Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Petugas Ad Hoc Banyak jadi Korban, Komisi II DPR: Perlu Evaluasi Keserentakan Pemilu

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus (Foto: istimewa)

Petugas Ad Hoc Banyak jadi Korban, Komisi II DPR: Perlu Evaluasi Keserentakan Pemilu

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengatakan, dalam pelaksanaan pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masih banyak ditemukan jatuhnya korban dari petugas Badan Ad Hoc yang bekerja di tempat pemungutan suara (TPS) baik yang meninggal dunia maupun mengalami gangguan kesehatan.

Karena itu dia menilai, fenomena tersebut mesti dijadikan pintu masuk untuk melakukan evaluasi keserentakan pemilu.

Berdasarkan data yang dihimpun dari KPU, Bawaslu dan Kemenkes, mulai tanggal 10-25 Februari 2024,  tercatat 114 petugas pemilu yang meninggal dunia.

Rinciannya 59 orang petugas KPPS, 25 orang Linmas, 10 orang saksi, 11 orang PPS lainnya, 3 orang PPK dan 6 orang petugas Bawaslu.

Sementara, yang mengalami gangguan kesehatan alias sakit sebanyak 14.141 orang yang rawat jalan dan rawat inap sebanyak 1.117 orang.

"Semua pihak mesti bertanggung jawab atas kejadian tersebut," katanya, Selasa (27/2/2024)

Politikus PAN itupun menilai usulan untuk mengkaji dan mendesain ulang sistem pemilu serentak yang melibatkan pemilihan presiden, anggota DPR, anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/ kota dan DPD, perlu ditindaklanjuti.

Apalagi pelaksanaan pemilu serentak 2024 yang memilih mulai Pilpres, DPD RI daan DPR RI dari Pusat sampai Tingkat Kabupaten/Kota, diduga telah menyebabkan beban kerja yang tidak proporsional.

Di mana petugas badan Ad Hoc harus bekerja di hari pemilihan tanpa jeda, ditambah waktu perhitungan suara yang memakan waktu sampai dinihari.

"Sejak awal rapat dengar pendapat (RDP) dengan penyelenggara pemilu, Komisi II DPR sudah mengingatkan soal proses rekrutmen petugas badan Ad Hoc (KPPS, PPK, Linmas), mulai dari standardisasi umur hingga Kesehatan agar di lakukan secara ketat,  agar tidak terulang jatuhnya korban seperti saat Pemilu 2019 silam," ujarnya.

Oleh karena itu, ia meminta perlu dilakukan evaluasi, bukan hanya PKPU (Peraturan KPU), tapi undang-undang UU no 7 tahun 2017 tentang pemilu juga perlu ditinjau ulang secara menyeluruh. Segala kelemahan dan kekurangan berbagai proses, sejak awal tahapan pemilu hingga persoalan penggunaan teknologi dari sistem penghitungan suara juga perlu dilakukan evaluasi secara komperhensif.

“Pemungutan suara dengan sistem pemilu serentak mulai Pilpres, DPD RI daan DPR RI dari Pusat sampai tingkat Kabupaten/Kota tanpa jeda, perlu ditinjau ulang. Bisa saja keserentakan pemilu itu dipisah antara tingkat nasional dan lokal, bisa pula dipisahkan antara pemilihan Legislatif dengan eksekutif atau memperpanjang waktu penghitungan suara, tidak lagi tanpa jeda tapi dibuat dua hari dan lain sebagainya,” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan