Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Formappi soal Tukang Stempel Kehendak Penguasa: DPR Lebih Dominan Ketimbang MA-MK

Editor:  Fadli Tara
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Lucius Karus (foto/istimewa)

Nusantaraterkini.co, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Benny K Harman sempat menyinggung jika Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai tukang stempel kehendak penguasa.

Merespon omongan Benny Harman yang menunjuk hidung MA dan MK tukang stempel penguasa. Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, pernyataan Benny di pemberitaan itu dalam konteks penyusunan anggaran ya. MA dan MK dianggap sebagai stempel pemerintah karena penyusunan anggaran mengikuti rencana strategis pemerintah.

"Nah, sebenarnya sih sudah dari dulu persoalan ini. Bahkan bukan cuma pemerintah yang memanfaatkan kekuasaan di bidang anggaran untuk "mengintimidasi" lembaga negara lain. DPR juga kerap melakukan itu, misalnya mengancam tidak mendukung anggaran yang diajukan KPK kalau sedang tidak enjoy berhubungan dengan KPK-nya," kata Lucius kepada Nusantaraterkini.co, Senin (9/9/2024).

Lucius berpandangan, kesadaran DPR dalam hal ini seharusnya membuat mereka berpikir bagaimana mencarikan jalan keluar agar program MA dan MK tak jadi semacam program pengikut pemerintah saja.

"Disitulah fungsi anggaran DPR bisa digunakan. Kan yang punya kuasa mengawasi pemerintah dan membahas anggaran itu adalah DPR. Lalu kenapa fakta terkait anggaran MA dan MK serta KY yang dianggap sekedar menjalankan rencana pemerintah tidak dikoreksi oleh DPR dalam proses pembahasan anggaran. Kan itu gunanya anggaran dibahas di DPR?," tanya Lucius heran.

Lebih lanjut Lucius menilai, kalau DPR hanya bisa berkomentar seperti yang disampaikan Benny Harman sama mawon dong dengan MA dan MK itu DPR-nya sama-sama jadi tukang stempel pemerintah.

Oleh karena itu, jika dirinya lebih melihat apa yang disampaikan DPR soal MA dan MK lebih merupakan panduan dari perasaan mereka yang selama hampir 1 periode ini juga tak berkutik menjalankan peran pemerintah.

"Lihat misalnya dalam pelaksanaan fungsi anggaran. Tak ada gagasan atau usulan progresif dari DPR yang bisa memperlihatkan keberpihakan DPR terhadap rakyat. DPR lebih banyak menyetujui anggaran pemerintah tanpa catatan dan tambahan yang berarti. Bahkan di zaman pandemi, DPR mau saja diatur oleh anggaran yang disusun pemerintah tanpa hal untuk mengoreksi. Itu sama saja mencabut kewenangan anggaran DPR. Ya DPR sekedar menjadi stempel pemerintah saja." tegasnya.

Ditambahkan Lucius, jika di fungsi pengawasan sama saja Kekritisan DPR mengontrol pemerintah baru terasa setelah perpecahan koalisi dukungan terhadap rezim Jokowi saat ini. Sebelum-sebelumnya, tak terdengar kekritisan DPR mengawal kebijakan pemerintah.

Bukti lain bisa terlihat dengan jelas di legislasi. Hampir semua UU Prooritas yang diinginkan pemerintah dengan mudah disetujui DPR. Bahkan DPR rela membahas kilat RUU-RUU jika pemerintah menginginkannya.

"Jadi lebih pas DPR sih sebenarnya yang dilabeli stempel pemerintah ketimbang MA atau MK," tandasnya.

Diketahui, Keberadaan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tak lebih dari sekadar tukang stempel kehendak penguasa.

Hal ini disampaikan anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama perwakilan MA, MK, dan Komisi Yudisial (KY) terkait pembahasan anggaran 2025 pada hari ini, Rabu (4/9).

"MK sama juga dengan MA merujuk pada agenda strategis nasional yang disusun oleh pemerintah ya, yang disusun oleh eksekutif bukan pemerintah dalam arti luas," kata Benny dalam rapat di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2024).

Menurut Legislator asal Partai Demokrat ini, MA-MK keliru kalau memposisikan diri sebagai pihak eksekutif.

"Ini ada problem dengan model semacam itu lembaga-lembaga yang bapak pimpin ini ditempatkan sebagai subordinasi kekuasaan eksekutif. Saya rasa, saya pikir, itu keliru kalau bapak-bapak, ibu, memposisikan MA, MK, dan KY bagian dari eksekutif," paparnya.

Lebih lanjut, Benny menyebut bahwa rancangan anggaran yang diusulkan MA, MK, dan KY tak berdasarkan agenda sendiri. Tapi justru ingin menyukseskan program pemerintah.

"Saya lihat di sini bukan hanya anggaran yang tidak punya otonomi tapi juga visinya juga tidak otonom. Malah ikut menyukseskan program pemerintah, quote and quote eksekutif. Tidak bisa MK begitu," jelasnya.

"MK itu tidak menjalankan tugas pemerintah. Tidak melaksanakan program pemerintah. Begitu juga MA, begitu juga KY," sambungnya.

Untuk itu, Benny berharap lembaga yudikatif ini bisa membangun visi misi mengacu pada kewenangan yang dimiliki. Nah, di momen inilah Benny lantas menyinggung MA-MK sebagai lembaga tukang stempel.

"Jadi masuk akal Pak Hinca dan Pak Ketua, kalau kemudian MA itu bikin judicial review PKPU, itu masuk akal. Karena cara pikirnya tadi adalah melaksanakan program pemerintah," paparnya.

"Maunya pemerintah MA jadi tukang stempel. Sama juga dengan MK, tukang stempel kehendak penguasa, itu akibatnya. Oleh sebab itu, saya mengkritisi ini siapa yang menyusun dan menetapkan ini," tandasnya.

(cw1/nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan