Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

INDEF Gelar Diskusi Publik: Merekam Pokok Gagasan Ekonomi Politik Faisal Basri

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Junaidin Zai
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengadakan diskusi publik bertajuk Merekam Gagasan Faisal Basri serta meresmikan Ruang Baca Faisal Basri, pada Jumat (7/2/2025). (Foto: dok INDEF)

Nusantaraterkini.co, MEDAN – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengadakan diskusi publik bertajuk Merekam Gagasan Faisal Basri serta meresmikan Ruang Baca Faisal Basri, pada Jumat (7/2/2025).

Acara yang digelar secara daring ini menjadi ajang refleksi terhadap pemikiran ekonom senior sekaligus pendiri INDEF tersebut.

Dalam diskusi tersebut, ekonom dan mantan Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Didik Junaidi Rachbini, mengungkapkan bahwa gagasan Faisal Basri mengenai ekonomi sangat berkaitan erat dengan politik.

Ia menyoroti lima aspek utama dalam alam pikir Faisal Basri, salah satunya adalah bahwa kebijakan ekonomi merupakan produk dari kebijakan politik.

"Faisal Basri menilai bahwa politik saat ini belum mampu menghasilkan kebijakan yang berpihak pada pemerataan dan kesejahteraan rakyat. Justru, politik kerap didominasi oleh praktik uang yang menciptakan apa yang ia sebut sebagai 'demokrasi yang najis'," ujar Didik.

Baca Juga: Ekonom Faisal Basri Meninggal Dunia

Lebih lanjut, Faisal Basri juga disebutkannya, mengkritik model pembangunan ekonomi yang dinilai stagnan, cenderung berorientasi jangka pendek, dan minim inovasi. Konsekuensinya, pertumbuhan sektor industri mengalami perlambatan.

Selain itu, ia menyoroti permasalahan struktural dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya dalam aspek efisiensi belanja negara.

Dalam konteks daya saing, Faisal Basri melihat bahwa Indonesia mengalami tekanan signifikan dibandingkan negara-negara lain, seperti Vietnam, yang memiliki kebijakan investasi lebih kondusif. Selain itu, sektor perbankan nasional dinilai lebih berfokus pada stabilitas internal daripada mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih luas.

Sementara itu, Guru besar Fakultas Ekonomi IPB Bogor dan Universitas Paramadian, Didin S. Damanhuri menyebutkan bahwa pemikiran Faisal Basri memiliki peran strategis dalam pendirian INDEF sejak 1995.

"Sebagai seorang ekonom, Faisal Basri tidak hanya menguasai teori dan data, tetapi juga berani mengkritik kebijakan yang dinilainya tidak berpihak kepada kepentingan publik," tutur Didin.

Salah satu kritik Faisal Basri, mengenai jalur subsidi terselubung terhadap industri gandum. Kata Didin, Faisla Basri mengungkap bahwa rakyat secara tidak langsung mensubsidi impor gandum sebesar USD 760 juta atau setara Rp8,3 triliun per tahun, yang lebih banyak menguntungkan kelompok usaha dengan posisi monopsonistik.

"Konsistensi Faisal Basri dalam mengawal kebijakan ekonomi yang transparan juga tercermin saat ia dipercaya memimpin Satuan Tugas Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas)," jelas Didin.

Salah satu capaian pentingnya adalah penghentian impor minyak melalui Pertamina Energy Services (PES) dan pengalihan ke Integrated Supply Chain (ISC), serta reformasi dalam manajemen Petral dan ISC.

Baca Juga: Ketua TKN Buka Suara, Respon Pernyataan Faisal Basri Soal Utang Indonesia Bisa Tembus Rp16 Ribu T Jika Prabowo-Gibran Menang

Disisi lain, Mohamad Fadhil Hasan salah satu pendiri INDEF menyoroti integritas Faisal Basri, yang dinilai terbukti dalam keputusannya menolak proyek dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), meskipun nilai proyek tersebut sangat besar.

"Keputusan itu diambil karena kekhawatiran bahwa proyek tersebut dapat menjadi alat legitimasi terhadap praktik korupsi," jelas Fadhil.

Selain aktif dalam memberikan kritik terhadap kebijakan ekonomi, Faisal Basri juga terlibat dalam berbagai upaya reformasi dari dalam. Ia pernah menjadi bagian dari tim evaluasi kebijakan ekonomi saat Boediono menjabat sebagai Menteri Keuangan, serta berperan dalam reformasi tata kelola migas dan hukum di bawah Mahfud MD.

Meskipun kerap mengkritik kebijakan ekonomi yang tidak transparan, kata Fadhil, Faisal Basri menolak untuk dilabeli sebagai penganut mazhab ekonomi tertentu.

"Baginya, fokus utama adalah bagaimana kebijakan dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat," ungkap Fadhil.

Acara diskusi ini sekaligus menjadi penghormatan terhadap dedikasi Faisal Basri dalam membangun ekonomi yang lebih transparan, berkeadilan, dan berpihak pada kepentingan publik.

Peresmian Ruang Baca Faisal Basri diharapkan dapat menjadi ruang intelektual bagi para akademisi, mahasiswa, dan peneliti untuk terus mengembangkan pemikiran ekonomi yang progresif.

(Cw7/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan