Nusantaraterkini.co, MEDAN - Sebanyak 2.000 batang sawit ilegal dicabut dari kawasan hutan kelola Kelompok Tani Hutan (KTH) Nipah, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, pada Selasa (17/6/2025).
Aksi ini menjadi langkah tegas yang dilakukan WALHI Sumatera Utara (Sumut) bersama tim terpadu lintas instansi dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Sawit-sawit tersebut diketahui ditanam secara ilegal oleh oknum tak bertanggung jawab di dalam area Perhutanan Sosial seluas 60 hektare dari total 242 hektare hutan yang dikelola KTH Nipah melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm).
“Bersama tim lintas instansi, kami berhasil mengeksekusi 2.000 batang sawit ilegal yang merambah kawasan kelola masyarakat,” ungkap Staf Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, Maulana Gultom dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/6/2025)
Menurut Maulana, pencabutan sawit ilegal ini menjadi bentuk peringatan keras terhadap praktik perambahan hutan yang kian masif, terutama di area yang telah dialokasikan negara kepada masyarakat untuk dikelola secara lestari.
BACA JUGA: Respons DPRD Sumut soal Perusakan 2 Hektare Kebun Sawit Warga di Padang Lawas
WALHI Sumut menilai kasus perambahan di kawasan Perhutanan Sosial seperti yang dialami KTH Nipah bukanlah hal baru. Tekanan terhadap ruang hidup masyarakat adat dan kelompok tani kian meningkat seiring masifnya ekspansi sawit dan lemahnya pengawasan di lapangan.
“Kami berharap, ini menjadi sinyal tegas bahwa perambahan tidak lagi ditoleransi. Negara harus hadir melindungi hutan dan masyarakat pengelolanya,” tegas Maulana.
Eksekusi dilakukan oleh tim terpadu yang terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumatera Utara, WALHI Sumut, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah II, Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sumatera, serta masyarakat dan anggota KTH Nipah.
Kepala DLHK Sumut, Yuliani Siregar, yang turut hadir langsung dalam eksekusi ini mengatakan bahwa pihaknya bertindak berdasarkan laporan resmi dari KTH Nipah mengenai adanya perambahan oleh pihak luar yang mengaku berinisial J.
“Hutan ini dirambah oleh seseorang yang mengklaim sebagai pemilik dengan inisial J. Kami mencabut 2.000 batang sawit yang tumbuh di area seluas 60 hektare,” ujar Yuliani.
Ia menegaskan bahwa hutan yang telah diberikan hak kelolanya kepada masyarakat tidak boleh dialihfungsikan menjadi kebun sawit, apalagi tanpa izin. DLHK membuka ruang bagi pihak yang merasa memiliki dokumen kepemilikan untuk datang dan membuktikan klaimnya secara hukum.
BACA JUGA: Indonesia Bersama Penjaga Hutan Dunia Satukan Suara Bela Hak Alam dan Manusia
Sebagai bagian dari rehabilitasi ekologis, DLHK dan KTH Nipah berencana mengganti pohon sawit yang telah dicabut dengan tanaman produktif ramah lingkungan seperti kelapa pandan dan aren.
“Jenis tanaman ini diharapkan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir sekaligus menjaga fungsi ekologis hutan,” tambah Yuliani.
Sementara itu Kepala Seksi Wilayah II BPSKL Sumatera, Hendry Elvin Simamora menegaskan, peraturan perhutanan sosial tidak membolehkan penanaman komoditas seperti sawit, terutama jika bertentangan dengan izin yang diberikan kepada kelompok.
“Kami apresiasi KTH Nipah yang cepat melapor dan menjaga wilayah kelolanya. Ini bukti bahwa masyarakat bisa menjadi garda terdepan menjaga hutan jika diberikan hak dan dukungan,” ujarnya.
Masyarakat Lawan Perambahan
Ketua KTH Nipah, Samsir, menyambut baik tindakan tegas yang diambil tim gabungan. Ia menyebut bahwa keberadaan sawit-sawit ilegal selama ini menghambat aktivitas konservasi hutan oleh kelompoknya.
“Selama ini kami hanya bisa menunggu. Hari ini, sawit yang jadi penghalang akhirnya dieksekusi. Terima kasih kepada semua pihak yang hadir. Ini perjuangan panjang kami,” kata Samsir.
(Cw7/Nusantaraterkini.co)