Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Camat Besitang Ancam Cabut SK Tanah jika Pemilik Kebun Tak Berikan Akses Jalan 8 Meter

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Sofyan Akbar
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Kuasa hukum pemilik lahan di Dusun III Pantai Buaya, Besitang Kabupaten Langkat Edy Murya, SH., MH dan Denni Sanjaya, SH memberikan keterangan, Kamis (10/7/2025). (Foto: dok Nusantaraterkini.co)

Nusantaraterkini.co, MEDAN - Sebuah video viral di Tiktok menampilkan Camat Besitang, Irham Effendi yang menyatakan akan mencabut SK tanah yang ada di wilayahnya. Dilihat dari akun Global Media, hal itu terkait konflik lahan yang ada di Dusun III Pantai Buaya, Besitang Kabupaten Langkat.

Menanggapi ini, kuasa hukum pemilik lahan, Edy Murya, SH., MH mengatakan, pencabutan surat legalitas tanah tidak bisa seenaknya dilakukan, karena posisi Camat bukan sebagai pembuat alas hak, melainkan hanya melegasi pengikatan para pihak dalam hal ini penjual dan pembeli.

"Kalau dia (Camat) mau mencabut tentang legalitas itu alasannya apa?. Dia kan hanya mempersaksikan pihak-pihak yang melakukan perikatan. Jadi kalau mau dia cabut apanya yang mau dicabut?. Itu bukan ranah publik, ini kan ranah privat," tegasnya kepada Nusantaraterkini.co, Kamis (10/7/2025).

BACA JUGA: 106 Hektare Lahan Eks Perkebunan jadi Sentra Pangan di Sumut, Panglima TNI Panen Padi hingga Palawija untuk Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Begitu juga Denni Sanjaya, SH yang juga kuasa hukum pemilik lahan mempertanyakan dasar pernyataan pihak Camat Besitang yang berkeinginan menarik SK tanah tersebut. 

"Kedua ada apa dibalik ini, kami menduga apakah ada pihak ketiga kah yang mau mengambil alih? Ini lah yang mau kami tunggu dan kami pertanyakan dasar hukum camat itu apa. Karena klien kami memiliki legalitas yang sah secara hukum tentang kepemilikan di lahan tersebut," ungkapnya.

Menjelaskan asal usul permasalahan ini, Denni menjelaskan jika di lokasi kebun sawit tersebut sebenarnya memiliki dua jalan, yakni pertama jalan melingkar dari samping kebun dan kedua jalan menuju ke jalan aspal.

"Jalan menuju ke aspal ini sebenarnya adalah jalan yang sudah lama sekali tidak dipakai dan kondisi jalan tersebut sebelum perjanjian pada tahun 2013 juga sudah dalam kondisi rusak tidak dipakai lagi," ujarnya.

Selama ini pula, terangnya, pihaknya mengangkut buah sawit dengan memakai jalan di samping tersebut menuju jalan RGM. Begitu pula dengan jiran-jiran mereka yang juga melakukan hal yang sama.

"Namun, karena salah satu jiran kami yang berada di belakang menjual tanah kepada pihak ketiga dan kami juga nggak tau kenapa dan mereka juga tidak minta izin ke kita untuk memperlebar jalan tersebut," jelasnya.

Jalan yang sebelumnya tidak terpakai tersebut dan tadinya hanya bisa dilalui motor tersebut pun, sambung Dennni dibuldozer atau dibeko sampai seluas 8 meter.

BACA JUGA: Jelang Penilaian Kelayakaan Geopark Kaldera Toba, Ovi Samosir: Apa yang Telah Kita Berikan Terhadap Kaldera Toba?

"Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan untuk mencari solusi terbaik, supaya urusan ini tidak berkelanjutan, sehingga dari pihak keluarga mau memberikan akses jalan sekitar 2,5 atau 3 meter di jalan tersebut. Tapi beberapa kali pertemuan yang dilakukan, pihak mereka tetap memaksa harus 8 meter," sebutnya.

Karena itu, timpal Denni, pihak kliennya pun meminta agar diberikan kompensasi, karena luas 5 meter itu masih bisa ditanami sawit. Kompensasi itu menurut Denni bukan muluk-muluk, yakni dengan estimasi 50 batang, sekitar Rp2 jutaan setiap bulan.

"Kami jg nggak mau mengambil asas manfaat dari hal ini, yang logis aja kami tawari, tapi juga nggak dihargai oleh pihak mereka," imbuhnya.

Padahal, tambahnya, selama ini kliennya nggak pernah ada masalah dan surat-surat yang diberikan juga lengkap untuk dicek dan dilakukan pengukuran sebelum menerbitkan SK camat tersebut.

"Surat tanah itu sudah diterbitkan pihak camat secara sah, jadi kalau pun mau dicabut itu alasannya apa," pungkasnya.

(Akb/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan