Nusantaraterkini.co, MEDAN - Solidaritas Hakim Indonesia berencana mengadakan Gerakan Cuti Bersama Hakim se Indonesia pada tanggal 7-11 Oktober 2024.
Gerakan solidaritas hakim tersebut menyuarakan lima isu berkenaan dengan kesejahteraan hakim termasuk revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di Bawah Mahkamah Agung (PP 94/2012), perlindungan keamanan, penguatan asosiasi hakim, dan pembahasan RUU Jabatan Hakim.
Founder Ethics of Care, Farid Wajdi yang juga merupakan Anggota Komisi Yudisial RI 2015-2020, merespons gerakan solidaritas hakim Indonesia yang bakal melakukan aksi cuti bersama untuk menuntut perbaikan kesejahteraan tersebut.
Farid menyampaikan beberapa pokok pikiran yang mesti diiringi dalam gerakan tersebut.
Pertama, kata Farid, paradigma kesejahteraan yang selalu diidentikkan dengan gaji dan tunjangan perlu diluruskan. Dimana pada PP 94/2012, gaji dan tunjangan menempati dua urutan teratas, sementara sisanya terhadap delapan hak keuangan dan fasilitas yang perlu dipenuhi.
Kedua, lanjut Farid, dalam PP 94/2012 juga mengatur 10 hak keuangan dan fasilitas hakim.
"Dari seluruhnya, setidaknya 70 persennya yaitu gaji, tunjangan, rumah dinas, jaminan kesehatan, biaya perjalanan dinas, penghasilan pensiun, tunjangan lain, telah diusahakan dipenuhi oleh negara meski dirasa belum optimal," ucapnya kepada Nusantaraterkini.co, Minggu (29/9/2024).
Ketiga, pemenuhan keseluruhan hak keuangan dan fasilitas hakim perlu juga mempertimbangkan kemampuan fiskal negara, lantaran rasio gaji hakim dibanding penyelenggara negara lainnya masih relatif tinggi.
Keempat, tambah Farid, tuntutan para hakim soal gaji dan tunjangan harus juga dibarengi dengan capaian kinerja dan perkembangan integritas hakim dalam kurun waktu penerapan PP 94/2012 sejak 12 tahun lalu hingga saat ini.
Dan yang terakhir, Farid menilai, penyesuaian terhadap besaran gaji dan tunjangan mungkin diperlukan, terutama memperhatikan inflasi dan kemampuan negara.
"Namun harus juga dibarengi dengan akuntabilitas kinerja profesi hakim. Poin terpentingnya, bahwa peningkatan kualitas berupa pemenuhan PP 94/2012 secara maksimal lebih diperlukan saat ini, daripada membentuk instrumen hukum yang baru," pungkas Farid yang merupakan akademisi dan praktisi hukum ini.
(fer/nusantaraterkini.co)