Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Jelang sepekan menuju bulan suci Ramadan tahun 2025, lonjakan permintaan sekaligus potensi kenaikan harga kebutuhan pokok menjadi perhatian banyak kalangan.
Pengamat Ekonomi, Salamuddin Daeng menilai kondisi perekonomian kelas menengah semakin tertekan jelang bulan suci tersebut.
"Bulan puasa tahun ini saya perkirakan mungkin masyarakat Indonesia akan lebih menderita daripada masa-masa sebelumnya," tuturnya, Jumat (21/2/2025).
Salamuddin mengatakan deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga september 2024 memperlihatkan dengan jelas bahwa masyarakat kelas sudah tidak punya uang lagi untuk berbelanja.
"Ini praktis tidak ada satu kebijakan yang dapat memompa deflasi menjadi inflasi jelas itu bahaya," imbuhnya.
Bahkan, permintaan bank sentral Indonesia agar masyarakat lebih banyak belanja guna mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pun tak terwujud. Pasalnya hampir seluruh sektor melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tentu berimbas pada anjloknnya daya beli masyarakat.
Baca Juga: Jelang Ramadan, Satgas Pangan Polda Jatim Sidak Pasar: Pastikan Harga dan Ketersediaan
"Karena itu terjadi penurunan harga-harga secara umum. Nah keadaan itu saya monitor BPS ternyata sampai Januari itu belum pulih," ungkap Salamuddin.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami inflasi sebesar 0,76% secara tahunan atau year on year (YoY). Meski secara tahunan masih terjadi lonjakan harga dibanding Januari tahun lalu, ekonomi Indonesia mengalami deflasi jika dibandingkan Desember 2024 dengan Januari 2025.
Untuk itu, Salamuddin meminta serangkaian kebijakan strategis yang bertujuan untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan daya beli masyarakat dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yakni optimalisasi penyaluran bansos di bulan Februari dan Maret 2025 harus dipercepat.
"Seandainya ada satu kebijakan yang bisa memompa daya beli. Maka saya perkirakan itu tinggal satu yang mengubah daya beli yaitu bansos kalau memang mau diturunkan sekarang. Karena perputaran uang sangat lemah saat ini," pungkas Salamuddin Daeng.
Waspada Lonjakan Sembako
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menegaskan, kenaikan permintaan bahan pokok selama Ramadan adalah pola tahunan yang perlu diantisipasi dengan cermat agar tidak berdampak pada lonjakan harga yang tidak terkendali. Tren serupa juga nantinya akan terjadi menjelang Idul Fitri, di mana masyarakat cenderung melakukan pembelanjaan lebih besar sebagai bagian dari perayaan Lebaran.
DPR RI melalui Komisi VI DPR kata Herman, terus memantau berbagai faktor yang berkontribusi terhadap stabilitas harga dan ketersediaan pangan, termasuk distribusi serta keterjangkauan barang bagi masyarakat.
"Kami memonitor ketersediaan barang, kedekatan terhadap konsumen, serta keterjangkauan harga. Untuk itu, Komisi VI DPR RI bekerja sama dengan berbagai BUMN terkait, seperti Perum Bulog dan ID Food, guna memastikan kesiapan pasokan bahan pokok,” tutur Herman.
Meskipun produksi pangan tahun ini diperkirakan cukup baik berkat curah hujan yang memadai, dirinya mengingatkan bahwa faktor-faktor lain, seperti serangan hama dan distribusi, juga berperan penting dalam menentukan stabilitas harga pangan. Ia menyoroti dampak kebijakan pemerintah terkait harga gabah kering panen yang dipatok di angka Rp6.500 per kilogram, yang berpotensi mendorong harga beras medium naik menjadi Rp12.500 per kilogram.
Baca Juga: Jelang Ramadan, Komisi VI Minta Pemerintah Kendalikan Harga
"Padahal, harga eceran tertinggi (HET) ditetapkan sebesar Rp12.500 per kilogram, sehingga ada kemungkinan pedagang lebih mendorong beras ke kategori premium," jelasnya.
Selain itu, Herman juga menyoroti potensi masalah pada sektor minyak goreng. Sebab itu, ia meminta Kementerian Perdagangan memastikan stok minyak goreng tetap aman dan terjangkau bagi masyarakat.
"Kita kemarin sempat mengalami kendala terkait pemalsuan merek dagang minyak subsidi, dan hal ini bisa berdampak pada stabilitas harga," kata Politisi Fraksi Partai Demokrat itu.
Herman juga menyampaikan Komisi VI DPR turut meminta pemerintah untuk menyiapkan langkah-langkah mitigasi guna menghindari lonjakan harga yang tidak wajar akibat ulah spekulan.
"Biasanya, spekulan memanfaatkan momentum seperti ini untuk memainkan harga. Jika harga sembako naik dalam batas psikologis, itu masih bisa dimaklumi. Tetapi, jika kenaikannya sudah di luar nalar, berarti ada masalah dalam distribusi atau spekulasi pasar," tegas Herman.
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah untuk memastikan kesiapan Perum Bulog dan Id Food dalam mengelola stok pangan secara efektif. Dirinya pun juga mengingatkan agar gerai-gerai modern dan pasar tradisional menjaga stabilitas harga serta tidak mengambil keuntungan berlebihan di tengah lonjakan permintaan.
"ID Food memiliki fleksibilitas lebih dalam transaksi retail, sehingga bisa menjadi solusi dalam menghadapi lonjakan permintaan. Jika pemerintah sedang melakukan efisiensi, maka sektor-sektor non-produktif harus dialihkan ke yang lebih produktif. Ini akan berdampak pada kondisi perekonomian bawah dan stabilitas pasokan pangan," pungkasnya.
Terakhir, Herman meminta media turut berperan dalam melaporkan kenaikan harga yang tidak wajar sebagai bentuk pengawasan publik. Dengan kesiapan yang matang dari pemerintah, ucapnya, diharapkan masyarakat dapat menjalani Ramadan dan Idul Fitri dengan lebih tenang tanpa kekhawatiran terhadap lonjakan harga kebutuhan pokok.
(cw1/Nusantaraterkini.co)