Nusantaraterkini.co, TAIYUAN - Nathaniel Hartono Putra (22), seorang pelajar asal Indonesia yang saat ini menempuh pendidikan di Provinsi Shanxi, Cina utara, sudah beberapa kali menyumbangkan waktunya untuk menikmati pertunjukan wayang kulit di Kota Xiaoyi, salah satu kota di provinsi tersebut.
Menurut Nathaniel, pertunjukan wayang kulit di Xiaoyi memiliki banyak kemiripan dengan seni wayang kulit di Jawa, kampung halamannya.
Baru-baru ini, Nathaniel ikut bergabung dengan para penonton lainnya untuk menyaksikan sebuah pertunjukan wayang kulit bertajuk "Lian Nian You Yu", yang secara harfiah berarti "setiap tahun terdapat ikan". Sorotan cahaya yang muncul di balik kain putih langsung menarik perhatian dan menghentikan pembicaraan para penonton, sementara seekor ikan mas tampak "berenang" dengan lincah di permukaan kain tersebut.
Baca Juga: Bak Tokoh Perwayangan, Polisi di Pemalang Bagikan Takjil Kenakan Kostum Wayang Orang
Diiringi alunan musik tradisional lokal, ikan tersebut tampak bergoyang-goyang dan menampilkan gerakan-gerakan yang menggemaskan, dan kemudian mendapat tepuk tangan meriah dari para penonton.
“Wayang kulit Jawa telah dikenal luas di seluruh dunia, namun saya justru baru mengetahui bahwa di Shanxi, yang berjarak ribuan kilometer dari kampung halaman saya, terdapat kesenian serupa,” ujar Nathaniel.
Xiaoyi merupakan salah satu pusat kesenian wayang kulit di China. Sejumlah mural kunokala yang terdapat di Xiaoyi menunjukkan bahwa wayang kulit telah muncul di kota tersebut sejak lebih dari seribu tahun yang lalu.
Senang melihat ketertarikan Nathaniel pada pertunjukan tersebut, ungkap Wu Junli, seniman wayang kulit yang berusia lebih dari 70 tahun, dengan antusias memperkenalkan keseniannya kepada Nathaniel.
“Di Xiaoyi, kami sering kali menampilkan adegan-adegan mitos dan legenda, atau cerita sejarah dalam pertunjukan wayang kulit, sekaligus menyampaikan pesan-pesan yang bernilai kepada para penonton,” papar Wu.
"Lian Nian You Yu, pertunjukan yang baru saja Anda Saksikan, menampilkan ikan yang dalam bahasa Mandarin disebut 'Yu', pelafalannya sama dengan kata 'melimpah'. Pertunjukan ini mengandung harapan masyarakat akan kesejahteraan," katanya.
Dari sudut pandang Nathaniel, wayang kulit di Jawa dan Tiongkok tidak jauh berbeda dari segi cara memainkannya, tetapi berbeda secara signifikan dalam alur cerita dan irama musik yang mengiringinya.
Kesenian wayang kulit di Xiaoyi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat setempat. Di sebuah pusat pelestarian warisan budaya takbenda di Desa Jiajiazhuang, Xiaoyi, Nathaniel bertemu dengan beberapa orang wanita yang sedang memproduksi wayang kulit. Dipenuhi dengan rasa ingin tahu, Nathaniel kemudian mengikuti mereka sekaligus ngobrol dengan para perajin tersebut.
Baca Juga: Budayawan Batak: Sayang Sekali Jika Status Geopark Kaldera Toba Sampai dicabut UNESCO
Zhang Aiqing, salah satu dari kelompok wanita tersebut, mengatakan bahwa dirinya mulai terlibat dalam mewarnai wayang kulit karena suaminya bekerja di rombongan seni di Xiaoyi. Dengan seringnya menyaksikan suaminya memainkan wayang kulit, perlahan-lahan Zhang jatuh cinta terhadap kesenian tersebut.
Ketika pekerjaan pertanian tidak terlalu padat, Zhang bekerja paruh waktu di pusat pelestarian itu dan meraup penghasilan sebesar 2.000 yuan (1 yuan = Rp2.259) per bulan.
Du Liangshu, wakil kepala Biro Kebudayaan dan Pariwisata Xiaoyi, menyampaikan kepada Nathaniel bahwa otoritas setempat sedang berupaya mempromosikan seni wayang kulit ke komunitas dan kalangan muda agar masyarakat lebih mengenal kesenian ini. Berbagai produk kreatif yang relevan juga diminati warga lokal maupun wisatawan, yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan pekerja di industri terkait.
“Di sini saya melihat generasi muda Tiongkok sangat menghargai kesenian tradisional mereka, dan saya berharap Indonesia dan Tiongkok dapat terus memperdalam kerja sama di bidang kebudayaan,” sebut Nathaniel.
(Zie/Nusantaraterkini.co)
Sumber: Xinhua