Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pengembalian Uang Korupsi CPO Wilmar Dinilai Tak Hapuskan Pertanggungjawaban Pidana

Editor:  hendra
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Abdul Fickar Hadjar (Foto: dok.@fickar15/x)

nusantaraterkini.co, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan langkah Wilmar mengembalikan uang negara patut diapresiasi, meski tak lantas menghapuskan pertanggungjawaban pidana.

Hal ini disampaikan Abdul Fickar merespon soal Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang Rp11,8 Triliun di Kasus CPO yang diklaim Wilmar Group sebagai bentuk pengembalian kerugiaan negara.

“Ya, meskipun pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan kesalahan pidananya, tetapi hakim bisa mempertimbangkan sebagai faktor yang meringankan hukuman pidana,” ujarnya

Fickar menyebut, langkah korporasi mengembalikan dana yang disita merupakan bentuk pengakuan tidak langsung atas keterlibatan dalam tindak pidana. 

Namun ia menegaskan, nasib akhir para terdakwa tetap berada di tangan hakim.

“Pengembalian ini juga sekaligus merupakan pengakuan bersalah. Tapi sekali lagi, ini kewenangan hakim untuk mempertimbangkannya,” katanya.

Kejaksaan Agung menyatakan bahwa uang Rp11,8 triliun yang disita dari lima anak perusahaan Wilmar Group masih berstatus sebagai barang bukti. 

Abdul Fickar menekankan bahwa uang itu hanya bisa masuk ke kas negara setelah ada putusan pengadilan yang inkrah.

“Uang yang sudah disita akan menunggu putusan pengadilan untuk diserahkan kepada negara. Tetapi pengeluaran dan peruntukannya tetap tunduk pada mekanisme APBN,” terang Fickar.

Di balik langkah "sukarela" korporasi mengembalikan uang hasil korupsi, Fickar menduga ada harapan terselubung yakni korporasi bisa selamat dari hukuman yang lebih berat, seperti pembubaran badan hukum.

“Pasti ada pamrih yang diharapkan korporasi. Paling tidak, ya tidak akan dikenai hukuman pembubaran yang risiko ekonomisnya pasti lebih besar,” katanya.

Ia pun membandingkan kapasitas Wilmar Group sebagai korporasi besar dengan perusahaan-perusahaan kecil yang belum tentu mampu bertahan jika terseret kasus serupa.

“Lain halnya jika menimpa korporasi-korporasi yang tanggung, baik permodalan maupun reputasinya, pasti tidak akan mampu,” ucapnya.

Dari kasus ini, Fickar berpesan kepada pelaku usaha untuk tetap jujur dan patuh hukum agar bisnis tetap sehat dan kompetitif. Sementara kepada pemerintah agar tidak memberatkan dunia usaha dengan regulasi yang menyulitkan.

“Berusahalah dengan jujur agar korporasi tetap sehat di tengah persaingan bisnis yang ketat. Demikian juga diharapkan kepada negara, pemerintah, jangan mempersulit dunia usaha dengan aturan-aturan yang merepotkan,” tegasnya.

“Ini akan berpengaruh besar pada perkembangan dunia usaha, bisnis, dan perekonomian negara ke depan menuju Indonesia Maju,” pungkas Fickar.

Usut Tuntas dan Tak Tebang Pilih

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas menilai langkah ini sebagai wujud keseriusan Kejagung dalam memberantas korupsi di sektor strategis yang menyangkut hajat hidup masyarakat luas.

“Saya mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung yang berhasil menyita dana dalam jumlah sangat besar dari kasus CPO ini. Ini adalah langkah maju dalam penegakan hukum dan perlindungan kepentingan negara,” ujar Hasbiallah Ilyas.

Namun demikian, Hasbiallah juga menegaskan bahwa penanganan kasus ini harus dilakukan secara tuntas dan transparan, serta tidak tebang pilih. 

Ia meminta agar seluruh pihak yang terlibat, baik dari unsur korporasi maupun pejabat, ditindak sesuai hukum yang berlaku.

“Kasus ini harus diusut sampai ke akar-akarnya. Siapa pun yang terlibat, tanpa memandang jabatan atau kekuasaan, harus dimintai pertanggungjawaban. Jangan ada yang dilindungi,” tegasnya.

Legislator Dapil Jakarta II ini juga mendorong Kejagung untuk terus mengedepankan prinsip akuntabilitas dan membuka ruang publik untuk mengawal proses hukum yang berjalan. 

Menurutnya, transparansi sangat penting agar kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum terus terjaga.

“Publik berhak tahu siapa saja yang menikmati hasil dari kejahatan tersebut. Proses hukum yang terbuka akan menghindari spekulasi dan kecurigaan,” tambahnya.

Sebagai mitra pengawas penegak hukum, Hasbiallah menegaskan Komisi III DPR RI akan terus mencermati perkembangan penanganan kasus ini dan memastikan tidak ada intervensi dalam proses hukum.

Sebelumnya, Wilmar International Limited menanggapi soal tumpukan uang yang ditunjukkan Kejaksaan Agung. 

Uang itu merupakan uang jaminan pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh anak perusahaan Wilmar dalam kasus korupsi crude palm oil (CPO) dan produk turunannya yang terjadi periode Juli 2021 hingga Desember 2021.

“Uang jaminan tersebut merupakan sebagian dari kerugian negara yang diduga terjadi dan sebagian dari keuntungan yang diperoleh Wilmar dari perbuatan yang diduga dilakukannya,” kata siaran pers resmi perusahaan induk Wilmar Group.

Uang jaminan tersebut, menurut Wilmar, akan dikembalikan apabila Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Uang itu bisa disita oleh negara baik seluruhnya maupun sebagian apabila Mahkamah Agung memutuskan Wilmar bersalah. 

“Para termohon Wilmar tetap menyatakan bahwa semua tindakan yang mereka lakukan dilakukan dengan itikad baik dan bebas dari segala bentuk niat korup,” katanya.

Diketahui, Sebelumnya, Kejagung memaperkan uang sitaan sebanyak Rp2 triliun di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung. 

Tumpukan uang pecahan Rp 100.000, jika dihitung, tingginya mencapai dua meter. 

Namun, uang yang berasal dari penyitaan kasus yang menyeret Wilmar Group itu belum semuanya dipamerkan oleh Kejagung. Sebab, ada Rp 11,8 triliun lain yang disita penyidik. 

(cw1/nusantaraterkini.co)