Nusantaraterkini.co, JAKARTA - DPR bersama Pemerintah sudah menyepakati RUU Perampasan Aset akan dimulai kembali dan masuk Prolegnas 2025 untuk diselesaikan dan sepenuhnya menjadi insiatif DPR RI.
Pakar Hukum Hardjuno Wiwoho meminta DPR RI harus segera menggelar rapat teknis membahas tiap pasal-pasal yang akan disusul dalam RUU tersebut.
"Hari ini publik tidak sedang menunggu wacana. Mereka menuntut tindakan. RUU ini tidak cukup sekadar dimasukkan dalam daftar. DPR harus segera bahas isinya secara konkret, pasal per pasal. Bukan ditunda, bukan dijanjikan," ujar Hardjuno, Kamis (11/9/2025).
Baca Juga : Pembahasan RUU Perampasan Dipastikan akan Hati-hati dan tak Buru-buru
Hardjuno menekankan substansi dari RUU Perampasan Aset tidak boleh berhenti pada prosedur teknis penyitaan.
Kata dia, RUU ini bukan hanya mengambil aset yang terbukti hasil korupsi, tapi juga memberlakukan sistem illicit enrichment terhadap kekayaan tak wajar.
"Ini bukan soal harta bukti kejahatan semata. Ini soal gaya hidup pejabat yang tidak bisa dijelaskan asal muasalnya. RUU ini harus disertai keberanian moral untuk memiskinkan koruptor secara sistemik," ujarnya.
Ia menerangkan kehadiran RUU Perampasan Aset bukan berarti membatalkan undang-undang yang sudah ada sebelumnya. Justru, menurutnya, RUU ini dibutuhkan untuk menambal celah, mempertegas prosedur, dan memperluas efektivitas hukum yang selama ini tidak dijalankan dengan konsisten.
"UU Tipikor dan TPPU memberi dasar, tapi implementasinya terbatas dan sering tidak maksimal. RUU Perampasan Aset harus hadir bukan untuk menggantikan, tapi untuk mempertegas, mempercepat, dan memperluas upaya pemiskinan terhadap pelaku kejahatan ekonomi berat," jelasnya.
Lebih lanjut, Hardjuno mengatakan selama ini penyitaan dan pemiskinan hanya dilakukan jika ada putusan pidana berkekuatan hukum tetap. Karena itu, ujar Hardjuno, RUU ini dibutuhkan agar negara bisa bertindak lebih cepat meskipun belum ada vonis pidana.
"Kita perlu mekanisme yang bisa menyita lebih dulu, bukan menunggu sampai semuanya keburu hilang. Tapi harus dibatasi ketat: hanya untuk kejahatan luar biasa, dengan nilai kerugian besar, dan melalui pengadilan terbuka. Di situlah pentingnya RUU ini," tegasnya.
Bisa Paralel dengan KUHAP
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan mengatakan pembahasan RUU Perampasan Aset bisa paralel dengan revisi KUHAP. Diketahui, saat ini Komisi III DPR masih membahas revisi KUHAP.
"Itu teknis. Bisa paralel atau siapa yang didahulukan. Mana yang perlu diselesaikan atau, perampasan aset," katanya.
Nasir yang juga politikus PKS ini mengatakan pokok-pokok muatan di UU tersebut akan dibahas secara mendalam oleh panitia kerja (panja). Menurut dia, yang terpenting ialah segera menindaklanjuti RUU Perampasan Aset sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
"Itu nanti dibahas di panja yang penting kemauan dulu kemauan yang ada itu dikelola dan dijaga sehingga kemudian harapan presiden Prabowo bisa ditindaklanjuti oleh pembentuk uu dalam hal ini DPR," tandas legislator dapil Aceh ini.
Baca Juga : RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas, Pengamat : Jangan Hanya Pepesan Kosong
Ketua Baleg DPR Bob Hasan sebelumnya, memastikan nantinya RUU Perampasan Aset dibahas simultan, tak menunggu RKUHAP selesai jadi undang-undang. Ia membenarkan RUU Perampasan Aset akan digodok oleh Komisi III DPR.
"Justru ini kan secara paralel, nanti kan Komisi III kan sedang menyelesaikan RKUHAP. Karena ini terkait dengan perampasan aset, ada sebuah aksi, ada sebuah acara. Kalau bicara acara pidana, maka kita tidak boleh lepas daripada hukum acara pidana. Seperti itu. Makanya itu tahapannya paralel tadi," kata dia.
"Tetapi kita bersimultan. Bagaimana kita terlebih dahulu mengupas apa isinya yang sebenarnya, yang selama ini harus kita uruskan bersama-sama. Iya (Komisi III DPR pembahasan)," lanjutnya.
(cw1/nusantaraterkini.co)