Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Pilkada Tak Dipilih Langsung, Formappi: Perlu Kajian Mendalam Merubah Sistem

Editor:  Rozie Winata
Reporter: Luki Setiawan
WhatsApp LogoTemukan Nusantaraterkini.co di WhatsApp!!
Lucius Karus. (Foto: istimewa)

Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Peneliti Formappi Lucius Karus berpandangan terkait usulan perubahan sistem Pilkada dari langsung ke tidak langsung seperti yang disarankan oleh Presiden.

Menurutnya, hal itu dianggap masih perlu dikaji lebih mendalam terlebih dahulu. Sebab, peraturan atau UU itu tidak bisa dibuat begitu saja hanya karena Presiden menginginkan seperti itu.

"Perlu kajian mendalam untuk merubah sistem itu. Jangan sampai keinginan seketika dari Presiden justru akan mengacaukan tatanan. Paling penting melihat apakah sistem Pilkada itu berkorelasi langsung dengan biaya politik tinggi seperti yang selalu dikeluhkan?. Di titik mana sesungguhnya tuntutan biaya politik itu muncul," katanya kepada Nusantaraterkini.co, Senin (16/12/2024).

Lucius menjelaskan, usulan Presiden hanya mendasarkan pada pertimbangan biaya politik yang mahal saja. Padahal banyak variabel lain terkait demokrasi lokal yang seharusnya jadi pertimbangan utama selain soal biaya itu.

Menurut Lucius, perubahan sistem Pilkada hanya karena biaya yang mahal itu kerap dikeluhkan setiap momentum Pilkada maupun pemilu. Sayangnya tak ada data kredibel soal berapa sesungguhnya uang yang dihabiskan oleh masing-masing kandidat.

"Pilkada mahal itu nampak hanya keluhan manja politisi saja karena biaya politik yang mereka habiskan tak pernah diungkap secara transparan ke publik. Kalau merujuk data terkait dana kampanye, ya bervariasi angkanya dan tak semuanya bisa mengonfirmasi mahalnya biaya pilkada itu," ujarnya.

"Jadi berapa riilnya biaya itu dan dimana pertanggungjawaban itu bisa kita temukan?. Kalau teriak mahal-mahal setiap saat ya jangan-jangan itu cuman alasan supaya sistem pilkada jadi lebih menguntungkan parpol saja," sambung Lucius.

Lebih lanjut Lucius menilai, masalah mahalnya biaya Pilkada sesungguhnya bukan seluruhnya persoalan sistem. Mau pilkada langsung atau tidak langsung, tetap saja yang akan dihadapi oleh para kandidat adalah parpol-parpol dengan watak pragmatis yang memang menjadikan besaran uang sebagai bagian dari kompromi dukung mendukung.

"Sifat pragmatisme parpol itu tak akan hilang sekalipun pilkadanya diubah menjadi tidak langsung. Jadi tidak otomatis merubah sistem dari langsung ke tidak langsung akan menjadikan biaya pilkada menjadi lebih murah," tegasnya.

Karena itu, Lucius menyatakan, jadi mahal atau murahnya biaya Pilkada itu tak berkorelasi langsung dengan pemilih. pemilih tidak memberikan sumbangsih apapun bagi mahalnya biaya pilkada.

"Persoalan utama itu ada di partai politik itu sendiri. Bukan di sistem Pilkadanya. Jadi merubah sistem tanpa merubah kelakuan parpol-parpol, ya sama aja bohong," tandasnya.

(cw1/Nusantaraterkini.co)

Advertising

Iklan