Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi sistem pengawasan untuk rumah makan.
Dia juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membangun sistem verifikasi terpadu sebagai langkah perbaikan bagi perlindungan konsumen.
Hal ini disampaikan Arzeti yang menyoroti kasus rumah makan Ayam Goreng Widuran yang viral disebut non-halal.
"Khususnya terkait informasi kehalalan produk-produk yang dikonsumsi. Pemerintah, termasuk Pemda dan BPOM tidak boleh abai terhadap proses pengawasan menu makanan. Sistem verifikasi terpadu yang melibatkan koordinasi antar-instansi diperlukan untuk menjamin konsumen mendapatkan informasi yang benar sejak awal," ujarnya, Selasa (3/6/2025).
Arzeti juga meminta agar Pemerintah tidak bisa lagi bersikap pasif. Ia menilai, perlu ada pengawasan yang lebih komprehensif dan terstandar secara nasional untuk memastikan semua pelaku usaha kuliner mencantumkan status halal, non-halal, atau belum bersertifikat halal.
"Dan ini harus dipasang secara terang-terangan, baik di tempat usaha, menu, maupun platform digital seperti aplikasi pemesanan makanan dan media sosial resmi," ungkap Arzeti yang juga legislator dapil Jatim ini.
"Ketentuan pengawasan juga tidak cukup hanya berupa imbauan sukarela, tetapi perlu menjadi bagian dari sistem terpadu yang tegas dengan sanksi bagi pelanggar," tambahnya.
Di sisi lain, Arzeti mendorong BPOM bersama pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk memberikan edukasi kepada pelaku UMKM kuliner terkait pentingnya transparansi bahan baku.
"Transparansi bukan hanya soal etika saja, tapi yang terpenting adalah keadilan dan perlindungan bagi konsumen," ucapnya.
Arzeti meminta kasus Ayam Goreng Widuran dijadikan sebagai sebuah refleksi bahwa keterbukaan dalam bisnis makanan sangat-lah penting. Minimnya keterbukaan disebut tidak boleh menjadi titik lemah usaha, khususnya di tengah masyarakat yang sebagian besar memegang nilai-nilai keagamaan dalam memilih konsumsi.
"Dan kejujuran dalam berniaga harus dimiliki oleh para penjual makanan. Pemerintah harus hadir untuk memastikan prinsip ini dijalankan oleh seluruh pelaku usaha, sebelum kepercayaan publik kembali tercederai oleh kelalaian yang seharusnya bisa dicegah sejak awal," ujarnya.
Sebelumnya, polisi menyatakan belum bisa melakukan intervensi karena belum menemukan unsur pidana dalam kasus itu.
Polisi mengatakan terkait pencantuman label halal maupun non-halal bisa dilihat dari sisi hukum pidana dan administrasi. Dalam kasus ini, Ayam Goreng Widuran belum mendaftarkan produknya dengan label halal.
"Dalam hal tersebut, masih dalam kewenangannya sanksi administrasi dari Pemkot Solo ataupun dari pantauan badan pengelola produk halal sehingga secara pidana itu belum sama sekali masuk ke ranah pidana," kata Kasat Reskrim Polresta Solo AKP Prastiyo Triwibowo.
(cw1/nusantaraterkini.co)