Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

PETI di Madina Cemari Sungai dan Rusak Ekosistem, Walhi Sumut Desak Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Editor:  hendra
Reporter: Junaidin Zai
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Rianda Purba saat diwawancarai, pada Kamis (7/5/2025). (Foto: Junaidin Zai/Nusantaraterkini.co)

nusantaraterkini.co, MEDAN - Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan akibat kerusakan lingkungan yang kian parah. Praktik tambang ilegal ini tak hanya mengancam kelestarian ekosistem, tetapi juga keselamatan dan kesehatan warga sekitar.

Kecamatan Kotanopan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Natal menjadi kawasan paling terdampak. Di lokasi ini, alat berat seperti ekskavator dan mesin dompeng dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan, menggerus tanah, dan mencemari air sungai dengan limbah berbahaya, termasuk merkuri. Alhasil, air sungai menjadi keruh dan diduga tidak lagi layak dikonsumsi.

Baca Juga : Makin Marak, PETI di Desa Rantobi Kembali Beroperasi

“Kerusakan yang terjadi sangat masif. Sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan justru berubah menjadi ancaman bagi warga,” ungkap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut, Rianda Purba, Rabu (7/5/2025).

Tak hanya lingkungan yang tercemar, Walhi Sumut juga menyoroti dampak kesehatan jangka panjang yang mulai dirasakan warga. Salah satunya, kasus bayi cacat fisik yang lahir pada tahun 2017, diduga akibat paparan zat kimia berbahaya dari aktivitas tambang.

“Bayi tersebut lahir dengan cacat fisik, dan dari hasil analisis, orangtuanya memiliki riwayat bekerja di area tambang ilegal,” jelas Rianda.

Baca Juga : Kapolda Sumut Perintahkan Kapolres Madina Tindak Tegas Pelaku PETI

Ironisnya, upaya penegakan hukum terhadap para pelaku tambang ilegal dinilai lemah dan normatif. Walhi menilai pemerintah belum menunjukkan komitmen kuat dalam menghentikan praktik PETI. Protes warga pun kerap kandas tanpa solusi konkret.

“Setiap kali warga memprotes, aktivitas hanya berhenti sementara. Setelah itu, tambang kembali beroperasi seolah tak tersentuh hukum,” tambah Rianda.

Walhi mendesak pemerintah untuk tidak bersikap diskriminatif dalam menindak pelaku PETI. Penegakan hukum yang tuntas dan berkeadilan menjadi kunci agar kerusakan lingkungan tidak semakin meluas, dan hak-hak masyarakat adat serta lokal tetap terlindungi.

(Cw7/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan