Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Firman Soebagyo Soroti Ketimpangan Fiskal, Bahas Isu Desentralisasi dan Optimalisasi Pembangunan Daerah

Editor:  Feriansyah Nasution
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Anggota Badan Pengkajian MPR, Firman Soebagyo. (Foto: Istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Anggota Badan Pengkajian MPR Firman Soebagyo, menilai hubungan pusat dan daerah dalam implementasi otonomi daerah masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar

Hal itu ia sampaikan saat membahas isu desentralisasi dan optimalisasi pembangunan daerah.

 Baca Juga : RUU Kawasan Industri dan Perindustrian DIharapkan Jadi Instrumen dalam Tingkatkan Daya Saing Industri Nasional

Menurut Firman, ada empat dasar hukum yang menjadi pijakan hubungan pusat dan daerah, di antaranya UUD 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 9 Tahun 2015, serta UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Regulasi ini, kata Firman, menjadi perangkat penting untuk mengatur kewenangan dan keuangan, meski di lapangan masih ditemukan banyak kendala.

Desentralisasi sejatinya bertujuan memperkuat pemberdayaan daerah, mempercepat pembangunan, dan mendorong partisipasi masyarakat. Namun faktanya, masih ada ketimpangan antara daerah kaya dan miskin, tumpang tindih kebijakan, serta kapasitas pemerintah daerah yang belum merata,” ujar Firman, Rabu (10/9/2025).

Baca Juga : Legislator Ingatkan Bapanas soal Anggaran Rp22,5 Triliun Jangan Hanya untuk Program Beras Gratis

Ia mencontohkan kondisi di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sebenarnya memiliki potensi besar, mulai dari garam, pertanian, hingga peternakan, tetapi belum dikelola secara serius oleh pemerintah pusat.

 

Mengapa kita masih impor garam, padahal NTT bisa menjadi gudang garam nasional? Ini bukti belum optimalnya perhatian pusat terhadap daerah tertentu,” tegasnya.

 

Firman juga menyoroti persoalan ketimpangan fiskal. Banyak daerah yang masih bergantung pada transfer dana dari pusat, bukan dari pendapatan asli daerah. Situasi ini membuat kepala daerah kerap mengambil langkah instan.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan