Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) atau pencoblosan ulang di 24 daerah untuk Pilkada 2024. Perintah ini merupakan bagian dari putusan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah.
Menanggapi hal itu, Peneliti Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai putusan ini merupakan tamparan bagi penyelenggara pemilu. Dalam persidangan juga terungkap sejumlah calon kepala daerah yang sesungguh tak memenuhi syarat namun diloloskan oleh KPU.
"Jelas dipertanyakan kinerja KPU dan Bawaslu, karena penyelenggaraan Pilkada kali ini yang banyak menghasilkan sengketa di MK," ujar Lucius, Rabu (26/2/2025).
Ia juga mendesak Komisi II DPR untuk segera memanggil KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk evaluasi total. Hal ini agar tidak boleh lagi terjadi pelanggaran serupa.
“Kita enggak bisa membiarkan Pilkada serentak ke depannya menjadi panggung bagi aneka pelanggaran. Komisi II DPR mestinya segera lakukan evaluasi total," tegas Lucius.
Ia mengingatkan anggaran besar untuk penyelenggaraan Pilkada 2024 —mencapai Rp 41 triliun— ternyata menghasilkan pemilu yang masih jauh dari berkulitas.
Lucius mempertanyakan kinerja pengawasan Bawaslu karena terbukti melalui putusan MK, pilkada lalu banyak pelanggaran. "Pengawasan Bawaslu memang terbukti gagal memastikan tahapan kampanye pilkada berlangsung secara jurdil,” ujar Lucius.
KPU-Bawaslu Perlu Dievaluasi
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menilai putusan tersebut menunjukkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak profesional dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 sehingga perlu dievaluasi.
“Putusan PSU oleh MK, mengindikasikan kinerja KPU yang tidak profesional, terutama dalam persoalan administrasi pendaftaran calon,” ujar Khozin.
Menurut politikus PKB ini, jika KPU bekerja secara profesional dengan menyusun aturan teknis yang presisi, maka PSU tidak akan terjadi. Ia mencontohkan kasus Pilkada Tasikmalaya 2024 dimana seorang kandidat yang telah dua periode menjabat tetap diloloskan karena perhitungan masa jabatan yang keliru.
Khozin juga menyoroti kinerja pengawasan Bawaslu. "Dalam putusan PSU di Kabupaten Serang dan Mahakam Ulu menunjukkan adanya pelanggaran yang terstruktur dan masif yang seharusnya bisa dicegah sejak awal oleh Bawaslu,” katanya.
Khozin mengusulkan kepada pimpinan dan anggota Komisi II DPR untuk segera memanggil serta mengevaluasi KPU dan Bawaslu guna merespon putusan MK atas PSU di 24 daerah tersebut.
“Pemanggilan ini penting untuk memastikan agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang," tandasnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hanya 40 perkara yang dilanjutkan ke sidang pembuktian. Gugatan tersebut terdiri dari 3 sengketa Pemilihan Gubernur (Pilgub), 3 gugatan sengketa Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot), dan 34 gugatan sengketa Pemilihan Bupati (Pilbup).
Dari 40 perkara tersebut, MK mengabulkan sebanyak 26 perkara, sebanyak 24 perkara di antaranya berupa pemungutan suara ulang (PSU). Ada pun 2 perkara lainnya, yakni sengketa Pilbup Puncak Jaya dan Pilbup Jayapura, tidak diminta untuk pencoblosan ulang.
(cw1/nusantaraterkini.co)