Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

APARA Sumut Gelar Diskusi Publik, Soroti Keterlibatan Aparat dalam Implementasi UUPA 1960

Editor:  Feriansyah Nasution
Reporter: Junaidin Zai
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Aliansi Pejuang Reforma Agraria (APARA), di Jalan Kemiri, Kecamatan Medan Amplas, pada Rabu (10/9/2025). (Foto: Junaidin Zai/Nusantaraterkini.co)

Nusantaraterkini.co, MEDAN Menjelang peringatan Hari Tani Nasional 2025, wacana reforma agraria kembali mengemuka. Namun, alih-alih terlaksana sesuai amanat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960, implementasinya justru dianggap kerap tersandera aturan sektoral dan praktik represif aparat di lapangan.

Amatan Nusantaraterkini.co, hal tersebut mencuat dalam diskusi publik bertema “65 Tahun UUPA 1960: Menagih Janji Pemerintah Menjalankan Reforma Agraria Sejati” yang digelar Aliansi Pejuang Reforma Agraria (APARA) di Jalan Kemiri, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan, Rabu (10/9/2025).

Baca Juga : Reforma Agraria Terhambat UU Sektoral, Aparat Dinilai Ikut Represif

Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumut, Suhariawan, menyebut dua sumber utama konflik agraria di provinsi ini adanya klaim sepihak perusahaan melalui hak guna usaha (HGU), serta penguasaan kembali tanah terlantar bekas HGU yang sudah lama dikelola masyarakat.

Reforma agraria seharusnya mengubah struktur penguasaan tanah melalui redistribusi, penyelesaian konflik, dan pemberdayaan petani serta masyarakat adat. Itu yang diamanatkan UUPA 1960,” kata Suhariawan dalam forum disuksi.

Namun, jalan menuju reforma agraria kerap terhambat. Tommy Sinambela dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) menilai UUPA 1960 sering berbenturan dengan undang-undang sektoral seperti UU Minerba, UU Kehutanan, UU Perkebunan, hingga UU Cipta Kerja.

“UUPA mengedepankan fungsi sosial tanah, sedangkan aturan sektoral lebih pro-investasi. Ketimpangan lahir dari sini: perampasan lahan, kriminalisasi, sampai kasus seperti Sorbatua Siallagan yang dikriminalisasi karena dituding menduduki kawasan hutan konsesi perusahaan TPL,” ujar Tommy.

Konflik juga diperparah dengan keterlibatan aparat keamanan. Berdasarkan catatan KontraS Sumatera Utara (Sumut) terdapat 24 kasus konflik agraria sepanjang 2024, dengan lima di antaranya melibatkan polisi.

Bentuknya kriminalisasi, intimidasi, bahkan penyiksaan terhadap masyarakat,” kata Staf Pengorganisasian KontraS Sumut, Aulia Rahman.

Baca Juga : Sebut Tanah Nganggur Bisa Diambil Negara, Fransiskus Lature Nilai Pandangan Menteri Nusron Wahid Menyesatkan Publik

Diskusi ditutup dengan catatan bahwa negara bukan sekadar memberi tanah kepada rakyat, melainkan juga menyelesaikan konflik yang ada.

Reforma agraria sejati harus diwujudkan, bukan dipinggirkan oleh kepentingan modal,” kata moderator diskusi, Dastin.

(cw7/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan