Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Peneliti Formappi Lucius Karus mengaku heran karena setiap periode, DPD RI selalu ramai mengutak-atik Tata Tertib (tatib) pemilihan pimpinan.
Hal ini disampaikan Lucius menanggapi persoalan kericuhan rapat paripurna DPD RI ke-12 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 berlangsung panas karena terjadi Tatib DPD RI terbaru yang berimbas pada kepemimpinan ke depan bakal disahkan.
"Memalukan sih sebenar-nya karena DPD RI ini secara kelembagaan sudah sangat tidak urgent, nggak ada kewenangan, fungsi-fungsi mati, tetapi mereka justru asyik bermain-main kekuasaan di internal DPD RI sendiri," sindirnya, Kamis (18/7/2024).
Ia pun lantas mempertanyakan bagaimana DPD RI bisa berkembang jika pimpinannya selalu diperoleh melalui rekayasa aturan di Tatib.
Ia pun menyarankan, DPD RI mesti memulai sesuatu yang baru. Misalnya memastikan proses pemilihan Pimpinan dilakukan secara demokratis, terbuka dan tidak transaksional.
"Karena itu tidak boleh ada deklarasi-deklarasian jauh sebelum proses pemilihan dilakukan. Pimpinan DPD harus memulai kebiasaan menguji kompetensi para kandidat pimpinan agar tampak beda sedikit dengan tetangganya DPR RI," tegasnya.
Ia pun mengapresiasi dengan masih adanya para senator yang mampu melawan dan mempermasalahkan tatib DPD yang di utak atik oleh kelompok yang ingin merebut kursi pimpinan DPD.
Sebelumnya, Kekecewaan kepemimpinan DPD RI diketuai AA LaNyalla Mahmmud Mattaliti disuarakan Ketua Komite III DPD RI, Hasan Basri.
"Karena selama hampir lima tahun ini kita cukup diam, dengan kepemimpinan yang sangat otoriter, semuanya harus dipaksakan hanya untuk kepentingan pribadi pimpinan DPD RI. Puncaknya pada saat sidang paripurna. Kenapa itu bisa terjadi? Karena ada keinginan dari kesewenangan pimpinan untuk memaksakan diri untuk mengesahkan Tata Tertib yang mereka rancang dan susun sendiri," kata Hasan Basri.
Hasan Basri menilai Tatib DPD berkaitan dengan pemimpin DPD ke depan yang diduga ada unsur kepentingan. Sedangkan banyak di antara senator yang tidak sepakat.
"Kenapa sampai demikian? Karena proses pembentukan sebuah peraturan perundangan itu ada mekanisme dan aturannya. Seperti kemarin UU omnibus law kenapa kalah di MK? Karena ada proses yang tidak dilalui, ini sama," jelas dia.
Kata Hasan, urusan Tatib semestinya dibawa oleh panitia khusus (pansus), bukan timja (tim kerja). Terlebih deklarasi yang dilakukan sejatinya sudah melanggar Tatib.
"Kalau di DPD RI itu, sebuah UU apalagi mengatur internal kemarin itu kita duga sengaja dibuat seperti itu oleh mereka ingin mengesahkan Tata Tertib. Karena sebelumnya mereka sudah deklarasi calon pimpinan, yang sebenarnya deklarasi ini pun melanggar Tata Tertib, karena yang masih kita pakai Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2022," ungkapnya.
Hasan menjelaskan, pemilihan pimpinan di dalam DPD menggunakan sistem subwilayah. Sedangkan hal ini disebut ingin diubah atas kemauan sebagian pimpinan DPD.
"Dengan kewenangan-wenangan sendiri, dengan otoriternya sendiri, dengan membentuk timja, dalam sidang paripurna itu, timja tidak berhak menyampaikan sesuatu di situ, karena timja itu prosesnya hanya sampai pada alat kelengkapan itu sendiri. Misalnya, saya Ketua Umum Komite III, menentukan timja, maka timja itu menyampaikan kepada pimpinan, nanti pimpinan yang akan mengumumkan (hasil)," jelas dia.
Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai mengatakan panasnya rapat paripurna masih berkaitan dengan masalah pada sehari sebelumnya. Dia menyebutkan rapat sehari sebelumnya memakan waktu hingga tujuh jam karena perbedaan pandangan anggota terhadap Tatib.
"Dalam sejarah perjalanan 5 tahun saya sebagai anggota panmus baru pertama kali kemarin. Biasanya panmus agenda itu setelah rapat pimpinan pimpinan itu 1 jam, membaca surat-surat yang masuk. Kemudian menetapkan jadwal. Tetapi hari kemarin itu, rapat panmus dari jam 1 siang sampe dengan jam setengah 10 malam, lebih dari 7 jam. Kenapa itu bisa terjadi? Karena perbedaan prinsip tentang Tatib itu sendiri," ungkapnya.
"Ini jadi berkepanjangan sampai ada dinamika yang mencuat. Banyak hal-hal yang kalau kita membuka itu, saya mencoba kewibawaan tertentu tidak membuka aib perorangan. Dan kita sudah sampaikan terutama sendiri. Kalau kita tidak bisa selesaikan pada hari itu hari Kamis maka akan berdampak pada hari Jumat dan itu ternyata terbukti," ucapnya.
Menurut Yorrys, kondisi DPD RI kini terbagi dalam dua kekuatan. Pertama kelompok perubahan yang kebanyakan incumbent, dan kedua kelompok pro terhadap LaNyalla.
"Jadi ada dua kekuatan sekarang, kelompok status quo dan kelompok perubahan," ucapnya.
Diketahui, Rapat paripurna DPD RI ke-12 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 hari ini panas bahkan mikrofon Ketua DPD La Nyalla Mattalitti sempat direbut oleh senator. Hal ini mulanya terjadi karena Tata Tertib (Tatib) DPD RI terbaru yang berimbas pada kepemimpinan ke depan bakal disahkan.
"Ini masalah transparansi, itu yang teman tuntut karena di Timja (tim kerja) ini dianggap tidak transparan. Itulah yang membuat akhirnya ribut, kalau transparan dari awal. Jadi baru tadi teman-teman tahu, ini nggak," kata Wakil Kalau DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin usai rapat paripurna.
Sultan mengatakan pembahasan soal Tatib mestinya melalui Pansus bukan langsung Timja yang pada akhirnya ingin langsung disahkan pada rapat paripurna kali ini.
"Makanya saya bilang, saya posisinya ya, kita harus tegak lurus pada aturan. Nah masalah politik ini kan masalah trust, tranparansi, sementara Pansus itu membuka seluas-luasnya sementara Timja oleh pimpinan mentake over tapi itu tidak begitu terbuka," kata dia.
Sultan mengatakan sebagian senator mempermasalahkan soal beberapa pasal yang krusial di Tata Tertib terbaru. Ia menyinggung soal pemilihan pemimpin yang mesti langsung, umum, bebas dan rahasia tetapi menurutnya hal itu terlalu luas.
"Salah satu contohnya, calon pimpinan itu tidak boleh melanggar etika. Nah, sementara kan melanggar etika itu kan tafsirnya kan banyak apakah orang 20 tahun yang lalu bermasalah di kampungnya, nggak boleh mencalon?" ujar Sultan.
"Itu salah satu contoh, kemudian di antara contoh-contoh yang lain bahwa proses pemilihan pimpinan sendiri sementara asasnya itu langsung, umum, bebas dan rahasia. Itupun diindikasikan oleh sebagian, oleh teman-teman ada yang dianggap pasal itu tidak terbuka, tidak transparan, ya kurang lebih pasti menyangkut hal-hal yang sarat akan kepentingan," tambahnya.
(cw1/nusantaraterkini.co)