Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara serta RUU Imigrasi agar segera dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Merespon hal tersebut, Peneliti Formappi Lucius Karus menilai DPR terlalu memaksa kalau membahas RUU Kementerian Negara dan RUU Imigrasi dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Waktu 3 minggu itu pun mengandalkan tiap hari DPR hanya membahas RUU saja.
"Padahal kita tahu ada setumpuk kesibukan lain yang tak bisa tidak mengganggu fokus DPR dalam bekerja di penghujung periode, seperti kesibukan mengikuti Pilkada, kesibukan ngemas barang jelang perpindahan ruang kerja, siap-siap pelantikan bagi yang terpilih lagi," kata Lucius kepada Nusantaraterkini.co, Sabtu (7/9/2024).
"Jadi katakanlah waktu efektif untuk membahas RUU mungkin hanya tinggal 1 mingguan saja," sambungnya.
Dengan waktu sesempit itu, menurut Lucius bagaimana DPR akan menjamin ada pembahasan yang partisipatif terhadap 2 RUU tersebut.
"Kan RUU lain yang sudah dalam tahap pembicaraan tingkat 1 juga ada beberapa. Jadi fokus DPR jelas tak bisa diharapkan mampu untuk memastikan ada pembahasan yang serius terkait materi di dalam RUU-RUU itu.
"Mungkin DPR lupa bahwa urusan materi atau substansi RUU-RUU itu bukan hanya urusan mereka-mereka saja. RUU yang dibahas DPR itu akan berdampak pada seluruh rakyat Indonesia," sindir Lucius.
Lucius menilai hal itulah yang membuat rakyat marah ketika DPR suka-suka saja membahas revisi UU Pilkada dalam waktu tak lebih dari sehari. Pembahasan kilat ala RUU Pilkada itu bikin marah karena DPR secara absolut memperlihatkan arogansi mereka yang melupakan asal kekuasaan mereka yaitu rakyat sendiri.
"Saya kira dengan pengalaman dari proses revisi UU Pilkada itu, seharusnya DPR belajar sesuatu hal yang penting. Bahwa ketika mereka sok powerful membuat sebuah RUU, saat itu pulalah kemarahan rakyat akan menjadi hambatan serius yang harus dihadapi dan siap memporakporandakan rencana yang mungkin agak nakal dan sewenang-wenang," tegasnya.
DPR, menurut Lucius tak perlulah berambisi menghasilkan banyak RUU di akhir periode walaupun sampai sekarang hanya sekitar 30 yang mereka bisa hasilkan selama 5 tahun dari 259 daftar Prolegnas 2020-2024.
"Mimpi ingin terlihat produktif di akhir periode itu konyol karena akan mengorbankan rakyat yang pada saatnya ikut terdampak dari hasil legislasi yang dibuat DPR," katanya menegaskan.
"Jadi partisipasi publik jangan dianggap sebagai formalitas saja. Pembahasan 2 RUU penting untuk kepentingan menyenangkan rejim yang akan datang akan berpotensi mengabaikan kepentingan publik jika waktu pembahasan yang tersedia hanya sepekan dua pekan saja," tandasnya.
Sebelumnya, DPR menyetujui rancangan Undang-undang nomor 39 tahun 2008 Tentang Kementerian Negara agar segera dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hal tersebut disepakati dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Selasa (3/9/2024).
“Berdasarkan keputusan rapat konsultasi pengganti rapat bamus 27 Mei yang memutuskan menugaskan badan legislasi DPR untuk membahas RUU tentang perubahan UU 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara,” kata Dasco di ruang sidang paripurna DPR Senayan, Jakarta.
Selain UU Kementerian Negara, DPR juga menyetujui rancangan Undang-undang nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dasco lantas menanyakan kepada peserta rapat paripurna untuk pembahasan dua UU tersebut diserahkan ke Baleg.
“Kami minta persetujuan rapat paripurna hari ini untuk menugaskan badan legislasi DPR RI membahas RUU tentang perubahan atas UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan RUU tentang perubahan ketiga atas uu nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, apakah dapat disetujui?” Tanya Dasco.
(cw1/Nusantaraterkini.co)