Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Megawati Minta Sistem Pemilu Kembali Tertutup, Formappi: Parpol Harus Evaluasi Kadernya

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Lucius Karus. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kembali mengungkapkan keinginannya agar pemilu legislatif di Indonesia diubah menjadi sistem proporsional tertutup, yaitu hanya dengan mencoblos partai.

Menurutnya, dengan sistem proporsional terbuka seperti saat ini, calon anggota legislatif yang maju jadi tidak jelas.

Menanggapi itu, Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, rengekan minta sistem pemilu dikembalikan ke sistem tertutup sudah terlalu sering disampaikan para elit parpol. Bahkan pernah juga mengajukan judicial rievew (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya sistem terbuka masih bertahan sampai sekarang.

"Saya jadi heran dengan elit partai yang mengeluh soal sistem pemilu ini. Seolah-olah kualitas hasil pemilu begitu tergantung pada sistem pemilu saja. Padahal sistem pemilu itu hanya satu dari sekian variabel lain yang memberikan dampak pada kualitas hasil pemilu legislatif," katanya kepada Nusantaraterkini.co, Jumat (2/8/2024).

Lucius melanujutkan, kalau elit parpol sadar dengan hasil pemilu yang menunjukan terpilihnya banyak figur yang tidak berkualitas, maka evaluasinya harus menyeluruh mestinya.

"Apakah gegara sistem pemilu terbuka saja atau sesungguhnya ada soal lain terutama terkait tanggungjawab parpol melakukan kaderisasi? Kan yang mengusung caleg terpilih yang tidak berkualitas itu adalah partai? Mestinya Ketum atau elit partai bertanya sejak proses pencalonan, kok bisa daftar calegnya diisi juga oleh figur yang tidak berkualitas?," tanyanya heran.

Lucius berpandangan, kalau parpol serius bekerja melakukan persiapan kader untuk diusung menjadi caleg, harusnya perkara kualitas figur yang dihasilkan pemilu tidak diarahkan kepada sistem pemilu semata.

Terlebih, dengan cara kerja parpol yang malas menyiapkan figur melalui proses kaderisasi di partai, maka sistem pemilu apapun tidak akan mampu mengintervensi kualitas figur yang terpilih.

"Katakanlah sistem kita tertutup, dan partainya masih sama dengan yang ada sekarang ini. Dengan modal kerja pengkaderan yang senen-kemis, ya potensi daftar caleg terpilih tetap tidak akan bisa dijamin kualitasnya. Malah yang akan banyak terpilih justru adalah anggota keluarga, atau mereka yang berduit (investor partai). Jadi ya sama saja soalnya dengan sistem terbuka kan?," ujarnya.

Untuk itu Lucius meminta kepada Megawati Soekarnoputri agar dapat menggelorakan kerja partai yang berkesinambungan dan rutin yaitu kaderisasi. Pastikan caleg yang didaftarkan saat pemilu sudah benar-benar dijamin kualitasnya oleh partai melalui proses kaderisasi. Kalau begitu kam jadinya ngga bakal ada caleg asal-asalan yang terpilih, apapun sistem pemilunya. Dan juga soal kualitas caleg terpilih saat menjadi anggota DPR.

"Kan kondisi saat ini sulit mengharapkan kualitas personal anggota dapat memberikan warna signifikan di DPR. Itu karena semua anggota DPR "dikendalikan' oleh partai. Jadi mau robot sekalipun yang menjadi anggota DPR ya bisa-bisa aja sih karena toh mereka lebih banyak dibutuhkan untuk menjawab tuntutan jumlah saja. Urusan substansi sebuah kebijakan semuanya dikomandoi parpolnya. Maka kalau hasil kerja DPR buruk, ya bukan semata karena kualitas individu, tetapi karena kualitas parpol yang menjadi otak bersama anggota sefraksi," tegasnya.

Ia menambahkan, maka sistem terbuka tetap lebih baik untuk saat ini ketika dominasi parpol terhadap anggota DPR begitu kuat, dan juga kerja kaderisasi parpol tidak maksimal.

"Dengan sistem terbuka, ada ruang bagi pemilih untuk bebas menentukan siapa yang akan mewakili mereka di legislatif," tandasnya.

Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan permintaan Megawati Soekarnoputri minta sistem pemilu kembali tertutup pernah diutarakannya kala menjadi Ketua DPR menggagas dan mendorong adanya sistem setengah tertutup dan setengah terbuka, atau sistem kombinasi seperti yang ada di negara Jerman. Namun juga akhirnya gagal.

Padahal kata pria akrab disapa Bamsoet, usulan setengah tertutup dan setengah terbuka itu dapat memberi peluang bagi partai untuk kader-kader terbaiknya terpilih, manakala di suatu dapil itu tidak ada yang memenuhi bilangan pembagi.

"Jadi kalau ada bilangan pembagi langsung, caleg itu jadi apakah kader partai lama atau baru, itu langsung jadi. Tapi kalau tidak, maka partai yang menentukan siapa yang jadi melalui penomoran, tapi kalau ada caleg lain berhasil mengumpulkan bilangan pembagi, maka dia yang jadi," paparnya.

"Jadi persaingan agak lebih sehat, kalau enggak ya seperti yang kita hadapi hari ini bunuh-bunuhan antara sesama partai," tambah Waketum partai Golkar ini.

Bamsoet mengakui, dengan adanya sistem terbuka saat ini banyak kader-kader partai yang berkualitas harus terpaksa menelan pil pahit lantaran kalah dengan politik uang.

"Memang dengan adanya sistem terbuka ini menyebabkan banyak kader-kader partai potensial yang berjuang dari bawah yang pemahaman ideologi partainya luar biasa, tapi dia harus menghadapi suatu kenyataan tidak terpilih. Karena ternyata popularitas integritas kapasitas kalah dengan isi tas," ujarnya.

Lebih lanjut, Bamsoet juga menyoroti soal banyaknya anak-anak muda yang berbondong-bondong mencalonkan diri karena merasa memiliki modal harta yang berlimpah.

"Jadi banyak anak-anak muda yang baru kemarin sore tampil di gelanggang politik karena memiliki isi tas yang cukup, mereka yang berjuang berdarah-darah puluhan tahun terpaksa tersingkir," sesalnya.

Sebab itu, Bamsoet menyebut bahwa saat ini iklim demokrasi Indonesia sedang tak sehat, lantaran masih terjebak dengan demokrasi transaksional.

"Jadi ini sebetulnya ini iklim demokrasi yang kurang sehat menurut saya, karena kita sudah terjebak pada demokrasi transaksional, kita ke daerah tidak lagi mencari aspirasi tapi mencari angka," terang Bamsoet.

Sehingga kata Bamsoet, perlu adanya respons atas usulan putri Bung Karno itu, karena usulan tersebut bukalah usulan yang baru.

"Ini juga keinginan lama dari partai-partai, tinggal bagaimana kita memformulasikannya, yang terkahir kita mencoba sistem kombinasi supaya kader partai yang sudah mati-matian berjuang di partainya bisa terpilih," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan wacana sistem pemilu proporsional tertutup atau mencoblos partai politik (parpol) diterapkan.

Megawati meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak menggunakan sistem Pemilu proporsional terbuka yang diterapkan selama ini.

Sebab, calon anggota legislatif (caleg) yang lahir dari sistem Pemilu proposional terbuka, terkadang tak memiliki kapasitas.

“Karena apa? Itu yang dijadikan itu menurut saya enggak jelas, bukan perintah partai,” kata Megawati.

Menurut Megawati, calon anggota legislatif yang berada di nomor urut terkahir bisa saja menang dalam kontestasi.

“Akibatnya juga kan apa dengan susunan itu maka yang punya duit banyak biar nomor katakan 6 atau 8 kalau ada duit, ada ini nah bisa menang,” ucap Megawati.

Presiden kelima RI ini tak ingin anggota legislatif tak memiliki kualitas karena menggunakan sistem proposional terbuka.

“Yang mestinya nomor satu kita jadikan itu, enggak jadi,” ungkap Megawati.

Karenanya, Megawati meminta semua pihak untuk kembali berdiskusi mengenai sistem Pemilu di Indonesia.

“Jadi, mbok dipikirkan gitu lho bukan hanya untuk jadi saja, harus punya kualitas, bagaimana kita akan mengatakan hal-hal yang sangat urgen urusan republik ini kalau kualitasnya saja begitu,” tandas Megawati Soekarnoputri.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan