nusantaraterkini.co, SAMOSIR - Jelang penilaian kelayakan Geopark Kaldera Toba, peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) marak terjadi di kawasan Danau Toba, Kabupaten Samosir.
Peristiwa kebakaran hutan di Samosir, terhitung enam hari berturut-turut sejak Selasa (01/07/25) hingga Minggu (6/7/2025) siang.
Kebakaran hutan di Samosir merupakan kegagalan bersama baik Pemerintah, pihak terkait dan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Danau Toba.
Hutan di kawasan Danau Toba seharusnya sebagai penyangga kehidupan, selayaknya seluruh pihak memiliki kesadaran bersama dalam menjaga bukan diterlantarkan dan menutup mata atas kebakaran hutan hingga berhari-hari.
Kebijakan dan upaya seharusnya dilakukan mencegah kebakaran hutan agar tidak berlanjut, tetapi yang terjadi hanya pembiaraan kebakaran berlarut-larut sehingga hutan mengalami kerusakan ekosistem yang patal.
Kerugian hutan bedampak langsung terhadap rusaknya tutupan vegetasi, hilangnya habitat satwa liar, menurunya kualitas udara, serta terganggunya keseimbangan ekosistem Danau Toba.
Kondisi ini menyita banyak perhatian dari berbagai pihak, lantaran jelang pihak UNESCO akan melaksanakan penilaian kelayakan Geopark Kaldera Toba sebagai warisan dunia.
Manajer Geopark Edukasi dan Konservasi Ovi Vensus Hamubaon Samosir, mengatakan bahwa isu kebakaran hutan yang berkepanjangan di Samosir adalah pukulan telak bagi kebersamaan kita.
"Isu kebakaran hutan yang berkepanjangan di Samosir adalah pukulan telak bagi kebersamaan kita. Kebersamaan kita sedang diporak-porandakan oleh isu kebakaran hutan,"ujarnya, Minggu (06/07/2025).
Ovi mengatakan, masing-masing pihak perlu jujur dan berintrospeksi diri terhadap apa yang telah di berikan kepada Geopark Kaldera Toba.
"Masing-masing pihak perlu jujur, berintrospeksi, bertanya apa yang telah saya atau kita lakukan dan berikan kepada kawasan Kaldera Toba, kepada kawasan hutan Samosir?. Setelah pertanyaan tersebut dijawab, barulah kita mulai lagi dalam kebersamaan membangun masa depan kawasan Kaldera Toba, kawasan hutan Samosir secara berkelanjutan", tambah Ovi.
Ia mengatakan bahwa Kaldera Toba memiliki potensi besar dalam upaya pembangunan berkelanjutan yang menyatukan ilmu kebumian, ekowisata, dan budaya lokal.
"Kaldera Toba, memiliki potensi besar dalam upaya pembangunan berkelanjutan yang menyatukan ilmu kebumian, ekowisata dan budaya lokal sehingga manajemen atau pengelolaan yang perlu diperbaiki oleh berbagai pihak; termasuk pemerintah, pengusaha, masyarakat, dan berbagai pihak terkait," tangkasnya.
Ia menilai dibutuhkan kesadaran bersama untuk mengembalikan Kaldera Toba menjadi kartu hijau.
"Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran, keperihatinan bersama, aksi bersama untuk membawa Kaldera Toba kembali meraih “kartu hijau” UNESCO," tegasnya.
(JAS/nusantaraterkini.co).