Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Perludem: Penyerentakan Pemilu Harus Segera Dibenahi

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiyati. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Beberapa partai politik (parpol) mulai berpikir ulang agar model penyerentakan Pemilu segera dikaji ulang.

Pasalnya, Pemilu 2024 yang sudah berakhir banyak menimbulkan masalah karena masyarakat lebih memfokuskan Pemilu Presiden (Pilpres) ketimbang Pemilu Legislatif (Pileg).

Hasilnya, banyak masyarakat tidak tahu siapa saja para caleg yang akan menjadi wakil rakyatnya di Senayan.

Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiyati mengakui jika model pemilu memang harus dibenahi.

"Tapi saya sepakat bahwa model keserentakannya perlu dibenahi," kata wanita akrab disapa Ninis, Jumat (26/7/2024).

Sejatinya terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55 Tahun 2019 yang menyebutkan bahwa pemilu presiden, DPR, dan DPD harus diselenggarakan secara serentak di hari yang sama. Sehingga, tidak bisa dipisah.

"Menurut saya yang ideal adalah memisahkan antara pemilu nasional dengan pemilu daerah. Pemilu nasional memilih presiden, DPR, dan DPD. Sementara pemilu daerah memilih kepala daerah dan DPRD," ujarnya.

Dia mengatakan perubahan model keserentakan memang perlu melalui revisi UU Pemilu. Di sisi lain, UU Pemilu harus mematuhi putusan MK.

"Yang ditegaskan MK adalah pemilu presiden, DPR, dan DPD harus serentak di hari yang sama. Variannya diserahkan kepada pembentuk undang-undang," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendorong untuk kaji ulang penyerentakan pemilihan presiden (pilpres) dengan pemilihan anggota legislatif (pileg).

AHY mengatakan Demokrat sejak awal mendorong pemisahan dua pemilihan itu. Ia beralasan penyerentakan membuat masyarakat hanya terfokus pada pilpres.

"Kita mengatakan bahwa serentak itu bukan tidak baik, tetapi kita perlu mengkaji kembali apakah lebih baik kalau kita pisahkan seperti terdahulu, pileg duluan baru setelah itu pilpres," katanya.

AHY mengatakan fokus masyarakat terhadap pileg berkurang saat ini. Masyarakat, kata dia, tak punya waktu untuk mengenal calon wakil rakyat.

Dia juga mengkritisi sistem pengusungan capres-cawapres saat ini. Partai politik mengusung kandidat pilpres dengan modal perolehan suara pileg lima tahun sebelumnya.

"Kalau kita menggunakan hingga hari ini untuk pemilu atau pilpres lima tahun ke depan, rasa-rasanya mood rakyat itu bisa berubah, dalam lima tahun, jadi tidak bisa kemudian relate dengan kondisi hari itu," ujarnya.

Sebelumnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan pemisahan pilpres dengan pileg. Usulan itu disampaikan sebagai hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKB yang digelar di Jakarta pekan ini.

PKB menilai penyerentakan membuat masyarakat tak memperhatikan visi misi caleg.

"Memang keserentakan kemarin akhirnya calon anggota legislatif DPR RI enggak diperbincangkan, enggak dianggap punya visi apa, semuanya terarah pada pilpres," ucap Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid.

Pemilu serentak mulai diterapkan pada Pilpres 2019. Pemilihan umum dilaksanakan dengan menyerentakkan pilpres, pemilihan anggota DPR RI, anggota DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Pada pemilu-pemilu sebelumnya sejak reformasi, pileg digelar beberapa bulan sebelum pilpres. Pengusungan capres cawapres menggunakan perolehan suara pada pileg tersebut.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan