Nusantaraterkini.co, JAKARTA - Tarik ulurnya RUU Perampasan Aset oleh DPR RI dianggap sebagai upaya untuk setengah hati dari legislatif dalam pemberantasan korupsi. Terlebih hal ini sangat berbanding dengan sikap tegas Presiden Prabowo justru berapi-api ingin korupsi dihilangkan.
Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, mayoritas warga masyarakat menganggap bahwa korupsi masih menjadi momok di negara ini. Pemberantasannya terkendala oleh banyak hal termasuk oleh lemahnya regulasi dan penegakannya.
"DPR pun harusnya paham dengan situasi ini. Hanya saja semangat antara DPR dan publik dalam memerangi korupsi ini yang berbeda," katanya kepada Nusantaraterkini.co, Jumat (1/11/2024).
Keraguan yang ditunjukkan DPR dalam mengusulkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2024-2029 jadi salah satu indikasi betapa perang terhadap korupsi ini masih akan sulit terwujud. Apalagi, sambung Lucius, RUU Perampasan Aset itu salah satu instrumen regulasi yang dibutuhkan untuk memaksimalkan perang terhadap korupsi.
"Mengherankan jika untuk satu kebutuhan yang nyata begitu, DPR justru masih ragu. Itu artinya di jantung pemberantasan korupsi itu, justru benih korupsi itu ingin dipelihara. Itulah kenapa mereka atau DPR nampak ragu-ragu atau tidak berani mengusulkan RUU Pemberantasan Aset," ujarnya.
Lucius menilai, situasinya masih sama yakni parpol dan politisi yang sangat mungkin memilikki Aset ilegal atau punya rencana untuk mendapatkan Aset bermasalah. Karena itu mereka tak ingin diganggu sendiri oleh RUU yang akan membongkar apa yang mereka telah dan akan lakukan.
"Jadi ya hanya dorongan publik yang nampaknya bisa membuka jalan RUU Perampasan Aset ini dibahas. Itupun dorongan yang harus dilakukan tak bisa dengan cara yang halus-halus saja seperti omong di media atau medsos," tegasnya.
"DPR seperti sekarang nampaknya selalu perlu ditopang aksi besar-besaran untuk mengubah sikap mereka," tandasnya.
RUU Perampasan Aset Harus Diprioritaskan
Sedangkan, Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, DPR harus memprioritaskan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Ia mengatakan, kehadiran RUU Perampasan Aset dapat menjadi lompatan pemberantasan korupsi, khususnya dalam memulihkan kerugian negara dan memiskinkan koruptor.
"Harusnya itu menjadi prioritas utama karena kalau kita ingin memberantas korupsi dengan tujuan mengembalikan aset-aset dan kemudian memulihkan kerugian negara, serta memiskinkan para koruptor," kata Samad.
Samad mengatakan, kehadiran RUU Perampasan Aset juga harus diiringi dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal guna mempercepat pemulihan aset negara yang dicuri para koruptor.
"Harus itu (RUU Perampasan Aset), jadi sinergi, jadi bersamaan. Itu bisa mencegah korupsi, kemudian kedua, bisa mempercepat pemulihan aset-aset negara yang dicuri oleh para koruptor. Harapannya dua RUU itu harus dipercepat," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia merespons soal tidak masuknya RUU Perampasan Aset ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas)yang ditetapkan Baleg DPR. Pasalnya, ia menilai Indonesia sudah cukup memiliki aturan soal pemberantasan korupsi, tanpa adanya RUU Perampasan Aset.
"Tapi dari pembicaraan teman-teman yang ada beberapa di sini (Baleg) ya, sebetulnya kalau bicara tentang pemberantasan korupsi, tanpa juga kita kemudian membuat Undang-Undang Perampasan Aset itu sudah cukup," kata Doli.
Terlebih, Presiden Prabowo Subianto juga terus menekankan bahwa korupsi harus dihilangkan. Sehingga, kata Doli, DPR RI akan terus berkomitmen untuk memberantas korupsi.
"Nah undang-undang apa saja yang diperlukan, nanti kita lagi mau susun, apakah termasuk UU Perampasan Aset, ini yang sedang kita kaji," ungkapnya.
Meski demikian, Doli meminta agar publik jangan lebih dahulu membuat kesimpulan bahwa DPR RI menolak atau menerima RUU Perampasan Aset. Karena DPR masih melakukan konsolidasi untuk menetapkan RUU apa saja yang akan masuk Prolegnas.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset tidak ada di dalam daftar usulan RUU yang masuk ke program legislasi nasional (prolegnas).
Hal itu berdasarkan daftar yang dibacakan dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) pada Senin (28/10/2024), yang membahas evaluasi periode sebelumnya dan usulan prolegnas 2025-2029. Berdasarkan surat Komisi III DPR RI per 24 Oktober lalu, hanya ada RUU tentang hukum acara perdata dan RUU tentang hukum perdata internasional yang dicanangkan di dalam prolegnas.
Dengan tak masuknya RUU Perampasan Aset ke Prolegnas, artinya RUU yang sudah diusulkan pemerintah ini lagi-lagi tak jelas nasibnya. Padahal, DPR periode lalu sempat berdalih bahwa RUU yang diyakini dapat memiskinkan koruptor itu tak dapat dikerjakan karena watku yang mepet.
(cw1/Nusantaraterkini.co)