Nusantaraterkini.co, SAMOSIR - Aliansi jurnalis Samosir menggelar diskusi publik dan menyoroti terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di kawasan Kabupaten Samosir, Jumat (4/7/2025).
Diketahui, Samosir sebagai bagian dari kawasan Danau Toba memiliki hutan yang penting secara ekologis, sosial dan budaya.
Namun, dalam tahun ini, kasus kebakaran hutan di wilayah tersebut terus terjadi, terkhususnya saat musim kemarau.
BACA JUGA: Dulu Hijau, Kini Hitam: Wisatawan Tele Saksikan Wajah Samosir yang Berubah
Peristiwa tersebut pun menimbulkan pertanyaan serius, apakah hutan-hutan di Samosir terbakar secara alami atau disengaja.
Dugaan kuat mengarah pada pembukaan lahan untuk pertanian, kebun jagung, pengembalaan. Selain itu, ada juga dugaan pembakaran dilakukan sebagai bagian dari konflik kepemilikan lahan, termasuk perebutan wilayah adat.
Dalam diskusi tersebut, Kanit Tipidter Polres Samosir Aipda Martin Aritonang mengungkapkan bahwa sebagian besar karhutla yang terjadi di Samosir merupakan pembakaran yang dilakukan secara sengaja oleh orang yang tak bertanggungjawab, khususnya peternak.
“Banyak peternak membakar lahan untuk merangsang tumbuhnya rumput baru bagi ternaknya. Ini menjadi penyebab utama karhutla secara sengaja,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kepolisian telah melakukan berbagai upaya penyelidikan serta sosialisasi kepada warga agar menghentikan praktik pembakaran, terlebih saat musim kemarau yang memperparah potensi penyebaran api.
Pernyataan Martin diperkuat oleh anggota Intelkam Polres Samosir, Rados Togatorop yang menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2025 sudah terdeteksi 25 titik karhutla di wilayah Samosir.
BACA JUGA: Karhutla Samosir Mencederai Nilai-nilai Kearifan Lokal Masyarakat Batak sebagai Parjoloan Ni Daging
“Kami sudah berulang kali mengimbau agar warga tidak membakar lahan. Sosialisasi bahkan dilakukan hingga ke dusun-dusun,” imbuhnya.
Sementara itu, Kapolsek Pangururan AKP B Dalimunthe turut menyoroti lokasi-lokasi rawan kebakaran yang sering terjadi di lereng-lereng perbukitan, seperti kawasan Pusuk Buhit. Ia menegaskan bahwa indikasi pembakaran disengaja sangat kuat.
“Dari pengamatan kami, karhutla kerap bermula dari lahan warga yang sengaja dibakar. Api lalu menyebar karena angin kencang dan rumput yang kering. Hampir bisa dipastikan karhutla bukan karena faktor alam,” jelasnya.
Dalimunthe menambahkan bahwa pihaknya telah memberi edukasi intensif kepada warga, serta menjalankan instruksi pimpinan agar jajaran Polri aktif mencegah karhutla. Ia juga menyinggung peringatan dari UNESCO terkait status Geopark Kaldera Toba.
“Status Geopark Kaldera Toba kini mendapat ‘kartu kuning’ dari UNESCO. Isu lingkungan seperti karhutla menjadi perhatian serius dunia. Jika kedapatan membakar lahan, warga akan dikenakan sanksi hukum,” ucapnya dengan nada tegas.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Samosir Sarimpol Manihuruk sebelumnya mengajak masyarakat dan seluruh elemen untuk tetap tidak membakar hutan lagi.
"Kesadaran masyarakat sangat penting agar tidak sembarangan membakar hutan dan lahan dengan dalih membuka lahan baru, maupun nenumbuhkan rumput baru untuk ternak hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena resiko kerugian dan kerusakan sangat besar bahkan memiliki sangsi berat," tutupnya.
(Jas/nusantaraterkini.co)