Nusantaraterkini.co, MEDAN - Komunitas Sanggar Pelita, yang didirikan oleh sekelompok pemuda peduli lingkungan pada tahun 2020, hadir sebagai tempat belajar bagi anak-anak dari keluarga marginal di Medan. Dengan dua lokasi, yakni di rel kereta api Bangun Sari Deli Tua dan Gang Pelita 2 Jalan Brigjen Katamso, Sanggar Pelita mengadakan kegiatan belajar mengajar setiap Minggu, mulai pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB.
Humas Sanggar Pelita, Revita Febbyola (39), menjelaskan bahwa pihaknya tidak membatasi jumlah murid dan membuka kesempatan bagi anak-anak, mulai usia prasekolah hingga kelas 6 SD, untuk bergabung.
"Kami ingin memberi kesempatan pendidikan kepada mereka yang mungkin tidak bisa mengakses pendidikan formal," ungkapnya kepada Nusantaraterkini.co, Sabtu (14/12/2024).
Bermula dari kerja sama dengan komunitas-komunitas lain yang memiliki visi serupa, Sanggar Pelita berfokus pada peningkatan literasi anak-anak.
"Sanggar Pelita fokus pada literasi, dengan tujuan agar anak-anak yang tidak memiliki akses pendidikan bisa belajar membaca, menulis, dan berhitung," tambah Revita.
Dengan tagline ‘Belajar Mengajar, Mengajar Belajar’, Sanggar Pelita menerapkan metode pembelajaran yang interaktif dan saling berbagi ilmu antar pengajar dan anak-anak.
Di Gang Pelita 2, kegiatan belajar dibagi menjadi tiga kelas: kelas untuk anak-anak yang belum bisa membaca, kelas untuk anak yang baru belajar membaca, dan kelas untuk siswa kelas 4 hingga 6 SD, dengan total sekitar 70 anak. Sementara di rel kereta api Bangun Sari, terdapat sekitar 30 anak. "Kami menyesuaikan materi dengan kebutuhan masing-masing anak, jadi selain belajar, ini juga seperti les tambahan," jelas Revita.
Tantangan terbesar yang dihadapi Sanggar Pelita adalah membangun kepercayaan masyarakat.
"Banyak yang mengira kami berasal dari partai politik," ujar Revita.
Untuk itu, mereka bekerja keras menunjukkan bahwa fokus utama Sanggar Pelita adalah pendidikan, bukan politik.
Saat ini, Sanggar Pelita belum memiliki donatur tetap, dan biaya operasional, termasuk buku dan alat tulis, sepenuhnya ditanggung oleh relawan dan sumbangan dari berbagai pihak. Bahkan, anak-anak yang belajar di sana bisa membawa pulang sembako, seperti beras 5 kg, sebagai bentuk apresiasi setelah mengikuti kegiatan.
Revita berharap Sanggar Pelita bisa mendapatkan bantuan untuk proses legalitas agar bisa berkembang lebih lanjut dan lebih dipercaya oleh masyarakat.
"Kami berharap bisa berkolaborasi dengan dinas terkait dan mendapat dukungan dari masyarakat, agar anak-anak di sini dapat belajar dalam lingkungan yang lebih baik dan memperoleh pendidikan yang lebih memadai," tambahnya.
Dengan komitmen untuk tidak menerima bantuan dari partai politik, Sanggar Pelita justru berharap bisa bekerja sama dengan instansi terkait di Kota Medan.
Fiqih Inayah (20), seorang relawan yang bergabung sejak Juli 2023, merasa senang bisa menjadi bagian dari komunitas ini. Sebagai mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat di UINSU, Inayah sering mengajarkan anak-anak tentang pentingnya kesehatan dan gizi.
"Anak-anak memiliki daya tangkap yang berbeda-beda. Ada yang cepat memahami, ada yang perlu pengajaran berulang. Kami harus sabar dan kami pun belajar banyak dari mereka," ujarnya.
Inayah berharap kegiatan di Sanggar Pelita dapat membantu anak-anak menemukan minat dan bakat mereka, terutama melalui kegiatan prakarya yang bisa membentuk jiwa kreatif mereka.
(cw9/nusantaraterkini.co)