Nusantaraterkini.co - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan kurang elok jika memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke sidang sengketa Pilpres 2024.
Arief menyebut hal itu dikarenakan Jokowi berstatus sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Awalnya, Arief menuturkan dirinya sudah tiga kali ikut mengadili sengketa Pilpres dan Pileg di MK. Dia mengaku dirinya miliki pemahaman mendalam soal sengketa Pilpres dan Pileg.
"Saya kebetulan hakim konstitusi di antara kita bersembilan itu yang terlibat mengadili Pilpres dan Pileg tiga kali. Jadi saya mempunyai pemahaman yang agak kompherensif mendalam," kata Arief dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, dikutip dari detikcom, Jumat (5/4/2024).
Arief mengatakan sengketa Pemilu kali ini lebih hiruk pikuk dibanding Pemilu 2014 dan 2019. Kemudian ia menyinggung soal pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi hingga penyelenggara Pemilu seperti KPU.
Dia juga mengungkit soal dugaan cawe-cawe Jokowi dalam Pemilu. Menurutnya, hal itu menjadi salah satu dalil dalam permohonan pemohon.
"Nah yang terutama mendapat perhatian yang sangat luas dan kemudian didalilkan oleh pemohon itu cawe-cawenya kepala negara," ujar Arief.
"Nah cawe-cawenya kepala negara ini, mahkamah sebetulnya juga 'Apa iya kita memanggil kepala negara, Presiden RI?' kelihatannya kan kurang elok karena presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan," sambung Arief.
Dia mengatakan MK akhirnya memanggil menteri sebagai pembantu Presiden. Hal ini, katanya, dilakukan untuk mendapat jawaban dari dalil-dalil pemohon.
"Kalau hanya sekedar kepala pemerintahan akan kita hadirkan di persidangan ini, tapi karena presiden sebagai kepala negara, simbol negara, yang harus kita junjung tinggi oleh semua stakeholder maka kita memanggil para pembantunya. Dan pembantunya ini yang terkait dengan dalil pemohon," ujarnya.
(Ann/Nusantaraterkini.co)
Sumber: detikcom