Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Soal 4 RUU Jadi Sorotan dan Bermasalah, Ini Kata Formappi

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Peneliti Formappi Lucius Karus. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Empat RUU yang jadi sorotan beberapa waktu terakhir yakni RUU Wantimpres, Kementerian hingga TNI-Polri menimbulkan keheranan karena muncul secara tiba-tiba dan pembahasannya ingin langsung tuntas dalam sekejap.

Bahkan demi tujuan agar bisa diselesaikan segera, keempat RUU tersebut tidak dimasukkan dalam Daftar RUU Prioritas, tetapi ada di daftar RUU Kumulatif Terbuka.

Hal ini disampaikan Peneliti Formappi Lucius Karus menyikapi rencana Baleg DPR bersama Pemerintah untuk meloloskan 4 RUU bermasalah dan menjadi sorotan publik.

"Padahal yang seharusnya masuk dalam Daftar Kumulatif Terbuka itu seharusnya hanya terkait APBN, Ratifikasi Perjanjian Internasional, Perppu dan tindak lanjut keputusan MK. Revisi UU lain yang tidak termasuk dalam empat kategori ini seharusnya masuk dalam Daftar Prolegnas Prioritas," katanya kepada Nusantaraterkini.co, Sabtu (10/8/2024).

Lucius menuturkan, daftar Prolegnas itu merupakan cerminan pemahaman DPR, Pemerintah, dan DPD akan kebutuhan hukum nasional.

"Jadi politik legislasi itu tercermin dalam daftar Prolegnas. Karena itu mulai dari perencanaan, pembahasan, dan pengesahan, RUU Prolegnas harus disesuaikan dengan arah pembangunan dan politik legislasi pemerintahan. Legislasi harus mampu menopang tujuan pembangunan pemerintah," urai dia.

Keempat RUU yang dibahas DPR secara mendadak ini, menurut Lucius punya korelasi dengan politik legislasi dan arah penguatan demokrasi ke depannya. Karena itu salah ketika DPR justru memasukkan keempat RUU itu dalam daftar Kumulatif Terbuka.

"Saya menduga keputusan memasukkan keempat RUU itu dalam Daftar Kumulatif hanya sebagai siasat DPR agar terhindar dari kerumitan prosedural sesuai UU Pembentukan Peranturan Perundang-undangan," ujarnya.

Siasat itu muncul karena kemendesakan penguasa bukan karena tuntutan kebutuhan bangsa. Karena, dengan hanya menjadi RUU Kumulatif, maka revisi keempat RUU itu hanya terkait satu dua pasal yang benar-benar jadi keinginan rezim, bukan kebutuhan hukum nasional.

"Karena itu politik legislasi menjadi elitis, untuk melayani kepentingan elit saja, bukan kepentingan seluruh warga negara," tegasnya.

"Tentu saja ini seperti pembajakan peraturan untuk kepentingan sepihak. Dan ini seharusnya ditolak demi kepastian hukum dan tegasnya demokrasi di negara kita," tandasnya.

Sebelumnya, Lucius pun menilai, beban legislasi Baleg DPR sangat banyak di masa sidang terakhir DPR sekarang. Apalagi ada 4 RUU yang akan dibahas kilat di penghujung periode ini yakni RUU TNI, RUU Kementerian Negara, RUU Polri, dan RUU Wantimpres akan menjadi taruhan dengan pergantian Ketua Baleg ini.

Selain itu, belum lagi RUU-RUU lain yang juga dibahas oleh Baleg masih cukup banyak.

“Ini pasti tidak mudah bagi figur baru untuk memastikan proses legislasi berlangsung sesuai prinsip-prinsip dasar pembentukan legislasi. Walau kita tahu bahwa tugas pimpinan itu hanya bersifat koordinatif, tetapi tetap saja itu penting bagi sebuah proses berkualitas dalam pembentukan legislasi,” tegasnya.

“Jadi Tentu saja beresiko sih jika bicara soal keinginan mengharapkan legislasi yang berkualitas,” tandasnya.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan