konsideran putusan perkara PHPU ini semula diucapkan (dibacakan) oleh Anggota Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.
Pada salinan putusan yang diperoleh Nusantaraterkini.co, Rabu (22/5/2024) dari Website Mahkamah Konstitusi (www.mkri.id), tampak dalam poin pertimbangan, Hakim Konstitusi, berpendapat permintaan penetapan perolehan suara yang disampaikan Pemohon tidak jelas, kabur, dan janggal.
"Hal tersebut berkenaan dengan eksepsi Pihak Terkait perihal ketidakjelasan Pemohon dalam meminta suara yang benar menurut Pemohon untuk ditetapkan Mahkamah, setelah Mahkamah mencermati secara saksama petitum Pemohon telah ternyata tidak memohon penetapan suara yang benar sebagaimana didalilkan dalam posita Pemohon yang menjelaskan Partai Kebangkitan Bangsa memeroleh 11.520 suara dan Pemohon memperoleh 11.509 suara. Dimana hasil perolehan suara yang benar khusus pada Pengisian Caleg DPRD Kota Medan Daerah Pemilihan Kota Medan 3 berdasarkan Keputusan KPU Kota Medan 868/2024 dan Formulir Model D Hasil Kab/Ko-DPRD Kota Medan khususnya Dapil Kota Medan 3 adalah sebesar 11.520 suara untuk Pihak Terkait dan sebesar 57.546 suara untuk Pemohon".
"Dalam batas penalaran yang wajar ada kejanggalan yang tampak dalam permohonan Pemohon, apabila memang suara yang diminta oleh Pemohon untuk ditetapkan oleh Mahkamah sebesar 11.509 suara, bukankah hal tersebut justru mengurangi secara signifikan perolehan suara Pemohon dari jumlah yang telah ditetapkan oleh Termohon dalam Keputusan KPU Kota Medan 868/2024 yang merupakan lampiran dari Keputusan KPU 360/2024, dimana dalam Keputusan a quo jumlah perolehan suara Pemohon adalah sebesar 57.546 suara. Terlebih, hal demikian tercantum dalam tabel-tabel yang berjudul tabel persandingan perolehan suara yang benar menurut Pemohon, yang artinya bahwa memang jumlah suara yang dimintakan Pemohon untuk ditetapkan Mahkamah adalah sebagaimana yang Pemohon sajikan dalam tabel-tabel pada posita dan petitum, yakni sebesar 11.509 suara untuk Pemohon. Oleh karena itu, menurut Mahkamah terdapat permintaan penetapan perolehan suara Pemohon yang tidak jelas, justru dari Pemohon sendiri"
Demikian bunyi pendapat Hakim Konstitusi pada satu pertimbangan, yang diduga kuat menjadi alasan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
Karena, sesuai ketentuan Pasal 75 UU MK menyatakan, “Dalam permohonan yang diajukan, Pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang: a. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan b. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.”
"Lebih lanjut, ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023 menentukan permohonan memuat uraian yang jelas mengenai kesalahan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil perolehan suara yang benar menurut Pemohon serta memuat permintaan untuk membatalkan penetapan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan menetapkan hasil perolehan suara yang benar menurut Pemohon. Berkenaan dengan hal tersebut, menurut Mahkamah permohonan Pemohon telah ternyata tidak memuat hal-hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan dimaksud"
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum dan ketentuan sebagaimana diuraikan, permohonan Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf b UU MK dan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023. Hal tersebut disebabkan karena terdapat ketidakjelasan jumlah suara yang benar menurut Pemohon dalam petitum yang dimohonkan untuk ditetapkan Mahkamah. Oleh karena itu, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan eksepsi Pihak Terkait sepanjang Permohonan Pemohon kabur beralasan menurut hukum. Dengan demikian, menurut Mahkamah permohonan Pemohon kabur (obscuur).
"Menimbang bahwa oleh karena eksepsi Pihak Terkait beralasan menurut hukum, maka jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, Keterangan Bawaslu, dan Pokok Permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut"
"Menimbang bahwa terhadap dalil-dalil lain serta hal-hal lain, tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya"
Pengucapan (pembacaan) putusan perkara tersebut dilakukan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Suhartoyo selaku ketua merangkap anggota, Saldi Isra, Daniel Yusmic P. Foekh, M. Guntur Hamzah, Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani, masing-masing sebagai Anggota, dengan dibantu oleh Suryo Gilang Romadlon dan Ria Indriyani sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para pihak.
Sekadar diketahui, sifat putusan Mahkamah Konstitusi final and binding. Artinya putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lagi yang dapat ditempuh. (fer/Nusantaraterkini.co)